Mohon tunggu...
Rahadi W. Pandoyo
Rahadi W. Pandoyo Mohon Tunggu... -

Dokter Spesialis Paru di RSUD Dr. HM Rabain, Muara Enim, Sumatera Selatan. Penulis Novel Profesi "The Doctor" (Mazola, Januari 2015)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Setelah Judicial Review Ditolak di Mahkamah Konstitusi, Apa yang Sebaiknya Dilakukan Para Dokter?

9 Desember 2015   13:48 Diperbarui: 9 Desember 2015   20:25 1321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak satupun dokter akan menolak poin ini. Meningkatkan kualitas layanan kesehatan, itu harus. Meningkatkan kompetensi? Tentu semua dokter mau.

Nah, sekarang, mari kita 'menagih' pada pemerintah. Bila tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas layanan kepada rakyat, artinya itu untuk kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat berarti adalah KEPENTINGAN NEGARA. Betul, tidak?!

Kalau program ini adalah kepentingan negara, bukan kepentingan dokter semata, maka semuanya HARUS DIBIAYAI NEGARA.

Ini penting dicamkan oleh teman-teman dokter umum yang berminat untuk mengikuti pendidikan spesialis DLP ini. Melihat komentar-komentar di media sosial, saya lihat yang mendukung adanya DLP bukan hanya pejabat pemerintah dan fakultas kedokteran, tapi juga sebagian teman-teman dokter umum, walaupun tahu bahwa IDI dan PDUI menolaknya.

Baiklah, silakan saja. Tidak ada jeleknya menambah ilmu dan meningkatkan kompetensi. Itu baik. Bahkan tujuannya boleh dikata sangat mulia.

Tapi, bila teman-teman kemudian disodori kewajiban membayar sekian dan sekian. Kalau biayanya sampai merobohkan anggaran belanja rumah tangga, pikir lagi baik-baik. Kalau teman-teman memang punya cukup uang untuk melanjutkan pendidikan, pertimbangkan sebaik-baiknya, apakah layak menghabiskan waktu sekian tahun untuk menempuh pendidikan DLP, atau sekalian saja ikut program pendidikan dokter spesialis yang sudah established sejak lama.

Lulus sebagai dokter spesialis sudah jelas, bisa kita ukur cost-benefit-nya berdasarkan dana pendidikan yang kita punya. Sedangkan lulus sebagai dokter DLP? Wallahu a'lam. Teman-teman harus siap menjadi pionir.

Kecuali bila program pendidikan DLP DIBIAYAI SEPENUHNYA oleh negara. Saya kira tidak masalah, silakan mengikuti bila berminat.

Poin 2. Tentang meningkatkan pride dokter umum. Baguslah. Katanya DLP ini bakal SETARA DENGAN SPESIALIS.

Walaupun masih ada pertanyaan mengganjal dalam hati saya. Mengapa dokter umum harus kurang pride-nya dibanding spesialis? Saya sulit mengerti, karena selama menjadi dokter umum saya tidak pernah kekurangan pride. Hal ini baru bisa dijelaskan oleh dokter umum yang pride-nya kurang.

Bagi teman-teman dokter umum yang ingin mengejar pride untuk disetarakan dengan spesialis, silakan saja. Walau kalau boleh saya memberi saran, pikirkan lagi baik-baik. Pride yang akan didapat itu asli atau hanya semu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun