Sambil memikirkan cara alternatif tersebut muncul ingatannya tentang rumor "penggandaan" uang dekat dengan hutan alas yang terkenal angker di desanya namun ditepisnya solusi terakhir ini karena takut akan dosa Yang Maha Kuasa.
Di perjalanan dia bertemu Pak Ujang yang menaiki motor barunya. Melihat Mbah Sarip yang hanya berjalan kaki membuat Pak Ujang ingin memberikan tumpangan, kebetulan jalan rumah mereka juga searah.Â
Mbah Sarip menerima tawaran tersebut karena juga hari sudah mau malam. Selama perjalanan mereka berbincang-bincang obrolan sesama petani tentang ladangnya.
"Mulai paceklik ini ya, mbah.", kata Pak Ujang membahas masa paceklik.
"iya, aku takut sawahku gagal panen. Apalagi SPP si Udin juga harus dilunasi dan belum lagi kebutuhan pokok yang mulai mahal juga", jawab Mbah Sarip mencurahkan isi hatinya kepada Pak Ujang.
"Mbah mau saya kasih tahu cara buat rezeki melimpah nggak mbah?", tanya Pak Ujang kepada Mbah Sarip.
"Pesugihan di hutan angker itu?. Ogah, aku takut dosa", jawab Mbah Sarip seakan menebak arah pembicaraan Pak Ujang.
"Bukan pesugihan itu mbah, tapi ikut Padepokan Dzikir Kiai Said di desa sebelah itu", kata Pak Ujang memberi tahu.
"Dzikir tok yo di langgar Ustad Yusuf juga bisa to?", tanya Mbah Sarip yang merasa heran.
"Bedo mbah, ada syariat tambahan yang harus dilakukan contohnya sedekah barang berharga yang dianggap penting nanti dibantu doa bersama Haji Said biar sedekahnya diganti tujuh kali lipat. Kalau mbah mau lihat contoh yo ini motor baruku sama traktor baru yang hasil sedekah cincin kawin istriku.", jawab Pak Ujang menjelaskan.
Persoalan tentang Padepokan Dzikir Kiai Said tadi menarik perhatian Mbah Sarip karena caranya yang dengan mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa untuk mendapatkan rezeki.Â