Kemudian perempuan itu duduk berhadapan-hadapan dengan saya.
Tentu saja tiket-nya memang merujuk pada kursi di depan saya, dan perempuan itu jelas tidak sedang melakukan itu dengan sengaja, tapi saya merasa bahwa perempuan itu memang menargetkan saya.
Tampak dari perilakunya yang janggal saat saya bantu meletakan tasnya tadi, dia dengan entengan menyenggolkan dadanya ke punggung saya supaya saya merasa bersalah dan mengajaknya ngobrol.
Jika itu terjadi pada penumpang lain tentu mereka akan marah, tapi saya kan tidak.
Saya sebenarnya tidak senang basa-basi atau tanya hal yang tidak penting pada seseorang. Namun berhubung saya terjebak dalam situasi sulit, saya ganti juga setingan saya yang pendiam itu.
Perempuan itu bernama feliscia, namanya terdengar seperti nama ilmiah kucing "felis catus" tapi tentu saja bukan itu yang dimaksudkan oleh orang tua-nya.
Katanya "feliscia" punya arti seseorang yang diberi keberuntungan. Walau belum apa-apa feliscia sudah mengeluh atas nasib sial yang menimpa-nya belakangan ini.
Saya ketahui ternyata feliscia kabur dari suaminya dan hendak pulang kerumah asalnya.
Ia mengaku tidak tahan dengan tingkah suaminya yang tidak pernah pulang, dan menurut pengakuan feliscia suaminya bahkan tidak tahu bahwa istrinya sedang lari darinya.
Saya tidak bertanya mengenai, mengapa suaminya tidak pernah pulang dan mengapa pula ia meninggalkan suaminya itu. Tapi feliscia berkata terus terang ingin menceritakan sebab musabab pelariannya, juga penderitaannya selama ini pada saya.
Menurut penuturan feliscia, suaminya tidak pernah menjadikannya sebagai prioritas, malahan terus bekerja walau uang sudah terkumpul banyak. Sebenarnya suaminya bukan tidak pulang, tapi pulangnya terlalu malam sampai-sampai tidak bergairah melakukan apapun, sekedar ngobrol pun tidak.