Menurut data dari Bank Indonesia (2023), pengguna aplikasi investasi ini meningkat lebih dari 20% dalam setahun terakhir, yang sebagian besar didorong oleh kalangan milenial dan Gen Z yang menginginkan kontrol penuh atas pengelolaan keuangan mereka, serta kemudahan dalam berinvestasi dengan modal awal yang kecil.
Meskipun potensi yang dimiliki Wealth Tech cukup besar, ada sejumlah hambatan yang mempengaruhi pertumbuhannya, salah satunya adalah rendahnya literasi keuangan. Banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami risiko investasi dan manajemen aset, sehingga sering kali tertarik untuk mencoba investasi tanpa pemahaman yang mendalam tentang produk atau strategi yang tepat.
Hal ini dapat meningkatkan risiko kerugian yang justru menghambat pertumbuhan Wealth Tech di Indonesia. Menurut survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2022, hanya 38% masyarakat Indonesia yang memiliki pemahaman cukup baik tentang investasi digital.
Oleh karena itu, edukasi dan literasi finansial perlu ditingkatkan, baik oleh pemerintah, perusahaan fintech, maupun lembaga keuangan, agar Wealth Tech dapat mencapai adopsi yang lebih optimal dan benar-benar memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat luas.
5. Maraknya Mobile Banking oleh Bank Konvensional
Dalam beberapa tahun terakhir, bank konvensional juga gencar meluncurkan aplikasi mobile banking sebagai respon terhadap persaingan dengan fintech. Menurut data dari Asosiasi Bankir Indonesia (ABI), sekitar 90% bank besar di Indonesia kini telah menyediakan aplikasi mobile banking, yang menawarkan fitur seperti transfer antar bank, pembayaran tagihan, hingga pembelian produk investasi (ABI, 2023).
Langkah ini diambil sebagai strategi agar bank konvensional dapat tetap relevan dan bersaing dengan perusahaan fintech yang terus berinovasi.
Contohnya, Bank Mandiri (Livin by Mandiri), BNI (Wondr by BNI), BRI (BRImo), dan masih banyak Bank konvensional lainnya yang meluncurkan aplikasi mobile banking. Aplikasi aplikasi tersebut diluncurkan sebagai bentuk kemudahan yang diberikan untuk nasabah mereka dalam melakukan transaksi tanpa harus ke kantor cabang.
Bahkan beberapa bank, seperti Bank Jago dan Digibank by DBS, mengembangkan aplikasi perbankan yang memiliki pengalaman pengguna (user experience) yang serupa, yakni menawarkan fitur personalisasi keuangan, pengelolaan anggaran, dan investasi secara digital.
Peralihan ke mobile banking ini juga didorong oleh kebutuhan masyarakat akan transaksi yang cepat dan mudah. Sebuah survei dari Deloitte (2023) mengungkapkan bahwa 75% masyarakat perkotaan di Indonesia lebih memilih menggunakan mobile banking dibandingkan datang langsung ke bank, karena menghemat waktu dan fleksibel.
Namun, tantangan utama bagi pihak bank konvensional adalah memastikan aplikasi mobile banking tetap aman dan andal, terutama dalam menghadapi ancaman keamanan siber yang meningkat.