Gerakan perlawanan petani ini memuncak ketika munculnya propagandis dari golongan petani Ciomas Bernama Mohammad Idris dan Arpan membuat petani berani untuk melakukan pemberontakan pada tahun 1886. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 22 Februari 1886 dimana seorang revolusioner petani yang bernama Arpan membunuh tuan tanah kepercayaan Belanda yang merupakan seorang camat di salah satu daerah Ciomas dan dikenal seorang menak yang memihak ke Belanda dari golongan pribumi yang bernama Haji Abdurahim. Peristiwa ini mencapai puncaknya pada tanggal 19 -20 Mei 1886. Dengan penyamaran Moh. Idris dan Arpan mengundang para tuan tanah untuk menghadiri acara syukuran bumi. Acara ini menyuguhkan hiburan rakyat seperti music dan tarian. Mereka pun datang lengkap bersama anggota keluarga. Namun kebanyakan berasal dari tuan tanah pribumi (menak). Pemberontakan pun meletus di tengah perayaan. Para petani sudah mempersiapkan perkakas dan menyerangnya secara membabi buta. Akibatnya 40 orang tewas dan 70 lainnya luka-luka.
Bila diruntut,kelahiran Undang-Undang Agraria 1870 ini memunculkan dampak positif maupun negatif. Dampak negatifnya antara lain Undang-undang ini mengakibatkan konsolidasi besar-besaran kepemilikan tanah di tangan pihak kolonial dan kaum priyayi (kaum elit pribumi yang bersekutu dengan pemerintah kolonial). Sebagian besar tanah diambil alih oleh pihak kolonial atau diberikan kepada kaum priyayi yang setia kepada pemerintah kolonial, sedangkan masyarakat pribumi kehilangan hak mereka atas tanah. Dan secara efektif menghapuskan system hak adat dari kepemilikan tanah pribumi (hak ulayat). Pribumi yang sebelumnya memiliki hak adat terhadap tanah, mereka kehilangan hak tersebut dan kerap diusir dari tanah mereka sendiri demi kepentingan pemerintah terutama bagi penjajah. Tidak sedikit masyarakat pribumi di Jawa Barat yang kehilangan tanah mereka dan dipaksa bekerja sebagai petani dan membayar sewa tanah yang dulunya itu adalah ilik pribadi. Hal ini menyebabkan perubahan yang sangat kontras dalam struktur social dan ekonomi Jawa Barat. Dimana kaum elit pribumi yang mendukung pemerintah colonial menjadi semakin kuat secara ekonomi, sementara masyarakat pribumi semakin terpinggirkan dan terlantar. Dampak dari kebijakan ini memicu perlawanan dari berbagai kelompok masyarakat pribumi, seperti perlawanan agraria dan pergerakan yang sudah dipaparkan sebelumnya dimana para petani berusaha melawan penindasan dan penjajahan kolonial serta untuk mendapatkan kembali hak atas tanah mereka.
Bila diruntut, kelahiran Undang-Undang Agraria 1870 ini memunculkan dampak positif maupun negatif. Dampak positifnya antara lain adalah terbukanya kesempatan bagi penduduk asli Indonesia untuk berhubungan dunia modern (luar), masyarakat asli Indonesia saat itu mulai mengenal uang akibat perubahan sistem pengupahan, masyarakat pribumi juga mengenal hasil bumi yang bisa diekspor dan barang impor dari luar negeri untuk kebutuhan kolonial, industrialisasi perkebunan semakin berkembang dan Hindia-Belanda menjadi negeri pengekspor hasil perkebunan, banyaknya pembangunan jalur transportasi dan penyediaan alat transportasi untuk pengangkutan hasil perkebunan seperti kereta api, pembangunan saluran irigasi dan waduk-waduk untuk pengairan lahan perkebunan. Selain itu terdapat satu dampak bidang sosial dari adanya Undang-undang Agraria 1870 yakni munculnya golongan buruh terutama buruh tani.
Referensi
AP Parlindungan. (1993). Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria. Bandung: Mandar Maju.
Boedi Harsono. (2007). Â Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan.
Cecep Lukman Hakim. (2008). Politik Pintu Terbuka: Undang-Undang Agraria dan Perkebunan Teh di Daerah Bandung Selatan 1870-1929. Ciamis: Vidya Mandiri
Fadhil Yazid. (2020). Pengantar Hukum Agraria. Medan: Undhar Press.
Irvan Tasnur dkk. "Liberalisme dan Monetisasi Ekonomi di Hindia Belanda (1870-1900)" dalam Keraton: Journal of History Education and Culture Vol. 4. No. 2 (2022).
Jim Imadudin.  "Perlawanan Petani di Tanah Partikelir Tanjoeng Oost Batavia Tahun 1916" dalam Jurnal Patanjala Vol. 7 No. 1 (2015).
Muhammad Ilham Arisaputra. (2015). Reforma Agraria di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.