***
Wanita itu adalah istri ayah, entah istri yang ke berapa. Barangkali ayah sudah tidak sanggup untuk menafkahi wanita itu, sehingga wanita itu berkunjung ke rumah. Membuat keadaan yang sudah runyam menjadi semakin runyam.
Kadang aku mengeluh mengapa harus aku yang mengetahui semua ini Mengapa aku yang harus melihat ibu menangis. Mengapa tidak kakak - kakak ku yang secara umur sudah lebih dewasa dari aku. Jujur saja rasa pilu yang dirasakan Ibu menembus dinding dinding hatiku yang belum siap menerima ini semua.
Tak lama dari kejadian itu Ibu jatuh sakit mungkin karena terlalu banyak menyimpan batin selama ini. Keluarga kami senjang, ayah dan ibu yang terlihat tidak harmonis, kakak-kakakku marah terhadap ayah karena kejadian itu, dan aku yang tidak diperhatikan rasa sedihnya.
Aku mendadak menjadi hamba taat yang tidak absen berdoa kepada tuhan, barangkali tuhan mengabulkan satu permintaanku dan membuat hidupku menjadi lebih baik.
“semoga Ibu sembuh ga ngerasain sakit lagi”
“semoga ekonomi keluarga kembali baik”
“semoga ayah dan ibu kembali harmonis” batin ku
Kali ini aku benar benar muak dengan keadaan hidupku ini. Jika saja aku dapat mengatakan kepada mereka yang menginginkan hidup layaknya diriku, aku akan ceritakan hal ini sampai sampai mereka mengubah doa mereka dan berbalik iba padaku. Seharusnya juga ceritaku bisa diangkat menjadi film yang sangat menyedihkan.
***
Tuhan memang maha baik, tuhan memang selalu tau apa yang berhak untuk kita. Sebulan setelah Ibu Karina bertahan dari rasa sakitnya, Ibu Karina akhirnya memilih untuk pergi selama lama nya. Tuhan mencabut rasa sakit dari tubuh Ibunya itu. Tuhan mengambil sosok itu, barangkali ekonomi keluarga akan kembali baik jika satu orang pergi begitu saja. Tuhan tidak pernah jahat, walau menurut wanita itu Tuhan kali ini sangat kejam terhadap dirinya.
Karina kini merasa sendiri, teman temannya hanya mengetahui bahwa ibunya meninggal, tanpa mengetahui beban apa lagi yang kali ini di pikulnya. Tapi inilah Karina, ini hebatnya Karina . Karina tetap terlihat ceria dan ramah saat menyambut tamu tamu yang datang ke rumahnya. Ia bersikap seolah dirinya baik baik saja dan tidak patut untuk di kasihani.
Setelah tamu pulang dan Ia selesai membereskan seisi rumah. Ia lantas masuk kedalam kamarnya dan menumpahkan semua keluhan pilu nya pada sebuah kasur yang terpajang rapih di sudut ruangan kamarnya.
Sedang ayahnya, seperti orang yang tidak merasakan rasa bersalah dengan tetap melakukan hal hal yang tidak berguna dengan tangan memegang satu rokok dan tangan lainnya menyeruput kopi.
“Nak, makan dulu nanti kamu sakit”
Panggil ayahnya mencoba membujuk Karina yang sedari kemarin belum makan apapun
Ayahnya memang selingkuh terhadap Ibunya dan itu tidak bisa dibenarkan, tetapi seorang ayah ialah ayah. Ia tetap menyayangi putri semata wayangnya itu. Tetapi kesalahannya itu terlanjur membuat Karina sakit dan jatuh bersamaan dengan derai derai air mata yang jatuh ketika Ibu nya mengetahui ayahnya selingkuh.
***
Sudah 1 bulan setelah kepergian Ibunya, Karina sudah mulai terbiasa dengan rutinitas rutinitas tanpa Ibu nya, walau terkadang masih menangisi nasibnya itu. Ia juga sudah mulai memaafkan ayahnya walau bagaimanapun ayahnya tidak pernah membuatnya merasa kurang dalam segi apapun. Karina selalu mengingat nasihat dari ibu nya waktu itu. Ibu nya berkata "Nak, tidak ada luka yang tidak sembuh, semua itu pilihan kita, ingin benar benar sembuh atau membiarkannya tetap menjadi luka." Walau disisi lain Karina tidak bisa melupakan kejadian kejadian yang belakang ini menimpanya
Karina masih sama, Ia masih Karina yang ceria, ramah, dan berprestasi. Karina masih sangat terkenal di sekolahnya. Bahkan ditahun terakhir sekolahnya ini, Ia menyempatkan untuk mengikuti beberapa kompetisi.