Mohon tunggu...
Rahmat Sahid
Rahmat Sahid Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis

Wong Kebumen, ceker nang Jakarta, kandang nang Bekasi, Penulis Buku Sisi Lain pak Taufiq & Bu Mega, Penulis Buku Ensiklopedia Keislaman Bung Karno

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sandri: Maling Nyaru Santri

17 Januari 2019   12:16 Diperbarui: 17 Januari 2019   12:40 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Al bulusu haromun limertuin, illa kuwwahin. Artinya, ikan bulus haram bagi mertua, kecuali kuahnya. Jadi bapak bisa makan kuahnya pak, halal kuahnya" jawab Sandri.

Lagi-lagi, tanpa curiga, Pak Toro malam itu percaya dengan penjelasan menantunya. Ia ikut makan malam, meskipun lauknya hanya kuah ikan bulus, hasil pancingan tadi siang. Ia ceritakan pengalaman itu ke jamaah masjid, tak peduli banyak yang menertawakan dan mulai mencurigai siapa sebenarnya sosok Sandri yang mengaku sebagai santri.

Di sela Pak Toro cerita ke jamaah masjid soal menantunya, imam masjid yang mulai curiga menanyakan sosok Sandri.

"Itu menantunya Pak Toro sebenarnya siapa? Saya kok curiga, jangan-jangan orang enggak bener itu Pak. Banyak anehnya, banyak janggalnya. Contohnya, tata cara wudlu, masak kakinya dulu. Terus hukum makan ikan bulus, masak aneh-aneh dalilnya" kata Kiai Muhamad Joko.

"Pak kiai mungkin ilmunya belum sampai pak, mondoknya kalah lama, jadi tidak nyambung dengan ilmu menantu saya" jawab Pak Toro

"Terus, itu yang Pak Toro selalu ceritakan, katanya tiap malam menantu bapak pergi ke masjid untuk shalat malam, lalu ketika pulang sudah ada rejeki yang datang, itu bagaimana ceritanya? Lha wong di masjid sini saja kalau malam hari tidak ada kok, dimana coba shalat malamnya, terus dari mana rejeki yang katanya dari Tuhan itu?" Kiai Joko memborbardir Pak Toro dengan berbagai pertanyaan.

"Atau jangan-jangan menanti bapak pergi malam itu cari mangsa? Jadi maling?" kembali pertanyaan pedas disampaikan.

"Pak kiai jangan sembarangan, kualat nanti, menantu saya itu kelasnya santri berilmu tinggi, jangan asal nuduh" Pak Toro mulai emosi, kemudian meninggalkan Kiai Joko dan jamaah lainnya yang masih penasaran dengan sosok Sandri.

Pak Toro pulang dengan pikiran kalut, marah karena mulai ada yang meragukan dan mencurigai menantunya. Namun, di hati kecilnya juga dia terbersit untuk mengetahui, kemana sebenarnya kemana tiap malam menantunya pergi, karena selama ini alasannya adalah shalat malam di masjid. Karenanya, meskipun kebiasaan  selepas jamaah Shalat Isya Toro langsung ke mamar, tidur, bangun lagi tengah malam untuk shalat sunah, kali ini kegelisahan itu memaksanya tetap melek. Ia memilih duduk di teras depan sambil minum the pahit sambil menunggu menantunya pulang, entah tengah malam, atau dini hari nanti. Hingga tengah malam, menantunya belum juga pulang. Pak Toro masuk rumah, ambil air wudlu, lalu shalat sunah. Usai shalat malam, ia kembali ke teras, masih merenung mencari jawaban kegelisahan sambil menunggu menantunya pulang.

Mata pak Toro sudah mulai mengatup karena dihinggapi kantuk. Namun, sayup-sayup ia mendengan langkah kaki dan seseorang yang hendak membuka pintu gerbang. Tak lain, sang menantu pulang mengempit sesuatu diketiaknya. Ia putuskan menyambut menanti di pintu gerbang sambil menanyakan.

"Anak mantu dari mana kok dini hari baru pulang?" tanya Pak Toro

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun