Mohon tunggu...
Rangga Aris Pratama
Rangga Aris Pratama Mohon Tunggu... Buruh - ex nihilo nihil fit

Membaca dan menulis memiliki kesatuan hak yang sama, seperti hajat yang harus ditunaikan manusia setelah makan dengan pergi ke toilet setiap pagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Yang Mereka Lakukan Sebelum Mati

7 Juni 2022   15:16 Diperbarui: 9 Juni 2022   16:32 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi hari itu dagangannya laku keras, sebelum siang semuanya sudah habis-habisan diborong. Saking senangnya, ia tinggalkan kotak kayu kosong yang biasa ia pakai sebagai rak.

Diletakannya kotak kayu itu dekat tempat perlelangan ikan, supaya ibunya tidak bingung mencarinya saat makan siang nanti. Cebolang berlari kepantai dan tak muncul lagi. Dan ketika ada yang menyadari bahwa seseorang terhanyut ombak, semuanya sudah terlambat.

Cebolang anak yang rajin itu, cebolang anak penurut, cebolang yang haus kasih sayang, cebolang yang malang. Tak bisa membantu ibunya berjualan lagi. 

Hari itu dagangannya habis, juga usianya. Cebolang telah berjualan sejak usianya 10 tahun. Saat anak lain masih disibukan dengan permainan. Cebolang sibuk menawarkan dagangan.

Cebolang mrantasi sebagai peringan beban ibunya centini yang menjanda setelah ditinggal mati wijo jiwo suaminya. Mantan bromocorah itu mati setelah kepalanya terlindas ban truk sebelum lama bertobat dan beralih profesi jadi kernet.

Matinya wijo jiwo praktis membuat dapur tak lagi ngebul. Centini putar otak dan gegayuhan. Berbekal keterampilannya membuat telor asin. Centini lepas dari ketergantungannya pada nafkah wijo jiwo.

Tolak ke pasar dari rumahnya setelah subuh, siangnya menyusul cebolang ke pantai demi mengantar bekal makan siang untuk putra semata wayangnya itu. Tak sabar menantikan siang hari, centini duduk sambil senyum - senyum. Membayangkan cebolang bersantap siang.

Centini sangat senang memasak untuk cebolang, anak itu tak nampik apapun selama itu dapat membuat perutnya terisi. Walau tidak sampai kenyang sebab harus berbagi porsi dengan ibunya.

Saat ada seseorang datang pada centini dan mengabarkan bahwa cebolang tenggelam di laut, centini langsung berlari. Berlari dari tempatnya menuju pantai dengan tenaga yang tidak dapat diimbangi oleh manusia manapun. 

Orang-orang hanya dapat memandanginya dengan melempar iba, tidak kuasa berbuat apa-apa. Untuk sekedar tumpangan saja ditolaknya, walaupun jarak antara pasar dan laut sangat jauh, cukup membuat pria dewasa kehabisan nafas bila berlari melewatinya.

Keringat yang mengucur deras, kerudung yang semburat dari posisinya, sandal japit yang sudah tak diacuhkan, putus dan tertinggal entah dimana. Dengkul yang lecet akibat benturan dengan aspal juga tak lagi terasa perih, hatinya lebih perih ketimbang luka fisik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun