“Kau boleh terus menuliskan diary itu sampai kita bertemu lagi nanti.”
Azizah tersenyum. Tanpa makna.
****
“Bawakan sisa kue di dapur untuk Aba-mu, Zie!”
“Iya, Ummi!”
Di ruang tamu, Aba terduduk. Melepaskan peci ke atas meja hingga telungkup tangannya leluasa merapikan rambutnya terayun ke arah belakang.
“Lekas betul acaranya?”
“Tak jadi ….”
“Hah! Bagaimana bisa begitu?”
“Entahlah. Tak guna rasanya Haji Ismail menyekolahkan anaknya itu jauh-jauh ke Jawa. Dibikinnya ia tak tahu cara membalas budi. Tak cukup dengan ‘tu, ia pun coreng wajah keluarganya di hadapan keluarga Haji Jafar dan semua tetamu yang hadir. Keterlaluan sekali. Iba aku lihat paras kedua keluarga itu.”
“Apa persoalannya?”