Belum pernah seumur hidupnya, Joy merasakan sesuatu seperti yang ia rasakan sebelum 24 jam lalu, sebelum bersama Rey dalam arti bersama sedalam-dalamnya. Ada rasa gembira, bercampur malu nan begitu nikmat memabukkan bagaikan candu. Tak bisa lepas lagi dan hanya ingin selama mungkin merasakannya, mencobanya lagi, memutar ulang sensasi itu hanya berdua dengan Rey.
"Ayo, ambil handukmu, atau kimonomu. Kita ke sana berdua, mau mandi pagi enggak?" Rey sedikit gemas karena Joy agak lambat berpikir. Ditariknya ujung selimut yang menutupi tubuh istrinya, hingga Joy akhirnya menjerit panik dan menarik balik selimut itu, karena sungguh, masih malu banget walau semalam mereka sudah lalui berdua entah berapa kali. Tapi di terang benderang seperti pagi menjelang siang ini, kok Joy masih segan.
Rey tersenyum simpul tak mau marah, namun juga tak mau kalah. Ia menyelinap masuk dan menyergap Joy di dalamnya.
"Uh, gemas, nakal kamu, lepaskan aku! Nanti aku teriak lho." Joy geregetan juga, tapi malah membuat Rey bertambah senang, malah jadi ingin lagi seperti semalam.
"Tapi senang kan?" goda sang suami sambil menggelitiki Joy yang masih polos dan belum mandi itu, dan di bawah selimut itu mereka lagi-lagi bereksplorasi sepuasnya. Joy mau marah tapi tak jadi, malah dengan buas ditariknya kimono tidur Rey hingga akhirnya baik selimut maupun kimono itu jatuh ke pasir putih di bawah peraduan mereka.
Bercinta di bawah mentari terang benderang menjelang siang, sungguh luar biasa rasanya. Mereka hampir lupa mandi, padahal sudah hampir jam makan siang.
"Uhh, dasar Rey pangeran kecil yang manis tapi nakal, nakal, nakal, nakal! Menyebalkan, awas nanti aku balas waktu mandi. Tunggu saja giliranmu." wajah Joy merah merona sehabis mereka melakukan 'permainan dadakan' itu, sementara Rey masih memeluknya hangat. "Biarin aja, kan sudah kubilang, cowok baby face itu imut tapi diam-diam bisa sangat berbahaya."
Tak lama, keduanya berjalan bergandengan bersama ke 'tempat mandi' yang Rey tadi sebutkan. Ternyata di tengah-tengah hutan kecil hijau di pulau kecil terasing di tengah lautan biru Evernesia itu, terdapat sebuah mata air alami dengan danau kecil berair sejuk jernih dengan air terjun yang mengalir cukup deras. Seperti di kolam-kolam renang mewah, hanya saja ini masih alami betul. Joy jadi tak sabaran mau berendam sekaligus menyiram diri di bawah derasnya air terjun yang luarbiasa mengundang itu.
"Eh, siapa duluan? Lady first?" Joy memohon.
"Ya sudah, aku tunggu di sini saja." Rey pura-pura pergi menjauh, "Janji aku takkan mengintip."
"Kan kita sudah saling lihat, apa lagi yang perlu kita rahasiakan?" Joy keheranan.
"Kalau begitu, kita mandi bareng saja?" Rey berhenti melangkah.
"Ba, ba, bareng saja?" Joy lagi-lagi dibuat tersipu.
"Tidak mau?" Rey menggenggam kedua tangan istrinya.
"Mau.." aku Joy malu-malu kucing.
Danau itu tak begitu dalam, airnya hanya setinggi dada orang dewasa. Joy malu-malu menceburkan diri, airnya bening dan hangat, segar menyapa kulitnya yang gerah. Di belakangnya, Rey menyusul.
"Hati-hati, di danau ini masih ada buaya." ujarnya serius.
"Bohong kamu." Joy merasa deg-degan, karena ia belum terbiasa ditatap dari belakang seperti ini walau oleh suaminya sendiri.
"Gak bercanda, itu buayanya. Joy, hati-hati!"
"Mana, mana?"
