Mereka umumnya berasal dari Banjarmasin dan membuka lapak di depan toko-toko besar karena tingginya permintaan akan emas dan kurangnya lapangan pekerjaan.
Di Kampung Ketandan, Yogyakarta, perubahan signifikan terjadi menjelang tahun 1950-an ketika hampir 90% penduduk beralih dari usaha jamu dan sembako ke bisnis toko emas (Detik.com, 26/10/2023).
Pendatang dari Banjar memainkan peran penting dalam memulai bisnis ini karena mereka melihat potensi keuntungan yang besar dari perdagangan emas.
Ketandan dikenal sebagai kawasan pecinan yang kaya akan budaya Tionghoa. Keberadaan toko emas di sini tidak hanya mencerminkan aspek ekonomi tetapi juga warisan budaya yang kuat.
Sejarah awal mula munculnya toko emas di pasar tradisional Indonesia sangat dipengaruhi oleh kedatangan berbagai etnis serta perkembangan ekonomi lokal.Ā
Dari Coyudan yang menjadi pusat perdagangan emas sejak tahun 1930-an hingga Kampung Ketandan yang bertransformasi menjadi kawasan toko emas pada tahun 1950-an, masing-masing daerah memiliki cerita unik yang mencerminkan dinamika sosial dan ekonomi masyarakat setempat.
Emas sebagai Simbol Nilai Ekonomi
Emas telah lama dikenal sebagai simbol kekayaan dan stabilitas. Sejak zaman dahulu, emas digunakan sebagai alat tukar dan penyimpan nilai.
Bahkan di dunia modern sekalipun, meskipun ada berbagai instrumen investasi lainnya, emas tetap dianggap sebagai aset yang relatif aman.
Di pasar tradisional dan pasar desa, emas berfungsi lebih dari sekadar perhiasan. Dalam banyak kasus, toko emas adalah tempat di mana masyarakat menyimpan kekayaan mereka.