Diskursus G Peter Hoefnagels pada Skema "Criminal Policy" di Ruang Publik di IndonesiaÂ
Kebijakan kriminal adalah salah satu elemen kunci dalam membangun masyarakat yang aman, tertib, dan berkeadilan. Dalam setiap sistem sosial, kejahatan adalah ancaman yang tidak hanya mengganggu ketertiban umum, tetapi juga merusak fondasi nilai-nilai yang menopang kehidupan bersama.Â
Fenomena kejahatan sendiri bersifat multidimensional, tidak hanya terbatas pada tindakan kriminal yang nyata seperti pencurian atau kekerasan, tetapi juga mencakup bentuk-bentuk kejahatan yang lebih kompleks, seperti korupsi, kejahatan siber, hingga perdagangan manusia.Â
Oleh karena itu, diperlukan suatu kerangka kerja yang sistematis dan menyeluruh untuk menghadapi tantangan ini. Salah satu gagasan yang memberikan kontribusi signifikan dalam memahami dan menangani fenomena kejahatan ini adalah pemikiran dari G. Peter Hoefnagels, seorang kriminolog terkemuka.
G. Peter Hoefnagels mendefinisikan kebijakan kriminal sebagai "organisasi rasional dari berbagai respons sosial terhadap kejahatan", yang mencakup pencegahan, penegakan hukum, dan rehabilitasi pelaku. Menurutnya, kebijakan kriminal bukan hanya tentang menghukum pelaku kejahatan, tetapi lebih dari itu merupakan pendekatan rasional yang bertujuan untuk mengelola dan merespons kejahatan secara strategis.Â
Hoefnagels berpendapat bahwa kejahatan bukan hanya masalah hukum; itu adalah masalah sosial, ekonomi, dan bahkan budaya. Oleh karena itu, solusi untuk kejahatan harus mengambil pendekatan multidimensional yang mampu mengatasi akar masalah dan bukan hanya efek sampingnya.
Konteks pemikiran Hoefnagels ini sangat relevan, terutama di era modern di mana bentuk dan pola kejahatan semakin berkembang. Kejahatan siber, misalnya, menunjukkan bahwa batasan antara ruang fisik dan digital dalam tindakan kriminal semakin kabur. Selain itu, masalah seperti korupsi, terorisme, dan perdagangan narkoba lintas negara semakin menunjukkan perlunya kebijakan kriminal yang bersifat global, kolaboratif, dan adaptif. Dalam hal ini, pendekatan Hoefnagels yang menekankan pada organisasi rasional dari kebijakan sosial menjadi sangat penting sebagai landasan dalam merancang strategi yang efektif untuk menangani berbagai bentuk kejahatan.
G. Peter Hoefnagels membagi kebijakan kriminal menjadi dua pendekatan utama: penal dan non-penal. Pendekatan penal mencakup semua jenis penegakan hukum yang dilakukan oleh sistem peradilan pidana, seperti penjatuhan hukuman penjara, denda, atau sanksi lainnya.
 Pendekatan penal bertujuan untuk melindungi masyarakat, memberikan rasa keadilan bagi korban, dan membuat pelaku kejahatan terhukum. Namun, Hoefnagels juga menyadari bahwa pendekatan ini memiliki keterbatasan. Hukuman tidak dapat menyelesaikan semua masalah kriminal. Banyak tindakan kriminal terkait dengan masalah sosial yang lebih mendalam, seperti kemiskinan, ketidaksetaraan, dan akses terbatas terhadap pendidikan.
Metode non-penal sangat penting dalam hal ini. Metode ini berkonsentrasi pada pengurangan dan penanganan masalah dasar kejahatan. Hoefnagels berpendapat bahwa pemberdayaan masyarakat, peningkatan akses ke pendidikan, dan penguatan ekonomi lokal adalah komponen penting dari kebijakan kriminal yang efektif.Â
Program pelatihan keterampilan kerja untuk kelompok masyarakat rentan, misalnya, dapat membantu mengurangi kemungkinan mereka terlibat dalam tindak kriminal. Selain itu, penguatan institusi sosial dan keluarga dapat membantu individu dengan dukungan emosional dan moral untuk menghindari perilaku menyimpang.
Apa Penyebab Kejahatan?
Faktor-faktor yang mendorong individu atau kelompok untuk berperilaku kriminal dikenal sebagai penyebab kejahatan. Teori yang berbeda telah diusulkan untuk menjelaskan penyebab kejahatan ini. Berikut teori-teori utama yang disebutkan dalam gambar:
A. Teori Biologis/Psikologis Biological/Psychological Theory:
Teori ini berfokus pada kondisi biologis yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang; contoh kondisi biologis seperti ketidakseimbangan hormonal atau kelainan genetika dapat berkontribusi pada perilaku kriminal. Misalnya, ada anggapan bahwa gangguan sistem saraf atau gen tertentu dapat meningkatkan kecenderungan seseorang untuk bertindak agresif atau kriminal.
Selain itu, komponen psikologis seperti gangguan mental atau trauma emosional juga penting. Karena kesulitan untuk mengendalikan emosi atau perilaku mereka, orang dengan gangguan kepribadian atau masalah psikologis mungkin lebih cenderung melakukan kejahatan.
B. Sosiologis Sociological Theory
Pendekatan sosiologis berpendapat bahwa lingkungan sosial memengaruhi kejahatan. Dalam hal ini, keluarga, masyarakat, dan komunitas seseorang sangat memengaruhi perilaku mereka. Kondisi yang mendukung kejahatan dapat diciptakan oleh hal-hal seperti kemiskinan, ketidaksetaraan sosial, pengangguran, dan kurangnya akses terhadap pendidikan.Â
Menurut teori ini, ketika seseorang tidak memiliki sumber daya atau dukungan sosial yang cukup, mereka lebih rentan terhadap pengaruh negatif dan mungkin memilih untuk melanggar hukum. Misalnya, orang-orang dari kelas bawah mungkin merasa terdorong untuk melakukan kejahatan untuk bertahan hidup dalam masyarakat yang terpolarisasi secara ekonomi atau tidak adil.
C. Teori Penyimpangan Budaya Cultural Deviance Theory
Menurut teori ini adanya subkultur atau budaya yang menyimpang dari nilai-nilai utama masyarakat dapat menyebabkan kejahatan. Misalnya, individu yang tumbuh dalam budaya yang menghargai kekerasan atau perilaku kriminal lebih cenderung terlibat dalam kejahatan. Kelompok yang hidup dalam kemiskinan ekstrem mungkin mengembangkan nilai-nilai yang mendukung perilaku kriminal sebagai cara untuk bertahan hidup atau memperoleh kekuasaan.
D. Teori Kontrol Sosial Social Control Theory
Teori kontrol sosial menyatakan bahwa ketika kontrol sosial terhadap individu lemah, kejahatan dapat terjadi. Individu lebih cenderung melanggar hukum ketika mereka tidak terikat atau terhubung dengan norma sosial dan prinsip yang berlaku. Dalam situasi seperti ini, pengawasan dari teman, keluarga, dan komunitas menjadi sangat penting untuk mencegah tindakan kriminal. Keluarga yang tidak berfungsi dengan baik, kurangnya ikatan sosial, atau sistem pendidikan yang tidak memberikan bimbingan moral dapat mengurangi kontrol sosial individu.
E. Teori Lain Other Theories
Selain teori-teori utama di atas, ada juga teori-teori lain yang membantu menjelaskan penyebab kejahatan:
Labelling Theory Teori Pelabelan: Menurut teori ini, kejahatan sering terjadi karena seseorang diberi label sebagai kriminal. Ketika seseorang diberi label tersebut, mereka mungkin akan menerima peran itu dan mulai berperilaku sesuai dengan label yang diberikan, meskipun mereka mungkin sebelumnya tidak terlibat dalam tindakan kriminal. Dalam konteks ini, identitas sosial yang dibentuk oleh label kriminal bisa menjadi faktor yang memotivasi seseorang untuk terus melakukan kejahatan.
Conflict Theory Teori Konflik: Teori ini berfokus pada ketidaksetaraan yang ada dalam masyarakat. Menurut teori ini, kejahatan terjadi sebagai akibat dari ketidakadilan sosial dan konflik antara kelas-kelas sosial yang berbeda. Ketika kelompok yang lebih miskin merasa ditindas oleh kelompok yang lebih kaya atau berkuasa, mereka mungkin melakukan kejahatan sebagai bentuk perlawanan atau sebagai cara untuk memperoleh kekuasaan.
