Meskipun memiliki potensi yang besar, cryptocurrency juga dihadapkan pada tantangan signifikan yang perlu diatasi untuk mencapai adopsi lebih luas di masyarakat. Berikut beberapa contohnya:
Fluktuasi harga yang tinggi: Cryptocurrency dikenal dengan volatilitasnya yang sangat tinggi. Harga Bitcoin, misalnya, bisa berubah drastis dalam satu hari, yang menyebabkan risiko besar bagi investor. Fluktuasi harga ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti perubahan regulasi, tingkat permintaan pasar, dan sentimen investor.
Menurut survei dari Cambridge Centre for Alternative Finance (2023), sekitar 70% pengguna cryptocurrency menyadari bahwa volatilitas adalah risiko utama yang dihadapi dalam investasi aset digital ini, yang seringkali menghalangi calon pengguna baru untuk terlibat.
Minimnya regulasi dan keamanan: Cryptocurrency pada dasarnya tidak diatur oleh lembaga keuangan konvensional, yang berarti ada keterbatasan dalam regulasi. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terkait transaksi cryptocurrency, tetapi aspek perlindungan investor dan keamanan masih menjadi tantangan.
Pemerintah Indonesia melalui Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) pada tahun 2022 mulai mengatur transaksi cryptocurrency dengan mengharuskan pendaftaran dan pengawasan platform exchange, namun regulasi ini belum mencakup perlindungan konsumen secara menyeluruh.
Risiko keamanan dan peretasan: Cryptocurrency menggunakan metode enkripsi yang kompleks untuk menjamin keamanan transaksi, tetapi platform penyimpanan atau exchange yang menjadi perantara sering kali menjadi sasaran peretasan.
Kasus peretasan seperti di Mt. Gox dan FTX menunjukkan kerentanan platform exchange dalam menghadapi serangan siber.
Kaspersky (2023) melaporkan bahwa ancaman serangan siber terhadap aset digital meningkat 15% tahun lalu, dengan jenis serangan yang paling sering terjadi adalah phishing, malware, dan serangan ransomware.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia semakin aktif mengawasi transaksi dan investasi cryptocurrency untuk melindungi konsumen serta menjaga stabilitas ekonomi. Bappebti, misalnya, telah merilis aturan yang mewajibkan platform exchange untuk terdaftar dan diawasi secara ketat.
Selain itu, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga melarang penggunaan cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia, meskipun masih diperbolehkan sebagai aset investasi.
Namun, regulasi ini masih terus berkembang, mengingat perkembangan cepat di sektor cryptocurrency dan blockchain. Di masa mendatang, pemerintah diharapkan akan memperkenalkan aturan yang lebih komprehensif untuk mengatur perdagangan cryptocurrency dan memastikan perlindungan konsumen yang lebih baik, seperti kewajiban penyimpanan dana di cold storage (penyimpanan offline) untuk mengurangi risiko peretasan.