Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selamatkan Anak-anak dari Ranjau Rokok

16 Agustus 2022   19:13 Diperbarui: 16 Agustus 2022   21:26 644
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Rokok dan anak. Sumber foto: Kompas.com

Agus mengkhawatirkan kenaikan prevalensi perokok anak yang kian melonjak. Agus menjelaskan bahwa hasil survei penggunaan tembakau pada usia dewasa, (Global Adult Tobacco Survey -- GATS) 2021  menunjukkan peningkatan signifikan jumlah perokok dewasa dalam kurun 10 tahun terakhir, yaitu dari 60,3 juta (2011) menjadi 69,1 juta perokok (2021).

Sementara prevalensi konsumsi rokok elektronik mengalami kenaikan 10 kali lipat dari 0,3% (2011) menjadi 30% (2021).

Angka lain yang patut diwaspadai adalah data penjualan rokok. Menurut Agus, penjualan rokok meningkat 7,2% pada 2021 dibanding tahun 2020, yakni dari 276,2 miliar batang menjadi 296,2 miliar batang.

Sementara konsumsi rokok berjumlah 70,2 juta orang dewasa, dan penggunaan rokok elektronik meningkat 10 kali lipat dari 0,3% di tahun 2011 menjadi 3% di tahun 2021.

"Beli Rokok Gampang Banget!"

Beli rokok itu gampang. Ada dimana-mana. Itu fakta. Kemudahan memperoleh rokok, menjadi salah satu faktor memicu anak untuk merokok. Baik perokok rokok konvensional maupun rokok elektrobik.

Pengakuan pelajar berinisial "M" dalam webinar daring Yayasan Lentera Anak, memberikan bukti. "M" perokok konvensional. Dia memperoleh rokok dari membeli di warung dekat rumah.

Hanya dengan uang jajan sebesar Rp 5000, dia sudah memperoleh 3 batang rokok.  Membeli rokok secara " ketengan" adalah "jalan ninjanya" untuk menuntaskan hasrat mengepulkan asap rokok di mulutnya. Padahal dia mengaku mengetahui dampak buruk rokok terhadap kesehatan. Zat adiktif rokok menguasainya. Sulit berhenti merokok.

Kasus berbeda. Pelajar SD berinisial"A" seperti yang saya ceritakan di awal tulisan ini, menurut kakaknya Ulfa, membeli rokok elektronik secara daring menggunakan gadget milik kakaknya. Meski akhirnya ketahuan dan dimarahi keluarganya. Kasus ini memberi gambaran betapa mudahnya rokok elektronik dibeli. Bahkan oleh pelajar SD sekalipun.

Lingkungan dan Pengawasan, Lemah! 

Lingkungan pun turut membentuk kebiasaan merokok.  Saya pun berhenti merokok karena dukungan tempat kerja. Tak ada rekan kerja yang merokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun