Mohon tunggu...
Rangga Aris Pratama
Rangga Aris Pratama Mohon Tunggu... Buruh - ex nihilo nihil fit

Membaca dan menulis memiliki kesatuan hak yang sama, seperti hajat yang harus ditunaikan manusia setelah makan dengan pergi ke toilet setiap pagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Lunas

4 Februari 2022   10:30 Diperbarui: 19 Maret 2022   12:16 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.flokq.com/blog/id/pasar-ikan-jakarta

Tuanku bercakap – cakap dengan calon pemilikku yang baru, sekilas kuketahui namanya itu Karmoiran. Percakapan menjalar dari hal remeh yang saling dihubung-hubungkan, terdengar seolah mereka adalah kerabat satu trah yang lama terpisah.

Pembicaraan mengerucut menjadi kesepakatan dan sampai pada ujung pangkalnya juga. Tambahan sejumlah rupiah yang tak seberapa nilainya, lumrah terjadi sebelum aku di pindah tugaskan.

Karmoiran memiliki tangan yang kasar, tubuhku dapat merasakan kerja keras nya. Dia pasti hidup susah selama ini. Seperti kebiasaan orang susah yang pernah memiliki-ku, aku tahu belaka, bahwasannya aku tidak akan disimpan ke dalam dompet yang bagus bersama lembar-lembar yang secantik diri aku.

Walaupun yang seperti itu masih lebih aku sukai dari pada yang ku alami dua hari yang lalu, waktu aku masih bertuan Lar Gentho si preman sontoloyo. Pada mulanya aku kira aku akan nyaman berada disana, di dompet kulit yang lembut.

Tubuhku terasa hangat berhimpitan dengan lembaran warna merah dan biru penuh sesak, tapi pada penghujung cerita aku diberikan secara sembrono dengan diselipkan di celah paha seorang perempuan nakal saat dia tertidur, setelah berjam-jam di ajak bercinta seperti kuda perang oleh Lar Gentho.

Setelah berjabat tangan, tuanku yang lama berpamitan dengan tuanku yang baru ini, Karmoiran si orang tua miskin. paling tidak aku akan segera berpindah ketempat lain.

Orang susah biasanya tak mau berlama-lama menyimpanku.

Kenyataannya memang begitu, aku diselipkan kedalam celah songkok Karmoiran bersama dua lembar uang bau dan satu lembar uang kumal yang hampir sobek. Kemudian, dibawanya aku pulang ke rumah Karmoiran.

Aku mengintip sebentar dari celah songkok karmoiran, sebidang rumah pelana beratap genteng tanah berwarna coklat kehitaman akibat lumut dan air hujan yang telah mengendap.

Lantai rumah dari tanah, penutup dapurnya dari seng yang telah gerimpis oleh karat. Pintu masuknya dari triplek dengan pegangan tali rafia yang di beri penyangga potongan bambu, dan di paku pada tengah-tengahnya serupa baling-baling.

Hanya terdapat empat bilik pada rumah itu, bilik pertama adalah kamar yang dibiarkan kosong, bilik kedua ada kasur yang telihat lawas dan sepertinya sudah keras. Yang tersisa dari dapur nya hanya soblok, rak piring, sendok, tungku dari gerabah , gentong beras kosong dan kayu bakar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun