Pengertian Hukum Agraria
Untuk memperoleh pengertian mengenai apa yang disebut dengan Hukum Agraria, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat sarjana, antara lain:
- E. Utrecht
Hukum Agraria (Hukum Tanah) merupakan bagian dari Hukum Administrasi Negara yang mengkaji hubungan-hubungan hukum, terutama yang akan memungkinkan para pejabat yang bertugas mengurus soal-soal agrarian.
- Subekti & Tjitrosubroto
Hukum Agraria adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan orang yang lain, termauk Badan Hukum dengan Bumi, Air, dan Ruang Angkasa dalam seluruh wilayah Indonesia dan mengatur pula wewenang yang bersumber pada hubungan tersebut.
- Boedi Harsono
Hukum Agraria adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik itu tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai agraria. Agraria ini meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya bahkan dalam batas-batas yang ditentukan, serta mengenai ruang angkasa. Hukum Agraria bukan hanya merupakan satu perangkat bidang hukum. Hukum Agraria merupakan suatu kelompok berbagai bidang hukum, yang masing-masing mengatur hakhak penguasaan atas sumber-sumber daya alam tertentu yang termasuk pengertian Agraria. Kelompok berbagai bidang hukum tersebut terdiri atas:
Hukum Tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam arti permukaan bumi.;
Hukum Air, yang mengatur hak-hak penguasaan air.;
Hukum Pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian yang dimaksudkan oleh Undang-undang Pertambangan;
Hukum Perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung dalam air;
Hukum Penguasaan Atas Tenaga dan Unsur-unsur dalam Ruang Angkasa, mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan oleh Pasal 48 UUPA.
- WLG. Lemeire
Hukum Agraria adalah hukum yang mengandung bagian dari Hukum Privat maupun Hukum Tata Negara dan Administrasi yang dibicarakan sebagai suatu kelompok yang bulat.
- SJ. Fockema Andrea.
Hukum Agraria adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan hukum mengenai usaha pertanian dan benda pertanian.
- Soedikno Mertokusumo
Hukum Agraria adalah keseluruhan kaidah-kaidah hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis yang mengatur Agraria.
Pokok-Pokok Hukum AgrariaÂ
Secara garis besar, hukum agrarian setelah berlakunya UUPA dibagi menjadi dua bidang, yaitu:
- Hukum Agraria Perdata (keperdataan)
Adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang bersumber pada hak perseorangan dan badan hukum yang memperbolehkan, mewajibkan, melarang diperlakukan perbuatan hukum yang berhubungan dengan tanah (obyeknya). Contoh: jual beli, hak atas tanah sebagai jaminan utang (hak tanggungan) dan pewarisan.
- Hukum Agraria Administrasi (administratif)
Adalah keseluruhan dari ketentuan hukum yang memberi wewenang kepada pejabat dalam menjalankan praktek hukum negara dan mengambil tindakan dari masalah- masalah agrarian yang timbul. Contoh: pendaftaran tanah, pengadaan tanah, pencabutan hak atas tanah.
Sebelum berlakunya UUPA, hukum agraria di Hindia-Belanda (Indonesia) terdiri dari 5 perangkat hukum, yaitu:
- Hukum Agraria Adat
Yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum agraria yang bersumber pada hukum adat dan berlaku terhadap tanah-tanah yang dipunyai dengan hak-hak atas tanah yang diatur oleh hukum adat;
- Hukum Agraria Barat
Yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum agraria yang bersumber pada hukum perdata Barat, khususnya yang bersumber pada Boergelijk Wetboek (BW);
- Hukum Agraria Administratif
Yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan atau putusan-putusan yang merupakan pelaksanaan dari politik Agrana pemerintah didalam kedudukannya sebagai badan penguasa;
- Hukum Agraria Swapraja
Yaitu keseluruhan dari kaidah hukum Agraria yang bersumber dari kaidah hukum Agraria yang bersumber pada peraturan-peraturan tentang tanah di daerah-daerah swapraja (yogyakarta, Aceh), yang memberikan pengaturan bagi tanah-tanah di wilayah daerah-daerah swapraja yang bersangkutan;
- Hukum Agraria Antar-golongan
Hukum yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa (kasus) agraria (tanah), maka timbullah agraria antar golongan, yaitu keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang menentukan hukum manakah yang berlaku (Hukum adat ataukah hukum barat) apabila 2 orang yang masing-masing tunduk pada hukumnya sendiri-sendiri bersengketa mengenai tanah;
Â
Isi Undang-Undang Agraria 1870
Pada tanggal 9 Apri 1870 pemerintah kolonial Belanda mengesahkan Undang-Undang Agraria yang disebut dengan "Agrarische Wet". Stb 1870 No .55. Undang-Undang ini dibuat di negeri Belanda. Tujuan dari disahkannya undang-undang ini adalah untuk memberi kemungkinan dan jaminan kepada modal besar asing agar dapat berkembang (berinvestasi). Gagasan tentang undang-undang ini muncul dari kepala Engelbertus de Waal, Menteri Jajahan Belanda di Hindia-Belanda. De Waal yang berasal dari golongan liberal mengajukan rencana yang merupakan suatu kompromi yang pada akhirnya melahirkan Agrariche Wet 1870 setelah sebelumnya terjadi perdebatan dan pertentangan panjang antara golongan konservatif dan golongan liberal di Parlemen Belanda. berisi aturan-aturan yang disebut sebagai Pasal 51 "Wet op de Indische staatsinrichiting van Nederl. Indie" yang isinya adalah sebagai berikut:
De Gouverneur-Generaal mag geen granden verkopen;
- In dit verbod zijn niet begrepen kleine stukken grond, bestemd tot uitbreiding van steden en dorpen en tot het oprichten van inrichtingen van nijverheid;
- De Gouverneur-Generaal kan grondenuitvegen in huur, volgens regels bij ordonnantie te stellen. Onder di gronder. Worden niet begrepen de zodanige, door de Inlanders ontgonnen, of als gemene weide, of uit enige andere hoofed tot de dorpen behorende;
- Volgens regels bij ordonnantie te stellen, worden gronden afgestaan in erfpacht voor nieet langer dan vijf en zeventig jaren;
- De Governeur-Generaal zorgt, dat generlei afstand van grond inbreuk make op de rechten der Indlase bevolking;
- Over gronden, door Inlanders voor eigen gebruik ontgonnen of als gemene weide of uit andere hoofed tot de dorpen behorende, wordt door de Gouverneur-Generaal niet beschikt dan ten algemene nutte, op de voet van artikel 133 en ten behoeve van de op hoog gezag ingevoerde cultures volgens de daarop betrek-kelijke vedordeningen, tegen behoorlijke schadeloos-stelling;
- Grond, door Inlanders in erfelijk individueel gebruik bereten, woordt op aanvrag van de rechtmatige bezit-ter, aan deze in eigendom afgestaan onder de nodige beperkinged, bij ordonnantie fe stellen en in de eingendomsbrief uit te drukkken ten, aanzien van de verplich-tingen jegenes de lande en de gemeente en van de bevoegdheid tot verkoop aan niet-Inlanders;
- Verhuur of ingebruikgeving van ground door Inlanders aan niet-Inlanders geschiedt/volgens regels bij ordonnantie te stellen.
Dalam terjemahkan pada Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :
- Gubernur Jenderal tidak boleh menjual tanah;
- Dalam larangan ini tidak termasuk penjualan tanah kecil untuk keperluan perluasan kota dan desa dan untuk mendirikan perusahaan-perusahaan;
- Gubernur Jenderal dapat menyewakan tanah dengan peraturan perundang-undangan. Dalam peraturan ini tidak termasuk tanah-tanah yang telah dibuka oleh rakyat asli atau sebagai pengembalaan umum atau sebab-sebab lain untuk kepentingan desa;
- Menurut peraturan yang ditetapkan dengan ordonansi diberikan tanah dengan hak erfpacth selam waktu tidak lebih dari 75 tahun;
- Gubernur Jenderal menjaga agar jangan sampai ada pemberian tanah yang melanggar hak-hak rakyat Indonesia asli;
- Gubernur Jenderal tidak boleh mengambil tanah-tanah yang telah dibuka oleh orang-orang Indonesia asli untuk keperluan mereka sendiri atau tanah-tanah kepunyaan desa sebagai tempat penggembalaan umum berdasarkan Pasal 123 dan untuk keperluan perusahaan tanaman yang diselenggarakan atas perintah atasan dengan pemberian ganti rugi yang layak;
- Tanah yang dipunyai orang Indonesia asli dengan hak milik (hak pakai turun temurun) atas permintaan yang sah diberikan kepadanya dengan hak eigendom dengan pembatasan-pembatasan seperlunya agar ditetapkan dengan ordonansi dan dicantumkan di dalam surat eigendomnya, yaitu mengenai kewajibannya terhadap negara dan desa serta wewenang untuk menjualnya kepada bukan orang Indonesia asli;
- Menyewakan tanah atau menyerahkan tanah untuk dipakai oleh orang-orang Indonesia asli kepada bukan orang-orang Indonesia asli dilakukan menurut Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan dengan ordonansi.
Pembahasan pada masa penjajahan ini ditekankan pada politik hukum Agraria kolonial sebagaimana tercantum dalam Agrarische Wet dan Agrarische Besluit dengan slogan/pernyataan domein (domein verklaring), dan dualisme hukum Agraria. Pasal 1 dari Agrarisch Besluit inilah yang memuat suatu pernyataan penting yang telah cukup dikenal yaitu Domain Verklaring, yang menyatakan bahwa "semua tanah yang tidak terbukti bahwa atas tanah itu ada hak milik-mutlak (eigendom) adalah domain negara (domain negara maksudnya milik negara)". Agrarisch Besluit 1870 inilah menjadi tonggak penting swastanisasi perkebunan di Hindia Belanda. Agrarische Wet merupakan Undang-Undang yang dibuat oleh Belanda pada tahun 1870. Undang-Undang ini berisi mengenai hukum tanah administrasi yang diberlakukan kepada seluruh tanah jajahan Belanda, juga Undang-Undang ini dijadikan sebagai landasan hukum bagi aturan-aturan yang akan dikeluarkan oleh pemerintah kolonial dalam kaitan pembagian atas penguasaan tanah baik oleh pemerintah, masyarakat pribumi maupun nonpribumi. Hukum agrarian di lingkungan administrasi pemerintah dibagi pada perangkat peraturan perundang-undangan yang memberikan landasan hukum bagi penguasa dalam melaksankan kebijakannya dibidang pertanahan.