Mohon tunggu...
Ramdhani Nur
Ramdhani Nur Mohon Tunggu... karyawan swasta -

lebih sering termenung daripada menulis...

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Kajian Terburuk terhadap Cerpenisasi Puisi Terburuk Sepanjang Sejarah Kompasiana

19 November 2011   09:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:28 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

3. Anak Tugirah

Informasi tentang fisik dan karakter anak dari Tugirah lebih minim lagi. Di sini dia hanya ditempatkan sebagai pelengkan informasi bahwa tokoh Tugirah memilik anak yang membantu pekerjaannya.

4. Dua orang pengantar

Dua orang pengantar mayat yang diikutsertakan sebagai bagian dalam cerita ini karakternya digambarkan cukup jelas. Yang satu lebih tua dari yang lainnya. Yang tua terlihat pongah dan menyebalkan, sementara tokoh lainnya digambarkan kikuk dan kalut. Kedua tokoh ini seharusnya menjadi penting sebagai pengait dengan mayat-mayat yang diantarnya. Namun, penulis tidak menjelaskan hubungannya secara pasti. Pembaca hanya bisa menduga bahwa tokoh yang lebih muda adalah suami dan ayah dari mayat-mayat itu.

Gaya

Seperti terkena tuah dari puisi yang menjadi sumber kembangannya, gaya penceritaan cerpen “Perawat Jenazah” terasa sangat puitis. Ada makna-makna khusus yang dijelaskan dengan bebagai gaya bahasa. Pembaca akan lebih mudah memahami kedalaman cerita jika menganggap cerpen ini beraliran impresionisme.

Impresionisme adalah aliran kesusastraan yang memusatkan perhatian pada apa yang terjadi dalam batin tokoh utama. Impresionisme lebih mengutamakan pemberian kesan/pengaruh kepada perasaan daripada kenyataan atau keadaan yang sebenarnya (Media Pembelajaran Sastra Indonesia). Kesan itu hampir terasa di sepanjang tulisan. Dialog-dialog antara Tugirah dan Pamularsih, serta suara-suara panggilan yang menyapa Tugirah ketiga ada mayat yang hendak dirawat memunculkan kesan atas kondisi batin tokoh Tugirah.

Gaya bahasa yang sering digunakan dalam cerpen ini adalah personifikasi:


  • a.

Suara-suara memanggil namanya sayup sampai di telinga Tugirah, meninggi dan melambat berganti-ganti lalu seperti merambat dalam air dan menggelitik cuping telinga. (Paragraf ke-1)
b. Terlihat sinar mata itu meredup dan bergerak-gerak aneh mencari obyek yang lain selain mayit si janda kembang dan anaknya itu. (Paragraf ke-8)

Di bagian lain A. K. Basuki menggunakan majas alegori:


Dibuatnya mereka laksana patung-patung pualam yang lolos dari cela dan melimpah dengan kasih sayang darinya karena mayit-mayit itu adalah juga anak-anaknya, buah hatinya. (Paragraf ke-20)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun