Mohon tunggu...
Bunga Ramona
Bunga Ramona Mohon Tunggu... -

Pengajar bahasa Indonesia. Penulis. Aktivis (mungkin).

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[Cerbung] Yes, I Will (Part 5)

19 Desember 2015   19:23 Diperbarui: 19 Desember 2015   19:36 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Enggak ada kuliah. Kamu lulus SMA langsung nikah sama Berry.”

Lulavi menitikkan air mata mendengar suruhan Ayah yang bernada tinggi.

“Jangan begitulah mas, saya yakin kalau Lulavi bisa mencari uang sendiri untuk membiayai kuliahnya. Kalau kamu enggak sanggup membiayai dia kuliah.”

Ayah memandangi wajah Ibu lama sekali. Terlihat sekali Ayah geram akan perkataan Ibu, namun masih mencoba tidak naik pitam kepada istrinya yang tengah hamil.

“Emang dia bisa kerja apa. Ayah enggak mau dia susah. Nikah udah pilihan paling solutif.”

“Beasiswa kan banyak, Yah. Iya kan, Nak?” Ibu memandangi Lulavi yang masih asyik menumpahkan segala kesedihannya.

“Yang dapat beasiswa itu biasanya anak dari keluarga tidak mampu sama sekali. Kalau keluarga kita kan bukan tidak mampu, hanya kurang. Ayah takut peluang mendapatkan beasiswanya sedikit. Ujung-ujungnya kita juga yang susah nyari kekurangan dana. Bagaimana?”

Lulavi masih terisak. Ia tidak akan pernah menyalahkan Ayah yang tidak kaya. Ia juga siap dengan takdir hidupnya. Semua akan ia jalankan ikhlas karena Allah. Namun, pikiran buruk mengganjal hati Lulavi. Ia mulai berburuk sangka pada Ayah. Ia berpikir kalau Ayah seenaknya saja “menjualnya”. Ia juga masih belum bisa terima dengan takdir hidupnya yang harus merelakan mimpi-mimpinya. Ia ingin takdir ini sebisa mungkin diubah.

“Lulavi, Ayah bukan mau menjerumuskan kamu. Ayah cuma mau yang terbaik untuk kamu. Siapa tahu nanti kamu bisa kuliah juga seperti Berry di ULM. Ya, kan?”

Lulavi mencoba berpikir jernih saat Ayah melontarkan kalimat tadi. Ada secercah kebahagiaan saat kata ‘ULM’ disebut. Ya, siapa tahu saja suami Lulavi yang bisa membiayainya kuliah kelak. Namun, ia pun belum yakin kepada Berry. Ia tidak yakin Berry dapat menjadi imam yang baik untuk dirinya dan untuk anak-anaknya kelak.

                                                                        ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun