Mohon tunggu...
Rangga Aris Pratama
Rangga Aris Pratama Mohon Tunggu... Buruh - ex nihilo nihil fit

Membaca dan menulis memiliki kesatuan hak yang sama, seperti hajat yang harus ditunaikan manusia setelah makan dengan pergi ke toilet setiap pagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Bagaimana Mar Doyot Jadi Penulis

21 April 2022   16:17 Diperbarui: 23 April 2022   12:21 863
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://komunitaskretek.or.id/opini/2017/07/merokok-di-ruang-privat-bukanlah-urusan-bima-arya/

Disclaimer : Cerita ini hanya karangan belaka, hanya ditulis demi kebutuhan kisah dan tidak ditujukan untuk menjatuhkan pihak manapun.

Adalah Mar Doyot. Lelaki itu selalu melamun di teras rumah, dengan atau tanpa rokok yang terselip diantara telunjuk dan jari tengahnya.

Saat tanggal sedang muda, biasanya mar doyot merokok filter, lalu pindah ke kretek dan ganti tembakau lintingan, sampai akhirnya tidak merokok sama sekali karena kehabisan cengkeh. Kadang papir yang ketumpahan kopi juga jadi penghalang sebatnya.

lelaki linglung itu yang kelak jadi penulis besar
                                     
***

"Cinta dan Kesejahteraan lah yang semestinya lebih langgeng bukan masa jabatan" Mar Doyot menutup puisinya dengan pesan yang lugas. Di bawahnya kerumunan pecah dengan sorak-sorai, menyanyikan mars mahasiswa, saling merangkul dan berjalan arak-arakan sambil sesekali meneriakan sumpah serapah bernada perlawanan.

Saat ada demo menentang kebijakan negara, mar doyot akan ditugaskan membaca puisi di tengah orasi, memang dikalangan mahasiswa mar doyot terkenal dengan susastra-nya, terlepas itu adalah jurusan kuliah mar doyot.

Jika dalam demo ada orang yang membakar semangat pemberontakan dan menyampaikan poin-poin tuntutan dengan berapi-api, mar doyot adalah air penenangnya. Mar Doyot adalah pertunjukan, aba-aba tidak tertulis yang sudah dipahami oleh seluruh mahasiswa.

Saat kondisi mulai tidak ramah dan berbumbu emosi, Mar doyot akan menyaut mic dari genggaman pemimpin orator dan langsung membacakan puisi atau sekedar lelucon sarkas. 

Mar doyot memang bukan bintang utama dalam sebuah demonstrasi, tapi penampilannya selalu jadi patokan: Suasana akan sejenak hening ketika mar doyot tampil keatas. 

Pemimpin orator akan menghormati waktu kosongnya dengan memperhatikan mar doyot. Seiring waktu berjalan, cinta tumbuh seperti kebijakan negara yang putusannya jatuh tiba-tiba dan selalu jadi pemicu orasi mahasiswa. Walau sama-sama dibuat gusar, sekali ini pemimpin orator pilih nurut.

Sumber pemicu tidak ditanggapi perlawanan. Rupanya Puisi-puisi mar doyot menempel lekat dalam hati nya dan membuatnya menerima apapun kehendak mar doyot, sebab dianggapnya tidak sampai membuat derita rakyat. Apabila ada kemungkinan menderita-pun akan ia kuasai untuk dirinya sendiri.

***

Buna Sari namanya, perempuan cekatan itu adalah mahasiswi sekaligus aktivis yang getol membela rakyat. Tak terhitung berapa kali ia maju menyuarakan tuntutan atau menuntut kejelasan atas apa yang sedang dilakukan pemerintah saat masa-masa sulit melanda rakyat.

Perempuan yang seakan tidak gentar terhadap apapun. Sudah jadi rahasia umum bahwa orang-orang yang vokal menyuarakan pendapat akan berakhir dengan nasib yang tidak jelas. Tiba-tiba menghilang atau dikriminalisasi tanpa ada kelanjutan usut kasus sama sekali.

