Mohon tunggu...
Razan Tata
Razan Tata Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Hanya seorang pria yang suka menulis banyak hal :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Meja & Kursi

14 Februari 2016   09:04 Diperbarui: 14 Februari 2016   10:14 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia lalu menekan beberapa angka di layar sentuh ponselnya, kemudian meletakkannya di telinga.

“Lakukan sekarang…”

BOOOOMM!!!

Sebuah ledakan meluluhlantakan hotel yang berjarak 200 meter dari Café Barbara. Meja, Kursi, pengunjung café, dan semua orang kaget bukan main dengan apa yang sedang terjadi. Tampak dari kejauhan asap hitam pekat membumbung dari hotel 20 lantai itu. Orang-orang berlari sekencang-kencangnya menjauhi tempat ledakan, tidak ada yang berpikir untuk mengabadikan momen itu kecuali para wartawan yang cepat siaga mendatangi lokasi ledakan. Terlihat juga kakek nenek yang sedang bercengkerama tadi, berlari tertatih-tatih sambil berpegangan tangan, tidak ada satu orang pun yang menolong mereka karena juga sibuk menyelamatkan diri, sampai ada seorang pria tegap berkulit gelap membantu mereka untuk menjauhi zona ledakan.

Pengunjung café ada yang sebagian pergi, tapi ada juga yang memilih tetap berada di café dan melihat kejadian itu dari kejauhan. Mereka merasa 200 meter cukup aman dari bahaya. Tapi pria itu…ya pria itu tampak tenang-tenang saja.

“Kursi, apakah kau berpikir seperti yang kupikirkan?”

“Sepertinya iya…”

Tiba-tiba pria itu berdiri, tidak lupa dia mengancingkan jasnya. Dia berdiri menghadap para pengunjung, dan mengambil sesuatu dari balik celananya. Sebuah pistol!

“Kalian semua diam di tempat!”

DOORR!

Pria itu menembakkan pistolnya ke udara. Semua pengunjung diam, semuanya berjongkok, mencari posisi agar tidak masuk sasaran tembakan. Pria itu tersenyum getir. Dia memandangi semuanya satu-persatu. Tiba-tiba Meja dan Kursi melihat ada air mata yang menggenangi kelopak mata pria itu. Dia tersenyum kembali dengan sedikit menghembuskan napas. Disapunya pandangan ke arah pengunjung satu per satu. Yang dipandang pun tidak berani menatap balik, dan hanya berdoa untuk keselamatan mereka sendiri. Mereka tidak ingin mati hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun