Mohon tunggu...
Rangga Aris Pratama
Rangga Aris Pratama Mohon Tunggu... Buruh - ex nihilo nihil fit

Membaca dan menulis memiliki kesatuan hak yang sama, seperti hajat yang harus ditunaikan manusia setelah makan dengan pergi ke toilet setiap pagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pantulan Mudigah

15 Maret 2022   15:00 Diperbarui: 19 Maret 2022   11:47 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" wuhu, darah dan lendir "

teriak peri air " ayo,ayo keluarkan lagi"

" aduh sakit, perih sekali" celetuk pohon ketapang

" berhentilah mengeluh, lihatlah perempuan itu jauh lebih kesakitan. Barang kali ia sedang menanggung kesakitan seluruh umat di muka bumi sekarang ini"


Perempuan itu meregang kencang, melonglong seperti serigala sambil merengkuh pohon ketapang dan mencabik-cabiknya. Kemudian muncul suara seperti seorang sedang bersenandung, vocalnya tidak terdengar jelas tapi nadanya begitu indah kedengaran. 

Pohon-pohon ketapang tertidur mendengarnya, peri air hampir membeku sedangkan perempuan itu meong-meong.

" Saya kira itu mudigah nabi, kau akan melahirkan seorang nabi nona " peri air sumringah memberi tahu " ayo lekas mengejan"

Perempuan itu mengerang panjang, dan benjolan di perutnya perlahan turun kearah lutut. Kemudian terdengar sentakan seperti peluru yang berhasil di tembakan.

" Haaakh!" suara perempuan itu tertambat di tenggorokannya, suara lain meneruskan dengan lebih nyaring. Suara tangisan yang paling nyaring yang pernah di dengar oleh telinga.

Pohon - pohon ketapang terbangun kaget. Bahkan manusia-manusia yang sedari tadi sibuk dengan kelakuannya sendiri-sendiri mulai terusik dengan tangisan itu dan mencari-cari sumber dari suara.

Tentu saja mereka kaget bukan kepalang saat menyadari sumber suara tangisan itu datang dari sebuah pantulan genangan air yang letaknya persis di sebelah pohon ketapang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun