Kedua tangannya terangkat. Berdoa. (Paragraf ke-21 dan ke-22)
Satu hal yang sangat menonjol dari tokoh Tugirah ini adalah kemampuannya (seolah) berkomunikasi dengan mayat-mayat yang dia rawat. Tugirah menyimpan semua rahasia-rahasia kematian mayat-mayat yang dirawatnya. A. K. Basuki tidak menunjukkan secara persis apakah kemampuan ini salah satu wujud kelebihan supranaturalnya ataukah hanya refleksi psikologis karena beban pekerjaan yang telah dia emban sejak lama.
2. Pamularsih
Tokoh Pamularsih pada cerpen ini dikisahkan sebagai mayat. Kecuali secara fisik dia digambarkan sebagai seorang ibu yang sedang mengandung, kita akan kesulitan untuk mengidentifikasi tokoh mayat secara karakter, karena A. K. Basuki menggambarkannya pun secara dingin. Ini terlihat dari dialognya dengan Tugirah.
Pamularsih berkata memelas, “Nyawaku belum sampai tempatnya, Bu.”
“Lha, kok bisa?” tanya Tugirah. Dimiringkannya mayit ke arah kiri, salah satu dari dua orang yang bersamanya tanggap untuk memercikkan kembali air dari wadahnya. Kening orang itu terlihat berkerut keheranan.
“Bu, ” panggilnya ragu-ragu. Tugirah menggeleng dan memberi isyarat padanya untuk diam saja.
“Sebenarnya aku belum mau mati,” kata Pamularsih saat Tugirah menggosok punggungnya dengan lembut. Sentuhan kasih seorang ibu kepada anak tercinta.
“Tapi sudah terjadi,” kata Tugirah seperti bergumam saja.
“Dia mengajak kami berdua. Katanya akan dibawa minggat diam-diam. Ternyata, belum juga keluar dari jalanan desa ini, dia khianat. Ada anaknya dalam rahimku ini, Bu.”