perang telah usai. Agenda – agenda tipu daya telah terlaksana. Prajurit-prajurit yang selamat kembali ke dalam pelukan wanita mereka membawa pulang birahi yang meledak-ledak.
1918,Meninggalkan kengerian medan perang yang dingin sekaligus panas oleh kobaran semangat menggempur.
Bunyi ranjau darat yang menyentak, bedil-bedil, kapal laut dan kapal udara dan meriam dan teng berdengung melipir menjauh.
Seragam lusuh yang lekat dengan bau mesiu dan darah amis dari medan tempur di tanggalkan.
Dimasa damai laki-laki dan perempuan tidak saling memilih, hanya berjalan lurus membawa mata nyalang mereka kemudian mencumbu siapa saja dalam jangkauan.
Direngkuhnya wanita-wanita itu dengan hasrat yang menggunung seperti bisul yang siap meletuskan cairannya sampai muncrat dan meleleh.
Seluruh negeri berpestapora.
” Perang telah usai, perang telah usai ” seru hampir seluruh umat.
Euforia dan gelora jiwa terus saja mekar setiap kali membuka mata, bahkan mereka ingin lama-lama menunda tidur demi menikmati jagat ini sedikit lebih lama bersama martini dan lantunan jazz yang lembut.
Musik-musik mengalun berputar-putar bahkan dalam kepala seorang bayi sekalipun.
Terutama Jazz yang berkembang sangat pesat, melahirkan aliran irama baru yang segar.
Seni dekorasi dan kebudayaan baris-berbaris sebagai pijakan karya-karya brilian berikutnya.
Industri film, industri fashion dan gedung-gedung dan pabrik-pabrik semuanya larut dalam kegairahan. Seluruh negeri berbenah untuk kemakmuran.
Manusia tamak lahir dari setiap lubang kancing pakaian mereka sendiri, kasih sayang berubah menjadi kebinatangan yang mesra dan intens.
Jagat dunia menjadi riuh dengan penciptaan serba baru, revolusi berbuih di segala lini. Jaman itu menamai dirinya sebagai The Roaring Twenties. Manusia-manusia tamak terus tumbuh saling merajai antara satu dengan yang lain.
Jagat ikut bersuka cita karena perang yang memporak-poranda kandung badannya tidak berlangsung lagi.
Tubuh jagat kini menjadi lebih berkilau dan lebih padat dari sebelumnya, tanah-tanah di lumuri aspal, gedung gedung kokoh, alat-alat praktis tercipta dengan ukuran sebesar hunian manusia.
Hiburan -hiburan berterbangan seperti debu, aktor-aktor mulai mempelajari cara berbohong yang meyakinkan.
Tidak lama setelah itu perang kembali muncul di permukaan dengan sapuan gelombang yang lebih dahsyat dari sebelumnya.
Jagat kembali riuh oleh peperangan, dan bahkan manusia-manusia tamak mencipta nuklir yang dapat membunuh ratusan juta jiwa manusia dengan sekali menekan tombol.
Kelompok-kelompok mulai terbentuk untuk saling beradu kebolehan. Tidak terhitung banyaknya jiwa manusia di tumbal-kan di altar persembahan perang dunia.
Bahkan yang selamat ikut menyumbangkan anggota tubuh mereka sewaktu di pertempuran, sebelah kaki, betis, tangan, hanya kepala yang tidak hendak mereka sumbangkan, karena tanpa isinya manusia tidak dapat di sebut sebagai manusia lagi.
Kelompok yang berjaya mengambil alih jagat dan memperbudak pecundang perang. Kedamaian di setujui dengan kebencian yang di sembunyikan di dasar palung yang lebih dalam dari mariana.
Roda siklus kembali berputar dengan proporsinya dan makhluk tamak datang dengan kendali yang lebih lembut dan lebih luas seperti selimut yang terhampar menutupi jagat. Kali ini tidak ada manusia yang bisa lari lagi dari mata kerucut itu.
Mereka mengikatmu dengan benda sakral bernama uang, tidak ada manusia di jaman ini yang mampu membatalkan sihir uang untuk diri mereka sendiri, bahkan jika mereka mampu pun, mereka akan segera dilibatkan urusan dengan manusia lain dan melibatkan uang juga pada akhirnya.
Mereka akan menempatkanmu di tangga paling bawah, sehingga setiap kali kau naik selalu ada manusia di atasmu.
Dalam dekapan laju perkembangan intelektual dan teknologi, mereka kembali mengusik dengan perang-perang mereka, walau perang yang ini tidak menggunakan bedil, tetap saja ada pihak yang kalah dan pihak kalah bertahan hidup dari menjilat kaus kaki pemenang.