Lagi-lagi Rey menunjuk ke satu arah, membuat Joy spontan berbalik hingga dada mereka beradu. "Uhh, ini.." Rey pun jadi kaget sendiri, tapi ia merasakan ditabrak sesuatu, atau tepatnya dua, bagian depan tubuh wanita yang lunak dan empuk.
"Rey jahat." Joy tanpa sadar malah memeluknya, hingga mereka berdua berangkulan dalam air tanpa ada jarak semilimeterpun, dan kulit basah mereka bertemu.
"Seperti mimpi bisa sedekat ini denganmu." Rey merasa tubuhnya bergetar hebat walau tak kedinginan. Diambilnya dagu Joy dan diciumnya bibir merah merekah itu dengan mesra, "Berduaan tanpa ada apapun yang menghalangi kita." ucapnya lagi.
Saling berpeluk, mereka terus memadu bibir hingga hampir saling menggigit. Menjelajah dagu hairless, leher mulus dan jakun Rey yang menonjol, Joy sungguh suka. Begitu pula sang pangeran beruntung yang baru meminang 'putri' tomboy yang diam-diam bertubuh indah, yang takkan pernah ada bosannya minta ditelusuri dengan jemari dan matanya, bagaikan taman yang indah.
Berduaan di dalam air, lagi-lagi selanjutnya terserah mereka. Tak ada yang berhak mengusik, hanya alam diam-diam menikmati pemandangan yang tersaji indah, menjadi saksi bisu yang hanya bisa menahan ingin dan iri.
"Ayo, mandi." Joy pun deg-degan bukan main, karena apa yang mereka baru alami itu sungguh nikmat rasanya minta diulangi lagi.
"Kumandikan kamu, dan kamu mandikan aku." bisik Rey dengan suara rendah yang paling seksi, yang selalu membuat telinga Joy merinding.
"Tanganmu mesti diborgol. Terlalu jahil, Rey."
"Wah, mau dong, pasrah diapakan saja olehmu seharian." bukannya takut, Rey malah menantang Joy.
"Sebal sebal sebaaal." Joy sekali lagi mencoba kabur dari Rey, tapi suaminya tak mau kalah. Dan akhirnya entah sampai kapan acara 'main air' itu baru selesai, sudah lewat jam makan siang.
"Lapar juga ya. Yuk, kita makan! Kusiapkan makanan terlezat untuk kita." Rey tampak segar kembali setelah mereka balik ke pondok.
Pasangan pengantin baru itu sekarang berbusana santai saja, toh tak ada seorang lainpun di pulau itu.
"Setelah itu, kita tidur siang." Joy menguap.
"Kau hobinya tidur melulu. Ingat sekarang sudah ada aku, suamimu."
"Temani aku tidur siang dong."
"Oh, boleh, boleh, tapi harus siap kuganggu ya." seringai nakal Rey itu langsung dibalas Joy dengan remas gemasnya.
Rey yang hobi masak sudah menyiapkan semua hidangan yang disukai Joy, dan mereka makan dan minum dengan asyik di pantai berpasir putih bersih menghadap ke lautan biru maha luas.
"Ini jauh lebih baik daripada berlibur ke resor bintang lima ataupun ke segala tempat terkenal di seluruh dunia." Joy merasa begitu bahagia hingga hampir menangis haru.
"Ya, sebaiknya kita selamanya saja tinggal di sini, bagaimana?" usul Rey dengan nada serius. "Beranak pinak di sini hingga pulau kecil ini dipenuhi anak-anak kita berdua?"
"Uh, terus terang, aku belum tahu apa aku siap jadi ibu yang baik. Aku begini tomboy." malu Joy.
"Pasti kau bisa." Rey yang lebih suka anak-anak tersenyum. "Anak-anak kita laki-laki semua biar ganteng sepertiku?"
"Waduh, aku nanti tak bisa main masak-masakan dong." protes Joy.
"Main denganku saja. Nanti kuajarkan beberapa resep masakan kesukaanku."
"Uh, bukan tentang main masak-masakannya. Tentang ingin punya anak. Apakah aku calon ibu yang baik? Dulu aku tak begitu berminat tentang dunia anak, kecuali gambar-menggambar tentu saja."
"Kau pasti bisa. Kita belajar sama-sama ya. Hei, anaknya belum ada, perlu kita 'buat' dulu kan?" goda Rey lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H