Nona, hari itu usai shalat subuh, Aku mengganti mukenaku dengan kerudung yang biasa kupakai. Lalu, Aku beranjak untuk membuka tirai. Â Rupanya sinar matahari amat ramah menyambutku.Â
Tidak seperti kamu nona, yang tiba-tiba saja mengirim pesan menyakitkan padahal masih pagi-pagi buta. Â
Masih kuingat, pesan yang kau kirim kan itu nona. Kau bilang aku harus menjauhinya  kan? Nona, Aku tak paham kenapa kamu inginkan itu dariku. Karena selama ini, Aku memang tak pernah dekat dengannya. Lalu, bagaimana bisa aku menjauhi, orang yang memang sudah jauh dari awal Nona?
Kemarin pun, kamu masih merasa bahwa Aku menguntilinya. Â Kau bilang, Aku terus menarik pesonanya lewat sosial media. Padahal, Aku hanya menulis seperti biasanya. Kenapa Nona? Padahal, Aku tak pernah berpikiran demikian. Apa yang membuat mu, begitu percaya kalau Aku sudah berusaha mendekatinya?
Sampai kini, Kau terus melabrakku Nona. Kau bahkan rela menguntiliku kemana pun aku berada, Â demi agar tahu bahwa aku tidak sedang mendekatinya.Â
"Begini saja, Â kamu unfolllow Naza. Baru aku percaya" katamu padaku nona.Â
Yang benar saja, siapa kau nona? Beraninya kau memerintahku seperti itu. aku tentu tak mau, bukan karena Aku ngotot untuk tetap mencintainya. Â Tapi aku tidak mau, memutuskan silaturrahmi yang bahkan belum kubangun sebelumnya nona. Â Lagi pula, kenapa aku harus mematuhimu nona? Apakah aku adalah pesuruhmu? Tentu tidak nona.Â
"Tidak Kak, saya memang tidak mengenal Naza. Â Hanya saja, saya tidak mau meg-unfollow orang lain, hanya karena tuduhan tidak jelas tentang saya" jawabku kepada Nona.Â
Lalu kau bilang " Berarti betul kan Kamu mencintai Naza?"
"Terserah kakak mau bilang apa, tapi ini sungguh diluar logika. Â Kakak memberiku pesan di pagi-pagi buta. Â Menuduhku tanpa bukti dan tanpa dasar sama sekali." Kali ini Aku dengan tegas menjawabmu Nona.Â
"Zahra, Aku perempuan pilihan ibunya. Pikirkan itu!" Katamu begitu Nona.Â
"Lantas?" Jawabku.Â
"Kami sudah dijodohkan"
"Ya sudah"
"Maka, menjauh lah darinya."
"Kami memang  tidak pernah dekat kan" kataku.Â
"Betul, wujud kalian jauh. Tapi, hati kalian satu sama lain dekat" katamu. Â
"Kalau begitu kau yang mundur kak" ucapku.Â
"Mana mungkin Aku Mundur, sedang aku adalah pilihan orangtuanya."Â
"Ya sudah, Â kalau begitu majulah! Jangan suruh aku melakukan apa yang tak ingin kulakukan."Kataku.Â
"Berarti kamu mengakui, bahwa kamu mencintainya?" tanyamu begitu nona.Â
"Dia tidak mengenalku kak" ucapku.Â
"Apa kamu mencintainya Zahra?" Kau tanya lagi nona.Â
Aku diam kaku, karena Aku memang mencitainya.  Namun, kenapa aku harus memberi tahumu nona? Sementara Aku bahkan tidak pernah menunjukkannya ke siapa pun. Bahkan kepadanya sekali pun.  Aku memang mencitainya. Tapi aku simpan rapat dan  dalam perasaan itu. Hanya Allah dan Aku yang tahu.
"Jawab Aku Zahra" katamu membentakku nona.Â
"Tidak Kak! Aku tidak kenal Naza. Â Barangkali Naza pun tidak mengenalku. Mungkin jika pun Naza kenal denganku, itu karena tulisanku. Mungkin dia tertarik dengan tulisanku kan?"ucapku.Â
"Kalau begitu berhentilah menulis!" Katamu.Â
Nona, yang benar saja. Kau suruh aku berhenti untuk melakoni pekerjaan yang sudah menjadi hobiku bertahun-tahun. Apa ini nona? kau terlalu obses kepadanya. Sehingga, kau mengorbankan orang lain untuk mendapatkannya nona.Â
Belum tentu kan Nona, Â dia punya perasaan padaku. Barangkali nona, hanya menebak-nebak saja. Kalau pun betul, apa keberatanmu nona?Â
"Maaf Kak saya tidak bisa!" Kataku dengan tegas.Â
"Berarti kamu mencintainya kan Zahra."
"Terserah kak Amel mau bilang apa" jawabku. Aku sudah muak dengan semua perilakumu nona.Â
Nona, barangkali kau harus membaca ini. Kau datang seolah aku adalah seorang pelakor dalam hubungan suami istri. Sedang kau dengannya, belum halal sama sekali nona. Ia bahkan tak pernah sibuk membahas hal-hal yang demkian.Jangan-jangan dia tak mengenalmu nona. Â
Bahkan aku tahu, kau hanya berdusta soal pilihan orangtua itu.Â
Nona, kau bilang kalian sudah dijodohkan kan. Ya sudah nona, Â silahkan tunggu saja masa itu, sampai masa penantian itu berakhir dan dia membawamu ke pelaminan. Â
Jangan takut nona.  Benar! dalam diam aku memang  menyebutnya dalam doaku.  Tapi, Aku sungguh lebih percaya dengan Tuhanku.  Jika kau adalah pilihannya, ya sudah Aku ikhlas nona. Aku paham nona, takdir Allah jauh lebih baik.Â
Nona, jangan takut! Kau yang setiap hari berjumpa dengannya kan? Sementara Aku nona, Aku bahkan tak pernah melihat wajahnya secara langsung? Lalu apa yang harus kau takuti?Â
Kenapa kau begitu takut padaku nona? Padahal wajahmu amat cantik rupawan, Aku tentu tak bisa menandingi kecantikanmu nona. Kamu juga orang yang pintar nona. Dari perawakanmu, Aku tahu kau juga terlahir dari keluarga terpandang nona. Lalu, kenapa nona harus takut?
Nona, wajahku tak secantik dirimu! Aku bahkan tak pernah memaki skin care  yang biasa di pakai perempuan seusia kita nona. Karena, Aku amat miskin tak mampu kalau harus sibuk menggunakan itu. Makan saja kami harus meraung raung  nona.Â
Jangan nona, jangan runtuhkan kepercayaan dirimu hanya karena Aku. Sebab, Aku hanya seorang gadis miskin yang lahir di sebuah perkampungan kumuh, di kota kecil. Ayahku seorang pengepul rongsokan nona. Aku pun tak mampu untuk memberikan selimut hangat pada Ayah dan Ibuku. Lantas kenapa aku harus merebutnya darimu?Â
Nona, jangan takut! Aku lebih tertarik untuk merebut uang yang diambili  oleh para koruptor dan mengembalikannya kepada rakyat kecil nona. Karena para koruptor itu sudah semena-mena kepada kami nona. Mereka yang penjahat, tapi kami yang sering dihukum.Â
Aku pun lebih berambisi untuk membangun taman baca di dekat kampungku. Sebab Nona, minat baca anak-anak  tidak ada disini. Disini anak-anak hanya punya minat untuk mencuri. Jangan ajari mereka soal agama, karena agama hanya ada di ktp. Aku tengah berjuang mati-matian, agar keluargaku tidak terkontaminasi dengan pergaulan disini.Â
Nona, Aku lebih tertarik untuk mengemban tugas dakwah. Â Sebab, Â kita lahir di dunia ini adalah untuk beribadah pada Tuhan. Dengan dakwah, akan lebih berguna. Dari pada harus mengejar-ngejar dia seperti apa yang kamu lakukan sekarang nona.Â
Nona,
Sekarang,aku  tengah tenang mencintainya dalam hening. Tak peduli, seberapa banyak orang mencintainya. Tapi, biarkan Aku menikmati cinta ini dalam kesendirian. Biarkan aku dan Tuhan yang tahu soal perasaan ini padanya.Â
Kamu kira aku ingin merebutnya darimu kan nona? Padahal Aku lebih ingin membangun istana untuk ayah ibuku. Sebab, Aku dan kelima saudaraku hanya tinggal di gubuk kecil. Nanti, sebelum aku pergi. Â Aku ingin membangun istana pada keluaragku dulu nona. Tidak perlu besar! Karena kami tidak serakah seperti para koruptor itu. Sederhana, tapi itu penuh makna.Â
Kamu kira aku mengejar-ngejarnya kan nona? Padahal Aku sedang  sibuk mengejar waktuÂ
Nona, Aku tidak tahu kapan waktu akan berkhianat padaku. Saat ini, Aku tengah berpacu dengan usia kedua orangtuaku. Berpacu pula dengan  usia kelima Adik-adiku. Aku masih berpikir,  bagaimana caraku mengurus ke lima adikku itu. Maklum nona, Aku anak pertama.  Nanti, kalau Ayah ibu tak bersama kami. Siapa lagi yang akan mengurus Adik-dikku? Hanya aku kan nona?
Bukan itu saja nona. Masa depan yang paling nyata. Maksudku, maut sudah sibuk menghantuiku. Lantas  bagaimana kau bisa berpikir, Aku ingin merebutnya darimu?Â
Nona, tenang lah! Minum lah dulu segelas air putih. Atau, berwudulah dulu. Agar pikiranmu bisa jernih.
Biar ku kasih tahu sebuah rahasia padamu nona. Tolong nona! jangan berpikir dia hanya milikmu. Â Sebab, kamu, Aku, dan seluruh apa yang ada di Langit dan di bumi berserta isinya adalah milik sang pencipta.Â
Maka nona, itu sesuka hati  pencipta,  Dia ingin Naza dengan siapa.  Makanya nona,  jangan sibuk! Untuk melabrakku, mengirimkan kalimat tidak penting padaku, dan mengatakan sesuatu yang menyakitiku. Karena itu tak berpengaruh padamu nona. Padaku juga, buat apa aku terpengaruh dengan ocehanmu.Â
Nona,aku sarankan Jangan sibuk mengejar-ngejarnya. Dia hanya akan risih dengan perilakumu itu. Aku saja sudah semuak ini padamu nona.Â
Rayu saja Tuhan nona, biar Tuhan kasihan padamu. Agar dia menyatukan kamu dan Naza. Â Agar kau tak menyuruhku menjauhinya. Kalau Tuhan yang bertindak, jangankan mendekat. Tuhan pun bisa menghapus memoriku tentangnya. Â
Jangan suruh aku mundur lagi Nona! Aku sudah pernah mundur. Tapi, kau tunjukkan kau tidak pantas padanya. Aku tak mau lagi mundur. Perilakumu sudah cukup membuatku tahu, kau  sama sekali tak pantas bersamanya.  Kecuali nona, kau sudah berubah dan bertobat. Kalau kau bertobat,  kau tak mungkin menghrapkannya lebih dari mengharapkan rido Tuhan kan Nona?
Nona,Â
Aku akan maju, dengan cara yang diridoi-Nya nona. Â Dengan elegan, tanpa harus ugal-ugalan. Aku pun sedang sibuk memantapkan diri, Â barangkali rayuanku selama ini pada Tuhan, akan mengantarkan ku kepadanya kan nona?Â
Jangan cemburu nona. Aku hanya tahu wajah dan parasku yang tak seberapa ini. Tak mungkin bisa menggetarkan hatinya. Aku bahkan tahu kalau akhlakku pun tak akan mampu membuatnya mencintaiku. Sebab, Aku pun masih belajar kan nona.
 Agar kau tahu saja nona, nilai akhlakku hanya 0, di sebuah mata kuliah. Karena aku baru saja melawan seorang dosen korup, yang suka melakukan suap. Karena itu aku tak punya akhlak. Bukan kah orang yang korupsi, harus diberi sesajen dan disembah-sembah?Â
Tapi, Â sudahlah nona. Aku hanya tahu. Hanya Tuhan yang mampu menggetarkan jiwanya. Barangkali, dengan banyaknya kebengkokan ku ini. Dia mau denganku kan nona?
Allah yang memberikan rasa-rasa diantara kami nyata nona. Aku tidak bohong nona. Tadi malam, dia baru saja membalas tulisanku di sosial media. Lalu kurasakan rasa itu ada nona.Â
Untuk itu nona. Aku harap kamu Pakai cara elegan seperti ini nona. Â Barangkali kau memang jodohnya kan nona. Â Jika, kau adalah yang dipilih Tuhan untuknya. Aku ikhlas nona. Sebab, cintaku hanya karena-Nya. Â Dan jika Aku yang bersatu dengannya. Kau tak perlu marah-marah, dan merasa dirimu paling disiksa. Â Toh, selama ini kamu dan dia tak pernah punya apa-apa kan? Dia juga tak beri kau harapan kan nona? Â Kalau padaku, dia pernah beri harap-harap yang semu. Hanya saja, Aku lebih percaya pada Tuhanku.Â
Lagi nona, Kalau kau tidak ikhlas. Itu artinya tidak benar kau mencintainya. Sebab cinta dalah ketika kita ikhlas melihat orang yang kita cintai bahagia. Dengan siapa pun dia bersanding. Â Dan puncak tertinggi dalam level mencintai adalah, ketika kau pasrahkan semua cinta pada-Nya nona.Â
Kau tanya "Nya- maksudnya siapa?"Â
Siapa lagi Nona. Tentu saja Allah. Tuhan kita nona. Â
Sudah tahu kan nona rahasianya?Â
Jangan mengusikku lagi nona. Biarkan aku tenang dengan puisi-puisiku. Dengan cerpen-cerpen yang dituliskan sepenuh hati. Â Jangan usik dia juga! Biarkan dia memilih dengan sesuka hatinya. Â Biarkan Allah yang memutuskan segalanya.Â
Sekarang nona, Â Aku tengah menikmati segelas air putih. Meminumnya dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan. Sebab, kemarin malam nona. Dia mendoakanku terang-terangan di hadapanku.
 Bagaimana mungkin aku tidak bersyukur pada Tuhan nona? Setidaknya nanti jika kami tidak bisa bersatu nona. Aku bisa mengambil hikmah dari sebuah kata temu kan nona?Â
Barangkali, kekuatan doamu itu lebih dasyat nona. Â Aku pun tidak terlalu kepayang. Agar nanti, kalau terjadi sesuatu. Galauku ku serahkan pada Tuhan nona. Karena hanya Tuhan yang punya obat patah hati.Â
Jangan lagi labrak aku nona! Mari berteman. Kalau mau bersaing secara sehat. Melalui jalur langit. Aku tak pernah takut tentang kemacetan yang ada di Langit. Sebab, kepercayaan diri. Terkadang dibangun, atas kepercayaan kepada Tuhan.
Kuharap kau paham nona.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H