Saya berumur 19 saat memutuskan untuk pergi dari rumah. Saya sendiri ragu dengan tujuan saya pergi, hanya saja, rasanya ingin melayap jauh-jauh meninggalkan jati diri saya ke tempat yang benar-benar baru.
Saya ingin menumpang pesawat ulang-alik dan pergi ke bulan atau planet mana saja yang tidak ada manusianya, apabila itu dapat saya lakukan. Sayangnya tidak.
Saya harus puas dengan tiket kereta yang saya pesan ngawur saja, selama itu dapat menjauhkan saya dari rumah. Saya tidak ambil pusing kemana saya akan pergi dan apa yang akan saya lakukan kemudian.
Mungkin saya akan cari kerja, atau mengamen, atau mengemis, entahlah. Kalau perlu saya akan menipu orang untuk dapat makan.
Ya, makan. Karena itu saja yang penting bagi manusia.
Kereta melaju semakin cepat, seperti anak panah yang lepas dari busur-nya, melesat maju tak terhenti-kan. Melaju lurus laksana pedang terhunus membabat angin membabi buta.
Tak boleh ada yang mengganggu laju-nya, atau akan menemui ajal sebelum sempat berkedip mata. Sedangkan saya di dalam, tidak bergoyang kecuali sedikit.
Bangku-bangku tempat duduk semuanya terisi penuh, barangnya juga macam-macam jenisnya. Orang duduk berpasang-pasanggan, tinggal saya sendirian tanpa teman ngobrol, hanya tas kecil isinya buku lama.
Ada yang terlihat senang, dan tak berhenti memandang keluar jendela sambil mengobrol, ada yang dipaksakan tidur, ada yang membaca koran namun terbalik, ada yang menyantap bekal makanan seperti orang kesurupan, ada yang duduk tapi sebenarnya ingin telentang, ada yang dapat tempat duduk tapi mondar-mandir dalam gerbong.
Ada juga yang sibuk sendiri seperti saya.