Ical duduk di ujung kantin, mencoba melihat aktifitas di sana. Ical menelisik setiap sudut kantin, melihat dimanakah titik keramaian. Sampai beberapa lama ia melihat beberapa akhwat berkumpul dengan beberapa ikhwan, jumlah sekitar 7 orang dan tampak serius membicarakan suatu hal.Â
Tanpa lama, Ical mulai bergerak, bermanuver dengan duduk persis di belakang tempat kumpul mereka, lalu menenggelamnkan dirinya dalam penyamaran sebagai mahasiswa biasa yang butuh makan dengan memesan seporsi batagor.
Lambat laun, Ical melihat diskusi mereka tampak ramai dan beberapa diantara mereka fokus menyimak seseorang yang berbicara. Ia seorang ikhwan, mungkin semester 5 dalam pikiran Ical.Â
Ia beraksi dengan meluruskan tangan kirinya yang terdapat alat penyadap, sedangkan tangan lainnya menggenggam hp yang ia arahkan ke wajahnya, layaknya gaya santai seseorang bermain hp.
Dengan perlahan Ical kemudian menekan tombol yang tersembunyi dibalik bajunya, itu dilakukan untuk mengaktifkan alat penyadapnya. Lalu ia memasangkan headset ke hpnya, ini pun agar suara dari alat penyadap mampu langsung ia dengar dengan jelas.Â
Hingga pesanan batagornya datang, ia tidak mendengar yang dibicarakan kerumunan itu adalah soal selebaran propaganda kampus kemarin. Mereka sibuk membicarakan event kampus minggu depan.
Setelah tanpa hasil, dan batagornya telah habis, Ical kembali menuju sudut kampus dan memantau lagi kerumunan yang ada di sana. Tak lupa Ical menekan kembali tombol alat penyadap untuk menjeda kerja penyadapan sementara waktu.Â
Rey juga tak kalah berusaha dengan Ical, cara penyadapan yang ia lakukan hampir sama dengan Ical, hanya saja pergerakan Rey lebih mobile, karena ia harus berkeliling lorong perpus guna mendapat informasi.
Sementara itu vey sibuk mondar-mandir di lorong kelas, mencoba menelisik tempat orang-orang berkumpul. Sekira sampai ashar, Ical, Rey, dan Vey berkumpul kembali di selasar masjid, mereka saling mengemukakan informasi yang didapat dari hasil penelursurannya.
"Gimana hasil hari ini?" Tanya Ical
"Nihil!" Ujar Rey