Saya sedang mengasihi annelis melema istri minke itu, sungguh perempuan rapuh dengan nasib yang begitu malang.
Seorang istri diambil paksa dari haribaan suaminya sendiri oleh kakak tiri yang sebenarnya tidak menghendaki apa-apa selain afirmasi bahwa dirinya memiliki kuasa untuk melakukan apa saja suka-suka.
Bagaimana bisa manusia berbuat demikian kejam terhadap manusia lain.Â
Bagaimana seseorang mengaku bahwa dirinya memiliki hak kuasa terhadap orang lain sedangkan manusia pada hakekatnya terlahir bebas ke dunia ini.
Atas ijin siapa manusia dapat menentukan apa-apa saja yang baik dan tidak baik pada manusia lain, lalu memutuskan "itu keliru", "ini keliru", "sesat" sedangkan semuanya saja tidak tahu apa yang telah dilalui-nya atau apa yang menanti-nya di hari depan.
Pertanyaan berlari-lari dalam kepala saya, mengajak saya memikirkan alasan pelarian saya.
Saya tutup buku, lalu saya masukkan ke dalam tas, dan mengeluarkan buku lain sebagai ganti; Seorang perempuan dengan tas besar datang dan berusaha menjangkau bagasi di atas tempat duduk saya.
Rupanya bagasi kereta terlalu tinggi baginya. Sampai-sampai pusarnya mengintip dari balik kaos ketatnya yang tersingkap sebentar.
Saya perhatikan perempuan itu punya kulit bagus, bentuk pusarnya bukan yang bodong.
Badannya terlihat prima dan cukup berisi; belum sampai disebut gemuk, sintal begitu mungkin penamaan yang tepat.
Akhirnya saya jadi merasa rugi menganggurkannya begitu saja. Saya sigap pasang badan, dan dengan sekerjap tas besar itu sudah nangkring pada bagasi kereta.Â