Radical Critical Criminology Kriminologi Radikal/Kritis: Pendekatan ini berpendapat bahwa sistem hukum sering digunakan oleh kelompok berkuasa untuk mempertahankan dominasi mereka. Dalam pandangan ini, hukum dan kebijakan pidana tidak dirancang untuk melindungi masyarakat secara adil, tetapi lebih untuk mempertahankan struktur sosial yang tidak adil dan menindas kelompok tertentu.
2. Kebijakan Kriminal Criminal Policy
Kebijakan kriminal merujuk pada rangkaian tindakan yang diambil oleh negara atau pemerintah untuk menangani fenomena kejahatan. Menurut G. Peter Hoefnagels, kebijakan kriminal terdiri dari beberapa komponen penting yang dirancang untuk merespons dan mencegah kejahatan, yaitu:
Ilmu tentang respons terhadap kejahatan: Kebijakan kriminal adalah ilmu yang mempelajari bagaimana masyarakat merespons kejahatan. Hal ini mencakup berbagai pendekatan yang dapat digunakan untuk menanggapi perilaku kriminal, dari hukuman hingga rehabilitasi.
Ilmu tentang pencegahan kejahatan: Pencegahan kejahatan adalah salah satu tujuan utama kebijakan kriminal. Hal ini mencakup upaya untuk mengurangi faktor-faktor penyebab kejahatan, seperti kemiskinan, ketidaksetaraan, dan ketidakstabilan sosial. Upaya ini bisa melibatkan kebijakan pendidikan, pengentasan kemiskinan, serta program-program pemberdayaan masyarakat.
Penunjukan perilaku manusia sebagai tindakan kriminal: Kebijakan kriminal juga bertugas untuk menentukan perilaku apa yang dianggap kriminal menurut hukum, serta bagaimana perilaku tersebut harus ditangani melalui sistem peradilan.
Totalitas rasional dari tindakan masyarakat: Kebijakan kriminal merupakan serangkaian tindakan yang saling terkait dan terorganisir untuk menghadapi kejahatan dengan cara yang rasional dan terukur.
3. Konsep Penal dan Non-Penal Policy
Kebijakan kriminal memiliki dua pendekatan utama yang disebut dalam gambar:
Penal Policy Pendekatan Penal: Pendekatan ini melibatkan penerapan sanksi hukum atau hukuman pidana terhadap individu yang melakukan kejahatan. Tujuan utama pendekatan ini adalah memberikan efek jera, melindungi masyarakat, serta memberi keadilan bagi korban. Bentuk hukuman yang diterapkan bisa berupa penjara, denda, atau hukuman lain yang sesuai dengan tingkat kejahatan.
Non-Penal Policy Pendekatan Non-Penal: Pendekatan ini berfokus pada pencegahan kejahatan dan pengurangan faktor-faktor penyebab kejahatan tanpa harus melibatkan hukuman pidana. Ini meliputi kebijakan yang berfokus pada kesejahteraan sosial, pendidikan, pemberdayaan ekonomi, dan penguatan komunitas.
4. Hubungan dengan Hukum Pidana, Kriminologi, dan Penologi
Gambar juga menggambarkan hubungan antara kebijakan kriminal, hukum pidana, kriminologi, dan penologi:
Criminal Law Hukum Pidana: Hukum pidana adalah cabang hukum yang mengatur penerapan hukum positif untuk merespons fenomena kejahatan. Hukum ini bertujuan untuk memberikan sanksi bagi pelaku kejahatan dan melindungi masyarakat.
Criminology Kriminologi: Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari kejahatan dari berbagai sudut pandang, termasuk sosial, psikologis, dan budaya. Ilmu ini berfokus pada pemahaman penyebab dan dampak kejahatan, serta strategi pencegahan dan pengurangan kejahatan.
Penology Penologi: Penologi adalah studi tentang asal-usul, perkembangan, dan efektivitas hukuman dalam mengendalikan kejahatan. Penologi berfokus pada bagaimana sistem hukuman bekerja, serta apa dampak dari hukuman terhadap pelaku kejahatan dan masyarakat.
 Mengapa Kebijakan Kriminal Penting?
A. Tujuan Utama Kebijakan Kriminal:Â
Tujuan kebijakan kriminal adalah untuk menciptakan masyarakat yang aman dan tertib dengan cara yang adil dan rasional. Hal ini dicapai melalui pendekatan yang komprehensif, yang mencakup:Â
1. Pencegahan Kejahatan Prevention: Mengurangi peluang terjadinya kejahatan melalui intervensi sosial.Â
2. Penegakan Hukum Law Enforcement: Memberikan sanksi yang sesuai kepada pelaku kejahatan untuk memberikan efek jera.Â
B. Pentingnya Pendekatan NonPenal:Â
Pendekatan penal hukuman seringkali tidak cukup untuk mengatasi akar masalah kejahatan. Oleh karena itu, pendekatan nonpenal seperti pendidikan, penguatan institusi keluarga, dan pemberdayaan masyarakat sangat penting untuk mencegah kejahatan sejak awal.Â
C. Relevansi dengan Kebijakan Sosial:Â
Gambar ini menunjukkan bahwa kebijakan kriminal adalah bagian dari kebijakan sosial yang lebih besar. Dengan demikian, kebijakan kriminal harus selaras dengan kebijakan sosial lainnya, seperti kebijakan kesejahteraan social welfare policy dan kebijakan pertahanan sosial social defence policy.Â
Bagaimana Kebijakan Kriminal Dilaksanakan?
A. Proses dalam Kebijakan Kriminal:Â
1. Formulasi Kebijakan:Â
Langkah pertama adalah merumuskan kebijakan berdasarkan data dan analisis kriminologi. Ini mencakup identifikasi penyebab kejahatan dan penentuan prioritas dalam pencegahan dan penegakan hukum.Â
2. Implementasi Kebijakan:Â
Kebijakan penal diterapkan melalui sistem peradilan pidana, termasuk polisi, jaksa, dan pengadilan. Kebijakan nonpenal dilaksanakan melalui program sosial, seperti kampanye kesadaran publik, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi.Â
3. Evaluasi Kebijakan:Â
Efektivitas kebijakan kriminal dievaluasi secara berkala untuk memastikan bahwa langkahlangkah yang diambil sesuai dengan tujuan. Evaluasi ini mencakup analisis data kejahatan, survei kepuasan masyarakat, dan studi dampak kebijakan.Â
B. Peran Penologi dan Kriminologi dalam Pelaksanaan Kebijakan:Â
Penologi: Mengkaji efektivitas hukuman dalam mengurangi kejahatan. Misalnya, apakah hukuman penjara berhasil memberikan efek jera atau justru memperburuk masalah dengan menciptakan "sekolah kriminal" di dalam penjara.Â
Kriminologi: Membantu memahami dinamika kejahatan dan memberikan rekomendasi berbasis data untuk kebijakan yang lebih efektif.Â
C. Kolaborasi Antarlembaga:Â
Kebijakan kriminal membutuhkan kerja sama antara berbagai lembaga, seperti kepolisian, lembaga sosial, dan masyarakat sipil.Â
Kolaborasi internasional juga penting, terutama dalam menangani kejahatan lintas negara seperti perdagangan manusia dan kejahatan siber.Â
Kesimpulan
Menurut G. Peter Hoefnagels, kebijakan kriminal menawarkan kerangka kerja yang luas untuk menangani kejahatan secara logis dan terorganisir. Kebijakan ini dapat menangani tantangan kejahatan kontemporer yang semakin kompleks dengan menggabungkan pendekatan penal dan non-penal dan melibatkan masyarakat dalam prosesnya. Hoefnagels memberikan pemahaman bahwa pencegahan sangat penting untuk membangun masyarakat yang adil dan aman.Â
Kebijakan kriminal tidak hanya berfokus pada hukuman, tetapi juga pada menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap orang hidup tanpa ancaman kejahatan melalui intervensi yang humanis dan direncanakan. Pandangan ini menyatakan bahwa kebijakan kriminal merupakan komponen penting dari kebijakan sosial yang lebih besar.
 Untuk membuat masyarakat benar-benar bebas dari ancaman kriminal, pemerintah, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan lainnya harus bekerja sama. Oleh karena itu, gagasan G. Peter Hoefnagels masih relevan untuk digunakan sebagai dasar untuk pembuatan kebijakan kriminal yang berkelanjutan dan responsif terhadap tantangan yang dihadapi oleh masyarakat saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H