Maka dari itu, saat orasi mulai naik menuju puncaknya, Mar doyot akan menyaut mic dari gengaman perempuan ini dan membacakan puisi. Sebuah puisi yang meredam nyala api dan menyulapnya menjadi setenang air danau. Puisi mar doyot pula-lah yang berhasil menghipnotis buna sari sampai-sampai mau diperistri oleh mar doyot.


***

Saban hari kerjaan mar doyot hanya duduk di teras rumah sambil ngopi dan udud. Awal-awal dulu mar doyot bekerja di pabrik konveksi. Tapi setelah ada PHK besar-besaran mar doyot terpaksa menganggur. Walaupun sebenarnya, ia lebih suka santai-santai begitu: Membaca buku, ditemani pisang goreng buatan buna sari, sambil mencecap kopi sebentar-sebentar lalu sebat.

Buna sari tidak kurang sering mengingatkan mar doyot untuk lekas cari kerja, tapi mar doyot hanya membalasnya dengan puisi, kadang-kadang cerpen, kadang-kadang pantun. Mar doyot menganggap uang warisan yang diterimanya tidak akan habis. Sampai pada akhirnya Buna sari melapor sisa saldo kepadanya.

" Uang kita habis mas, tak taulah itu bisa mencukupi kebutuhan kita sampai akhir bulan atau tidak " kata buna sari dengan suara yang menggaung seakan tidak mau keluar dari dalam kuping mar doyot.

" Ah, Itu bukan perkara sulit buna sari. Suamimu ini akan segera menjadi penulis besar"
" Aku telah mengirimkan 500 judul puisi untuk di terbitkan" Kata mardoyot menanggapi

" Puisi?, jangan bercanda mar doyot!"

" Siapa yang sedang bercanda wahai istriku buna sari. Aku serius mengenai ini"

" Terserah kau lah, susah omong dengan orang pintar" keluh buna sari sebelum meninggalkan mar doyot dengan pemikiranya yang terbalik itu.

Buna sari sebenarnya mengatakan bahwa mar doyot adalah 'bodoh' tetapi kebodohan mar doyot tidak sampai menalarnya demikian.

Mar doyot tetap melanjutkan kebiasaanya. Menyeduh kopi dan sebat sambil membaca buku, walau pisang goreng buatan buna sari tidak ikut menemani lagi. Buna sari sendiri kini sibuk dengan kue-kuenya dan sendirian mengantarkan dagangan kerumah-rumah, kadang juga dibantu ojek.

Mar doyot akan menyambut kepulangan buna sari dari teras rumah dengan ramah dengan imbuhan puisi tentang pengorbanan cinta. Buna sari akan dingin saja sambil terus berlalu kedalam rumah melanjutkan pekerjaan sebagai istri.

" Aku telah menulis 300 cerpen dan aku akan kirimkan ke penerbit" kata mar doyot setelah perutnya kenyang.

Buna sari tidak menyauti omongan mar doyot dan tetap membereskan meja makan dengan gerakan tangan cepat solah-olah jijik dan segera ingin kabur.

" Tebak apa yang akan membuat cerpen ini meledak?" Tanya mar doyot. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tidak butuh jawaban. Hanya trik lama untuk memancing perhatian buna sari.

" Satu-satunya yang dapat membuat cerpenmu meledak adalah bubuk mesiu suamiku" Buna sari tergoda untuk menanggapi kekonyolan suaminya itu.

" Tidak, tidak, tidak. Bukan itu sayang"
" Aku telah mencantumkan nama pena pada cerpen-cerpen yang ku kirimkan, itu yang akan membuatnya meledak"

Buna sari kembali diam dan tetap beres-beres: Kali ini, ditatanya piring berjejer setelah selesai dilap kering. Buru-buru cuci tangan dan segera meninggalkan dapur.

***

Paginya buna sari mendapat sebuah amplop," surat?" terkanya dalam batin. Dibukanya surat itu dan menemukan secarik kertas bertuliskan. " Nama pena ku adalah ISAR LIONA " dibumbui dengan puisi bernuansa pagi dan tanda hati di sisi kanan atas. Dilemparkannya kertas itu setelah meremasnya jadi bola, melesat lurus mengenai hidung mar doyot yang sedang tidur.

Dulu saat jadi orator, buna sari sangat vokal menentang ketidakadilan, sangat gigih menyuarakan aspirasi sampai tuntutannya tercapai dan sampai ada pergerakan nyata dari pemerintah yang menjabat.

Tapi saat buna sari jadi istri mar doyot suaranya tak lagi lantang, hak-hak nya terpinggirkan tanpa ada keinginan lagi untuk melawan. Rupanya ada yang lebih tebal daripada telinga pejabat, yaitu telinga suaminya, mar doyot.

" Tak suka kah kau dengan nama penaku?"

Buna sari diam dan maju jalan.

***

" Kemana perginya semua buku-ku buna sari ?"

" Mana kutahu ISAR LIONA!, bukankah kau penguasa buku - buku itu?"

" Tadi semuanya masih ada di rak sebelum aku tinggal pergi ke warung"

" Salahmu sendiri tidak berpesan pada buku-bukumu untuk diam saja seperti dirimu selama ini "

" Bukankah buku memang benda mati istriku?"

" Tepat sekali !" kata buna sari mengakhiri percakapan mereka siang itu. Sedangkan yang ditinggal bertambah bingung. sebab pertanyaanya tidak menemukan jawaban.

Mar doyot memikirkan kemungkina-kemungkinan yang bisa terjadi pada bukunya dan berakhir pada kesimpulan.

" Mungkin buku-buku itu memang hidup dan memiliki pikiranya sendiri "
Angin menggulung debu sampai ke teras rumah dimana mar doyot lumrah ada
" Baiklah kalo begitu aku akan mengarang buku ku sendiri" mar doyot berkata dalam nada optimis.

Buna sari mengumpulkan uang yang diperolehnya dari menjual buku bekas milik mar doyot, membeli mesin jahit dan menghadiahkan kepada mar doyot saat mar doyot berada pada puncak lamunanya di suatu siang yang panas.

" Apa yang sedang kau bawa itu istriku?" tanya mar doyot

" Itu buku mu" Jawab buna sari

" Tentu saja bukan istriku yang cantik, jelas jelas itu sebuah mesin jahit" katanya lagi

" Akhirnya kau menemukan otakmu kembali, hai ! mar doyot. Memang itu adalah mesin jahit, itu temanmu mulai sekarang. Kau sudah terlalu gila untuk jadi suamiku. Tidak usah banyak omong dan mulailah bekerja. Berhentilah mimpi bodoh seperti itu mar doyot, tau diri lah kau"

Buna sari memegang leher mar doyot seperti memegang mic untuk berorasi, teriakanya juga masih oke untuk ukuran orator yang lama vakum.


"Asal kau tahu saja aku memilihmu sebab kau mampu melindungiku dulu-dulu itu, bukan berarti aku mencintaimu" Buna sari menambahkan apinya seakan tak ingin kemarahannya padam begitu saja


" Kau ingin tahu pendapatku tentang nama pena mu itu hai mar doyot?, itu adalah nama yang absurd ! Lebih baik pakai nama IRASIONAL biar sama seperti jalan pikirmu"

Bagai kinantan hilang taji, Mar doyot diam tak berkutik dan tertunduk lesu.

***

Hari-hari mar doyot kini ia jalani sebagai seorang penjahit baju. Buna sari yang menawarkan dan merancang bajunya.

Bisnis buna sari pesat dan berkembang, itu berkat jahitan mar doyot yang rapih dan tidak gampang robek. Merek dagangnya terkenal dan buna sari mulai membayar orang untuk membantu pekerjaanya. Biar begitu Mar doyot tetap dipertahankan.

Pada suatu siang buna sari mendapat telfon dari penerbit yang ingin berbicara dengan mar doyot dan tertarik menerbitkan karyanya.

" Selamat siang pak mar doyot, saya dari penerbit xyz, saya suka sekali dengan novel anda. Tulisan anda begitu jujur dan memiliki kepedihan yang orisinil. Boleh kami menerbitkan novel anda yang berjudul ' Derita seorang Suami ' itu pak?"

" Iya silahkan" kata mar doyot.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun