” Anak-anak masih sibuk kerja pak, biar saja, lebaran depan anak-anak bakal pulang” bisik sang istri pada karmoiran lembut dan sedikit terbata, mengakhiri percakapan singkat mereka malam itu.
Suaran mereka tak terdengar lagi, rupanya mereka sudah terlelap dan sedang bermimpi bertemu dengan anak-anak mereka. Hening berganti suara konser jangkrik dan suara rintik hujan yang menentramkan.
Mereka terlelap semakin dalam, karmoiran dan istrinya.
Pagi- pagi sekali tuanku bangun dengan begitu bersemangat, terdengar dari nada bicarannya yang tegas. Karmoiran pamit pada istrinya untuk langsung pergi ke pasar ikan selepas sembahyang di surau.
" Naik apa pak?" tanya sang istri
" Bareng tukimin si tengkulak beras."
Si uang bau pergi keluar dari songkok karmoiran, di tinggal bersama istrinya itu. Kini hanya tersisa aku dan satu uang bau di songkok karmoiran.
Sambil berucap salam pada istrinya, Karmoiran bergegas pergi ke surau dengan langkah tegas dan mantap seolah hari ini adalah hari yang sangat ia nantikan sejak lama.
" Pak Iran sudah sehat pak? " tanya tukimin.
Dari dalam songkok terasa kepala karmoiran mengangguk tanda mengiyakan. Kemantapkan hati karmoiran membuat tukimin kemudian membawa serta karmoiran ke pasar ikan.
Pagi yang sibuk di sebuah pasar ikan. Seperti namanya, pasar ikan tentu lengkap dengan bau amis dan suasana riuh ramai, beberapa laki-laki memanggul kotak berisi ikan, Sementara para pedagang bersiaga di lapaknya masing-masing menata daganganya sambil mengipasi lalat yang ramai hinggap.
Pagi itu Karmoiran berkeliling pasar menyapa setiap pedagang yang di temuinya dan setiap orang yang bersisih pandang denganya berkata lama tak berjumpa.
Sesaat kemudian dia menyalami seorang bapak-bapak penjual ikan, bercakap-cakap mengenai sakitnya dan juga berita tentang wabah yang sempat membuat geger.