Mohon tunggu...
Raka Echa Pratama
Raka Echa Pratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurusan S1 Bisnis Digital di Universitas Negeri Jakarta

✨ Gen Z enthusiast, exploring the world through the lens of finance, food, public transit, and travel! ✈️ Sharing insights, tips, and personal takes on what fuels our generation's passions and curiosity. Let's dive into the journey! 🚉🍜💸

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dari Pinjaman Online hingga Kripto, Tren Financial Technology yang Bersinar pada Tahun 2024 Ini!

27 Oktober 2024   00:41 Diperbarui: 27 Oktober 2024   00:41 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Fintech atau teknologi finansial kini menjadi kekuatan utama yang mendisrupsi sektor keuangan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia, fintech sendiri telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, dengan meningkatnya jumlah pengguna dan ragam layanan yang tersedia. 

Menurut laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2023, jumlah penyedia layanan fintech di Indonesia tercatat mencapai 299 perusahaan yang resmi terdaftar dan diawasi oleh OJK, dengan total nilai transaksi mencapai Rp404,7 triliun, mengalami kenaikan sekitar 30% dibandingkan tahun sebelumnya (OJK, 2023). 

Pertumbuhan ini mencerminkan antusiasme masyarakat terhadap layanan keuangan berbasis teknologi, terutama di kalangan generasi muda yang mendominasi pasar pengguna fintech di Tanah Air.

Berbagai layanan fintech hadir untuk memenuhi kebutuhan yang bervariasi, mulai dari pinjaman online yang memberikan akses ke dana secara instan, dompet digital yang menawarkan kemudahan dalam transaksi, hingga platform investasi digital yang memfasilitasi akses masyarakat pada investasi saham dan reksa dana. 

Sebuah studi yang dilakukan oleh McKinsey & Company (2022) menunjukkan bahwa sekitar 60% masyarakat Indonesia yang menggunakan fintech menganggap layanan ini lebih praktis dibandingkan bank konvensional. Ini karena fleksibilitas yang ditawarkan fintech dalam mengakses layanan keuangan kapan saja dan di mana saja, tanpa batasan fisik atau birokrasi yang rumit.

Namun, meskipun sektor fintech menawarkan banyak kemudahan, terdapat pula sejumlah tantangan yang perlu diatasi, terutama terkait keamanan data dan regulasi. Laporan dari Kaspersky (2023) menunjukkan bahwa ancaman siber terhadap layanan fintech di Indonesia meningkat sebesar 20% pada tahun lalu, yang menyoroti kebutuhan akan perlindungan data pengguna yang lebih baik. 

Selain itu, pemerintah melalui OJK terus memperbarui kebijakan untuk memastikan bahwa fintech beroperasi dengan aman dan tetap melindungi kepentingan konsumen.

Tren Financial Technology 2024

1. Pinjaman Online (Online Lending)

Pinjaman online atau online lending telah menjadi salah satu layanan fintech yang populer di Indonesia, terutama di kalangan generasi muda dan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang membutuhkan akses cepat ke dana tanpa persyaratan ketat yang biasanya dibutuhkan oleh bank konvensional. 

Layanan ini memanfaatkan teknologi digital untuk menyediakan proses pengajuan dan pencairan dana yang lebih cepat dan fleksibel dibandingkan lembaga keuangan tradisional, sehingga menjadi solusi finansial yang relevan bagi masyarakat yang membutuhkan pembiayaan jangka pendek atau dana darurat.  

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nugraha & Saputra (2022), jumlah pengguna pinjaman online meningkat 15% tahun lalu karena proses yang cepat dan kemudahan persyaratan.

Pinjaman online umumnya dilakukan melalui aplikasi atau platform digital yang menghubungkan pemberi dan penerima pinjaman. Dalam prosesnya, pengguna mengisi data pribadi dan informasi keuangan secara online, yang kemudian diproses oleh algoritma khusus untuk menilai kelayakan kredit secara otomatis. 

Algoritma ini mempertimbangkan data alternatif, seperti riwayat transaksi di e-commerce atau media sosial, yang memberikan skor kredit bagi calon peminjam. 

Pendekatan ini memungkinkan proses persetujuan yang lebih cepat, biasanya dalam hitungan menit hingga beberapa jam, dengan pencairan dana yang dapat dilakukan pada hari yang sama.

Menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2023, nilai transaksi pinjaman online mencapai lebih dari Rp400 triliun di Indonesia, dengan peningkatan jumlah pengguna sebesar 25% setiap tahun. 

