***
Paginya buna sari mendapat sebuah amplop," surat?" terkanya dalam batin. Dibukanya surat itu dan menemukan secarik kertas bertuliskan. " Nama pena ku adalah ISAR LIONA " dibumbui dengan puisi bernuansa pagi dan tanda hati di sisi kanan atas. Dilemparkannya kertas itu setelah meremasnya jadi bola, melesat lurus mengenai hidung mar doyot yang sedang tidur.
Dulu saat jadi orator, buna sari sangat vokal menentang ketidakadilan, sangat gigih menyuarakan aspirasi sampai tuntutannya tercapai dan sampai ada pergerakan nyata dari pemerintah yang menjabat.
Tapi saat buna sari jadi istri mar doyot suaranya tak lagi lantang, hak-hak nya terpinggirkan tanpa ada keinginan lagi untuk melawan. Rupanya ada yang lebih tebal daripada telinga pejabat, yaitu telinga suaminya, mar doyot.
" Tak suka kah kau dengan nama penaku?"
Buna sari diam dan maju jalan.
***
" Kemana perginya semua buku-ku buna sari ?"
" Mana kutahu ISAR LIONA!, bukankah kau penguasa buku - buku itu?"
" Tadi semuanya masih ada di rak sebelum aku tinggal pergi ke warung"
" Salahmu sendiri tidak berpesan pada buku-bukumu untuk diam saja seperti dirimu selama ini "