"Aku harus cari uang dulu," balas Delfan sambil menatap kedainya. Adriani mengangguk penuh simpati, lalu mengepalkan kedua tangannya sambil berucap, "Semangat!"
"Jangan lupa besok datang lagi." Delfan berkata sambil tak bisa menahan senyumnya.
Selang beberapa menit, Adriani menyedot jus stroberi sambil menunduk, pikirannya mendadak mengembara ke dunianya yang penuh tekanan dan masalah hidup yang menganga, siap menelannya bulat-bulat. Â Bulir air matanya jatuh ke dalam gelas jus. Ia menangis tanpa suara. Kantin berjalan seperti biasa, seolah tak ada yang tahu bahwa gadis itu sedang menangis di balik poni dan rambut panjangnya.
"Kamu nggak tanya kenapa aku menangis?" tanya Adriani dengan sisa isaknya.
"Nggak. Tapi, kalau mau ngasih tahu, aku akan dengar dengan senang hati."
Adriani tertawa. Pipinya bersemu merah lagi. Harinya yang begitu kusut berhasil disegarkan oleh segelas jus stroberi buatan Delfan. Kepahitan demi kepahitan yang ia telan selama ini berhasil berkurang sejak ia menangkap senyum Delfan setiap hari, di kantin itu.
***
Satu minggu berlalu, Adriani kembali mengunjungi kantin kampus, tetapi ia tak kuasa untuk memesan apapun. Dia tak bisa lagi menyegarkan pikirannya dengan jus stroberi.Â
Sehingga setidaknya, ia bisa sedikit menetralkan kepahitan hidupnya dengan melihat senyum manis lelaki favoritnya. Adriani hanya duduk di depan kedai, mengamati gerak gerik Delfan yang sibuk. Sesekali mereka bertemu pandang dan tersenyum. Delfan yang sudah melayani semua pembelinya, kini memutuskan untuk mendekati gadis yang telah dinantinya.
Mata mereka bertemu pada satu titik, segelas jus stroberi dengan warna merah khas stroberi, tanpa susu, tanpa gula, dan sedikit es.Â
"Jus stroberinya gratis," ujar Delfan membuka obrolan.