Mbah Sarip memang sangat terpukul dengan kelakuan dua orang tua Udim namun apa daya dia harus tetap kuat mengurus Udin sendirian. Istrinya sudah meninggal karena TBC dua tahun setelah Udin lahir.Â
Untunglah Mbah Sarip punya penghasilan dari sawahnya yang tidak terlalu luas lebarnya. Dengan penuh kasih sayang dia rawat Udin dari jerih keringat bertani.
Udin juga tahu akan keadaan kakeknya ini yang tidak muda lagi. Di saat hari libur Udin sempatkan dirinya membantu Mbah Sarip di sawah dan sepulang sekolah dia berjualan asongan di terminal bus.Â
Udin tahu bahwa dia tidak bisa bergantung terus ke kakeknya jika ingin punya uang jajan, memang sejak kecil Udin sudah terbiasa mandiri.
****
Siang itu Udin sedang menyambi berjualan asongan di terminal biasa dia melakukannya. Setelah lelah berlari kesana-kemari menawarkan tisu atau rokok ke calon pembeli, ia akhirnya duduk di pinggir terminal bersama dengan teman-teman senasib dengannya.Â
Anak-anak yang tidak bisa menikmati enaknya berleha-leha dan istirahat sepulang sekolah karena harus membantu ekonomi keluarga.
Tono, teman si Udin yang lebih tua disana mengeluarkan ponsel pintar guna memecah penat. Dialah satu-satunya orang yang punya gadget diantara mereka walau layar smartphone yang dia miliki dihiasi oleh retak besar yang hampir menutupi sepertiga layarnya.
Tono lalu menggeser dan menyentuh smartphone kebanggaannya itu dan lalu memutar video yang segera menarik perhatian anak-anak yang lain, termasuk si Udin.
Disana diputar sebuah video yang memperlihatkan seorang laki-laki berpakaian sangat modis sedang keliling rumah yang sangat mewah. Pemandangan yang luar biasa indahnya itu membuat para anak ini terpaku melihatnya.Â
Si laki-laki ini memperlihatkan semua furnitur indah yang dia miliki mulai dari lampu gantung kaca yang ada di ruang utama, kolam renang yang sangat luas, deretan koleksi mobil mewah dan banyak lainnya.