Data ini menunjukkan bahwa pinjaman online semakin diminati oleh masyarakat, terutama generasi milenial dan Gen Z yang terbiasa dengan solusi finansial yang praktis dan instan. 

Di kalangan pelaku UKM, pinjaman online juga mendapatkan respons positif, mengingat akses ke perbankan konvensional bagi UKM masih terbatas. 

Survei McKinsey & Company (2022) menunjukkan bahwa sekitar 35% pelaku UKM di Indonesia menggunakan pinjaman online sebagai sumber modal utama mereka, karena syarat yang lebih mudah dan waktu proses yang singkat.

Berikut ini merupakan keunggulan dan daya tarik Pinjaman Online yang menggiurkan bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia khususnya yang berpenghasilan menengah ke bawah:

  • Akses cepat dan mudah: Pengguna dapat mengajukan pinjaman tanpa harus datang ke kantor atau cabang fisik, cukup dengan ponsel dan jaringan internet. Proses ini dianggap lebih praktis dan efisien, terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah terpencil.

  • Persyaratan bersifat fleksibel: Berbeda dengan bank konvensional yang sering mensyaratkan agunan atau dokumen tertentu, pinjaman online biasanya hanya memerlukan dokumen dasar, seperti KTP dan slip gaji, yang memudahkan kalangan menengah ke bawah dalam mengakses dana.

  • Penyesuaian dengan kebutuhan: Sebagian besar layanan pinjaman online menyediakan berbagai jenis produk pembiayaan, seperti pinjaman personal, modal usaha, atau cicilan yang bisa disesuaikan dengan kemampuan pembayaran pengguna.

Dibalik keunggulan keunggulan yang diberikan oleh platform pinjaman online, juga tantangan dan risiko dari pinjaman online, yang diantaranya sebagai berikut: 

  • Risiko kredit macet: Tingginya permintaan dan kecepatan proses pencairan sering kali mengarah pada kelonggaran dalam pengecekan kelayakan kredit, yang menyebabkan peningkatan risiko kredit macet. Menurut laporan Bank Indonesia (2023), tingkat kredit bermasalah (NPL) pada layanan pinjaman online lebih tinggi dibandingkan bank konvensional, dengan rasio NPL sekitar 6-8%.

  • Biaya bunga yang tinggi: Meskipun praktis, biaya bunga pinjaman online cenderung lebih tinggi dibandingkan pinjaman bank konvensional. Beberapa pengguna melaporkan bunga harian yang mencapai 1-2%, yang dapat membebani jika pinjaman tidak dibayar tepat waktu. Kondisi ini sering kali menimbulkan masalah keuangan bagi pengguna yang gagal melunasi pinjaman dalam jangka pendek.

  • keamanan data pribadi: Penggunaan data pribadi dalam pinjaman online menimbulkan kekhawatiran terkait privasi dan keamanan data. Laporan dari Kaspersky (2023) menunjukkan bahwa layanan pinjaman online menjadi salah satu target utama serangan siber di Indonesia, mengingat tingginya intensitas transaksi dan rendahnya tingkat proteksi keamanan data pada beberapa platform.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) telah menerapkan berbagai regulasi untuk menjaga ketertiban layanan pinjaman online, termasuk kewajiban bagi penyedia layanan untuk terdaftar dan diawasi oleh OJK. 

Pada tahun 2023, OJK menetapkan pedoman mengenai transparansi suku bunga dan perlindungan konsumen untuk menekan bunga berlebihan dan praktik penagihan yang tidak etis. 

Selain itu, pemerintah juga mendorong edukasi keuangan di kalangan masyarakat untuk meningkatkan literasi keuangan, terutama dalam hal pemahaman risiko terkait pinjaman online.

Ke depannya, layanan pinjaman online diperkirakan akan semakin berkembang seiring dengan adopsi teknologi finansial yang semakin tinggi di masyarakat. Inovasi seperti big data dan machine learning diharapkan dapat memperbaiki proses penilaian kredit untuk mengurangi risiko kredit macet dan meningkatkan kualitas layanan.

 Jika dikombinasikan dengan regulasi yang lebih ketat dan edukasi keuangan yang masif, pinjaman online memiliki potensi untuk menjadi solusi keuangan yang lebih inklusif dan terjangkau bagi berbagai lapisan masyarakat. 

Dengan demikian, pinjaman online menghadirkan peluang besar bagi masyarakat yang membutuhkan dana cepat, namun juga menuntut perhatian khusus dalam hal regulasi, edukasi, dan keamanan data untuk menjaga keberlanjutan dan kepercayaan publik terhadap layanan ini.

2. Cryptocurrency

Cryptocurrency, khususnya Bitcoin dan Ethereum, telah menarik perhatian global sebagai bentuk baru dari mata uang digital yang terdesentralisasi. Berbeda dengan mata uang fiat yang diatur oleh bank sentral, cryptocurrency beroperasi melalui teknologi blockchain, jaringan terdistribusi yang mengotentikasi dan merekam transaksi secara transparan. 

Popularitas cryptocurrency terus meningkat di seluruh dunia, terutama di wilayah-wilayah yang memiliki akses terbatas pada layanan perbankan konvensional, serta di kalangan generasi muda yang lebih terbuka terhadap teknologi digital. Di Indonesia, popularitas cryptocurrency juga kian menanjak, terutama sebagai alternatif investasi di luar pasar saham dan obligasi. 

Menurut data dari Statista (2023), tingkat adopsi cryptocurrency di Asia Tenggara meningkat sebesar 10% dalam dua tahun terakhir. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan populasi terbesar di wilayah ini, turut 

berkontribusi pada peningkatan tersebut. Berdasarkan laporan dari Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) tahun 2023, jumlah pengguna cryptocurrency di Indonesia mencapai lebih dari 13 juta orang, yang sebagian besar merupakan generasi milenial dan Gen Z. 

Banyak investor di Indonesia menggunakan cryptocurrency sebagai sarana investasi jangka panjang, sementara yang lainnya memanfaatkannya untuk transaksi lintas negara yang lebih murah dan efisien.

Blockchain, yang mana teknologi di balik cryptocurrency, memiliki potensi aplikasi yang lebih luas dari sekadar mata uang digital. Pada dasarnya, blockchain adalah buku besar digital (digital ledger) yang terdesentralisasi, memungkinkan semua peserta jaringan memiliki akses ke data transaksi yang tidak dapat diubah. 

Setiap transaksi di blockchain diverifikasi oleh jaringan komputer, bukan oleh otoritas pusat, yang menjamin keamanan dan transparansi data. Berikut ini beberapa contoh penerapan teknologi Blockchain:

  • Pengelolaan data dan kontrak pintar (Smart Contracts): Teknologi blockchain berpotensi besar untuk digunakan dalam pengelolaan data dan kontrak pintar (smart contracts). Kontrak pintar adalah program yang otomatis dieksekusi ketika ketentuan-ketentuan tertentu terpenuhi, tanpa keterlibatan pihak ketiga. Misalnya, pada industri properti, kontrak pintar bisa digunakan untuk memverifikasi transaksi jual-beli secara langsung di blockchain, tanpa memerlukan perantara.

  • Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasokan): Blockchain dapat diterapkan untuk meningkatkan transparansi dalam rantai pasokan dengan memantau alur barang dari produsen hingga konsumen akhir. Dengan teknologi blockchain, setiap tahap dalam proses distribusi dapat dicatat di jaringan blockchain sehingga setiap pihak dalam rantai pasokan dapat melacak asal-usul dan kondisi barang secara real-time.

  • Layanan keuangan dan perbankan: Blockchain dapat memberikan solusi bagi masyarakat yang belum memiliki akses ke layanan perbankan tradisional (unbanked) dengan menyediakan alternatif transaksi yang cepat, aman, dan terjangkau. Teknologi ini juga berpotensi mengurangi biaya transaksi lintas negara, yang bermanfaat bagi para pekerja migran dan pelaku bisnis global.

Meskipun memiliki potensi yang besar, cryptocurrency juga dihadapkan pada tantangan signifikan yang perlu diatasi untuk mencapai adopsi lebih luas di masyarakat. Berikut beberapa contohnya:

  • Fluktuasi harga yang tinggi: Cryptocurrency dikenal dengan volatilitasnya yang sangat tinggi. Harga Bitcoin, misalnya, bisa berubah drastis dalam satu hari, yang menyebabkan risiko besar bagi investor. Fluktuasi harga ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti perubahan regulasi, tingkat permintaan pasar, dan sentimen investor. 

  • Menurut survei dari Cambridge Centre for Alternative Finance (2023), sekitar 70% pengguna cryptocurrency menyadari bahwa volatilitas adalah risiko utama yang dihadapi dalam investasi aset digital ini, yang seringkali menghalangi calon pengguna baru untuk terlibat.

  • Minimnya regulasi dan keamanan: Cryptocurrency pada dasarnya tidak diatur oleh lembaga keuangan konvensional, yang berarti ada keterbatasan dalam regulasi. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terkait transaksi cryptocurrency, tetapi aspek perlindungan investor dan keamanan masih menjadi tantangan. 

  • Pemerintah Indonesia melalui Bappebti (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) pada tahun 2022 mulai mengatur transaksi cryptocurrency dengan mengharuskan pendaftaran dan pengawasan platform exchange, namun regulasi ini belum mencakup perlindungan konsumen secara menyeluruh.

  • Risiko keamanan dan peretasan: Cryptocurrency menggunakan metode enkripsi yang kompleks untuk menjamin keamanan transaksi, tetapi platform penyimpanan atau exchange yang menjadi perantara sering kali menjadi sasaran peretasan. 

  • Kasus peretasan seperti di Mt. Gox dan FTX menunjukkan kerentanan platform exchange dalam menghadapi serangan siber.

  •  Kaspersky (2023) melaporkan bahwa ancaman serangan siber terhadap aset digital meningkat 15% tahun lalu, dengan jenis serangan yang paling sering terjadi adalah phishing, malware, dan serangan ransomware.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia semakin aktif mengawasi transaksi dan investasi cryptocurrency untuk melindungi konsumen serta menjaga stabilitas ekonomi. Bappebti, misalnya, telah merilis aturan yang mewajibkan platform exchange untuk terdaftar dan diawasi secara ketat. 

Selain itu, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga melarang penggunaan cryptocurrency sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia, meskipun masih diperbolehkan sebagai aset investasi. 

Namun, regulasi ini masih terus berkembang, mengingat perkembangan cepat di sektor cryptocurrency dan blockchain. Di masa mendatang, pemerintah diharapkan akan memperkenalkan aturan yang lebih komprehensif untuk mengatur perdagangan cryptocurrency dan memastikan perlindungan konsumen yang lebih baik, seperti kewajiban penyimpanan dana di cold storage (penyimpanan offline) untuk mengurangi risiko peretasan.

Dengan kemajuan teknologi, cryptocurrency memiliki potensi untuk terus berkembang dan menjadi bagian yang semakin penting dari ekosistem keuangan digital di Indonesia. 

Blockchain sebagai infrastruktur teknologi di balik cryptocurrency berpotensi menjadi platform yang mendukung berbagai inovasi di luar aset digital, termasuk dalam pengelolaan data dan manajemen rantai pasokan. 

Bagi masyarakat Indonesia, adopsi yang lebih luas akan membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat untuk mengatasi tantangan regulasi, keamanan, dan literasi teknologi. Inovasi-inovasi yang berkelanjutan serta regulasi yang seimbang akan menjadi kunci untuk menjadikan cryptocurrency sebagai aset yang lebih stabil dan diandalkan.

3. Payment Gateway dan Dompet Digital

Dompet digital seperti OVO, GoPay, ShopeePay, DANA dan aplikasi e-wallet lainnya telah menjadi pilihan utama bagi masyarakat Indonesia dalam bertransaksi karena kemudahan, kecepatan, dan keamanan yang ditawarkannya. 

Studi Agustin & Dewi (2021) menyebutkan bahwa faktor kemudahan penggunaan dan keamanan menjadi alasan utama dibalik popularitas dompet digital ini, terutama di kalangan generasi muda yang mengutamakan kenyamanan dalam aktivitas finansial, contohnya seperti metode pembayaran QRIS yang mana dapat diakses melalui aplikasi aplikasi dompet digital (e-wallet) tersebut. 

Fitur-fitur tambahan seperti cashback, diskon, serta program loyalitas semakin menarik minat pengguna, mendorong peningkatan transaksi non-tunai yang tercatat meningkat hingga 41% pada tahun 2023 (Bank Indonesia). 

Selain memenuhi kebutuhan konsumen modern, dompet digital juga menjadi bagian dari visi pemerintah untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif secara finansial, di mana akses layanan keuangan menjadi lebih merata dan efisien, sehingga mempercepat laju digitalisasi ekonomi nasional.

4. Wealth Tech: Manajemen Aset dan Investasi Digital

Wealth Tech atau teknologi pengelolaan kekayaan, merujuk pada penggunaan teknologi digital untuk memudahkan masyarakat mengelola aset dan investasi mereka. 

Di Indonesia, Wealth Tech telah mengalami perkembangan pesat berkat kehadiran platform investasi seperti Ajaib, Bareksa, dan Bibit yang memungkinkan pengguna untuk berinvestasi di berbagai instrumen keuangan, termasuk saham dan reksa dana, hanya dengan perangkat mobile. Aksesibilitas ini membuat Wealth Tech populer di kalangan generasi muda yang ingin mulai berinvestasi namun tidak memiliki banyak waktu atau pengalaman. 

Menurut data dari Bank Indonesia (2023), pengguna aplikasi investasi ini meningkat lebih dari 20% dalam setahun terakhir, yang sebagian besar didorong oleh kalangan milenial dan Gen Z yang menginginkan kontrol penuh atas pengelolaan keuangan mereka, serta kemudahan dalam berinvestasi dengan modal awal yang kecil.

Meskipun potensi yang dimiliki Wealth Tech cukup besar, ada sejumlah hambatan yang mempengaruhi pertumbuhannya, salah satunya adalah rendahnya literasi keuangan. Banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami risiko investasi dan manajemen aset, sehingga sering kali tertarik untuk mencoba investasi tanpa pemahaman yang mendalam tentang produk atau strategi yang tepat. 

Hal ini dapat meningkatkan risiko kerugian yang justru menghambat pertumbuhan Wealth Tech di Indonesia. Menurut survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2022, hanya 38% masyarakat Indonesia yang memiliki pemahaman cukup baik tentang investasi digital. 

Oleh karena itu, edukasi dan literasi finansial perlu ditingkatkan, baik oleh pemerintah, perusahaan fintech, maupun lembaga keuangan, agar Wealth Tech dapat mencapai adopsi yang lebih optimal dan benar-benar memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat luas.

5. Maraknya Mobile Banking oleh Bank Konvensional

Dalam beberapa tahun terakhir, bank konvensional juga gencar meluncurkan aplikasi mobile banking sebagai respon terhadap persaingan dengan fintech. Menurut data dari Asosiasi Bankir Indonesia (ABI), sekitar 90% bank besar di Indonesia kini telah menyediakan aplikasi mobile banking, yang menawarkan fitur seperti transfer antar bank, pembayaran tagihan, hingga pembelian produk investasi (ABI, 2023). 

Langkah ini diambil sebagai strategi agar bank konvensional dapat tetap relevan dan bersaing dengan perusahaan fintech yang terus berinovasi.

Contohnya, Bank Mandiri (Livin by Mandiri), BNI (Wondr by BNI), BRI (BRImo), dan masih banyak Bank konvensional lainnya yang meluncurkan aplikasi mobile banking. Aplikasi aplikasi tersebut diluncurkan sebagai bentuk kemudahan yang diberikan untuk nasabah mereka dalam melakukan transaksi tanpa harus ke kantor cabang.

 Bahkan beberapa bank, seperti Bank Jago dan Digibank by DBS, mengembangkan aplikasi perbankan yang memiliki pengalaman pengguna (user experience) yang serupa, yakni menawarkan fitur personalisasi keuangan, pengelolaan anggaran, dan investasi secara digital.

Peralihan ke mobile banking ini juga didorong oleh kebutuhan masyarakat akan transaksi yang cepat dan mudah. Sebuah survei dari Deloitte (2023) mengungkapkan bahwa 75% masyarakat perkotaan di Indonesia lebih memilih menggunakan mobile banking dibandingkan datang langsung ke bank, karena menghemat waktu dan fleksibel. 

Namun, tantangan utama bagi pihak bank konvensional adalah memastikan aplikasi mobile banking tetap aman dan andal, terutama dalam menghadapi ancaman keamanan siber yang meningkat.

Dengan semakin banyaknya generasi muda yang tertarik pada layanan fintech, prospek pertumbuhan sektor ini sangat menjanjikan. Inovasi dalam artificial intelligence (AI) dan machine learning juga diharapkan akan mempercepat kemampuan fintech dalam menghadirkan layanan yang lebih personal dan efektif. 

Dengan menerapkan teknologi yang lebih canggih, fintech dapat membantu mempercepat inklusi keuangan dan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat yang belum terlayani oleh bank konvensional.

Disisi lain, tren fintech di tahun 2024 ini mencerminkan antusiasme masyarakat terhadap layanan keuangan yang cepat, mudah, dan efisien. Dengan kehadiran berbagai inovasi, mulai dari pinjaman online, Wealth Tech, E-wallet, Mobile Banking hingga cryptocurrency, sektor fintech berpotensi besar untuk terus tumbuh. 

Namun, untuk menjaga stabilitas dan keamanan, regulasi yang seimbang serta kesadaran masyarakat akan pentingnya literasi digital sangatlah penting. Di masa depan, peran fintech tidak hanya sebagai pelengkap layanan keuangan, tetapi juga sebagai katalisator utama dalam ekonomi digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun