“Udahlah, enggak usah bawa-bawa nama Tuhan. Kamu besok datang sama Ayah dan Ibu ke rumah Om Anto, dan kamu harus melepas jilbab kamu!”
“Enggak!” Lulavi mengerahkan segala kemampuannya untuk berteriak.
“Lulavi!” Ayah hendak menampar wajah Lulavi sebelum Ibu datang menengahi.
“Mas, jangan!” Ibu menurunkan tangan Ayah yang sudah terangkat tinggi.
“Ah, kamu lagi sih, Bu… pasti kamu mau belain anak kamu ini kan.” Wajah Ayah terlihat kesal sekali.
“Kamu jangan pernah menyakiti Lulavi, Mas.” Ujar Ibu dengan nada yang ditekan.
“Anak kamu ini berani membantah aku.” Wajah Ayah penuh oleh amarah.
“Lulavi, memang ayah kamu menyuruh apa?” Ibu menjatuhkan tangannya ke kedua pundak Lulavi.
“A-a-ku.. disuruh le-pas jilbab sama Ayah, Bu…” jawab Lulavi terbata-bata dan menundukkan kepalanya.
“Aku tidak menyuruh dia melepas jilbabnya. Aku cuma menyuruh dia ikut ke pesta di rumah Anto.” Ayah kembali menegang.
“Ya sudah Lulavi, kamu datang saja. Nanti di sana kamu mau dikenalkan dengan Berry. Kenalan aja, enggak apa-apa, kan?” Ibu tersenyum berusaha meyakinkan Lulavi.