Teknologi semakin canggih, senjata bedil tidak ubah sebagai gertakan belaka, tetapi niat untuk menguasai tidak berubah dari tabiat mereka.
Setiap iming-iming membutakan mata kita untuk ikut terjun kedalam api dan atau membeku kedinginan dengan tipu daya mereka.
Manusia tamak telah merajai jagat dunia tanpa siapapun sadar sampai sesaat sebelum mereka mati.
Mereka yang mati tentu telah terilhami pengetahuan sehingga mereka paham juga pada akhirnya, mereka yang mati mengasihani yang hidup.
Bagaimana anak keturunan mereka tentu akan sengsara, jika sadar posisi mereka di saat ini. Walau begitu manusia tamak yang lebih kecil tetap saja bermunculan dari sendi-sendi kemakmuran palsu.
Mereka bermimpi melompat menuju kemakmuran lain yang belum pernah mereka cicip rasanya.
Sesungguhnya menjadi tamak di jaman ini sudah tidak relevan lagi. Bukankah setiap polah tingkah kita tidak lebih berarti dari hembusan angin yang menyentuh tepian topi tanpa mampu mendorong.
Bagaimanapun seluruh kejadian mengerikan di jagat ini tidak akan mampu membuat mampus manusia-manusia tamak ini.
Mereka telah menggiring kejadian buruk ketempat yang mereka setujui dengan bertolak pinggang saja sambil menunjuk jijik dengan jari telunjuk mereka.
Senjata mereka beragam sekali dan diikat dengan sihir uang , mulai dengan monopoli, lobi-lobi, globalisasi, digitalisasi lain-lain macamnya bahkan yang terbaru adalah bom asap yang mampu mengelilingi jagat tanpa terlihat dan menyebabkan flu.
Andaikata itu adalah tanda yang dijanjikan nabi, tentu manusia yang lepas nyawanya saat peristiwa itu terjadi adalah manusia-manusia pilihan tuhan yang diberkati untuk tidak ikut menyaksikan kengerian hari akhir yang di janjikan, dan jika bukan maka terkutuk lah pembuat senjata laknat tersebut.
Sesungguhnya manusia-manusia tamak ini tahu belaka mengenai hari yang di janjikan itu, dan mereka mengamini hal tersebut. Maka dari itu yang hendak dilakukan mereka saat ini adalah menggali lubang-lubang di dalam tanah seperti tikus bau, untuk setidaknya menyelamatkan diri mereka dari keruntuhan terbesar yang akan terjadi pada hari yang di janjikan tuhan.
Padahal sesungguhnya manusia tamak inilah yang telah mencipta senjata yang mengerikan dan membawa manusia lebih dekat menuju hari akhir, lantas sekarang mereka berbondong-bondong mencari keselamatan untuk diri mereka sendiri.
Walau demikian senjata terbaik mereka yang telah ada selama ini adalah uang, uang adalah puncak dari segala kebudayaan. Mahakarya akal budi manusia yang di cintai walaupun tanpa membalas cinta sekalipun.
Leluhur dan roh-roh gentayangan menangisi anak cucu keturunan mereka , mereka memandang dari awang-awang dan pandangan mereka jatuh lurus ke jagat yang kacau balau seperti sekarang.
” Peran kalian tidak lebih dari sebuah properti yang ditata kedalam set diorama yang sedemikian rapih. Mustahil beralih peran bahkan menjadi seorang figuran sekalipun.
Pola-pola di buat untuk memantau dan mengendalikan, memisahkan sampah dengan sampah lain yang lebih busuk. Kalian dan mereka akan terpisah jauh sehingga bungkus mereka yang tamak ini tetap higenis tanpa kuman dari kalian setengah sel pun.
Jagat yang kita huni telah menyesuaikan dengan penipu panggung yang ulung ini yang memenangkan peran tamak beratus-ratus tahun lalu, mereka ini telah hafal setiap kata dalam skrip drama mereka bahkan semenjak mereka longsor dari kandungan ibu-ibu mereka.
Jika kalian ikut mencoba menjadi tamak sekarang ini bukankah itu hanya sia-sia dan menyakiti belaka?. Bukankah lebih bijak mencoba untuk menikmati sisa umur dan mencari manfaat dari serpihan diri sendiri, barang kali dapat membantu kalian berpijak di jalan yang lurus saat melintasi kawah neraka.
Meskipun kalian mampu menaikan level tamak kalian 0,001 derajat lebih tinggi dibandingkan kemarin, tentu kalian akan lebih ketakutan dari yang sebelumnya.
Bagaimana bisa meminta pengampunan tuhan dengan derajat yang seperti itu sementara di separuh jagat yang lain ada manusia yang kalian telantarkan terpelihara bersama penderitaan mereka sendiri." Kata roh leluhur yang mengamati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H