Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aksi Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Terus Terjadi, Apa yang Harus Dilakukan?

6 Januari 2017   21:11 Diperbarui: 6 Januari 2017   22:08 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agustina Erni, Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) (foto Ganendra)

Pemerintah butuh punya banyak mitra, dan mensinergikan semua. Prinsip sinergi meliputi tujuan bersama, rencana kerja bersama. Sebagai contoh, jika 1 LSM masuk menangani satu sisi, terus bergantian dengan LSM lain dan menangani sisi lainnya, demikian terus selama p[eriode tertentu maka potensial sekali kasus bisa dituntaskan. Tentu saja dengan prinsip menghargai bahwa setiap orang adalah penting dengan keahlian sendiri-sendiri. Tak saling menyalahkan.  

3. Litigasi Social

Dalam suatu lingkungan, seburuk-buruknya yang ada di dalamnya pasti masih ada yang positif. Nah membantu berkembang warga yang positif/baik ini maka akan dapat mempengaruhi sekitarnya. Misalnya di Rusun Marunda seperti dicontohkan Erni, bahwa di  Marunda masih ada  10 % warga yang bagus/positive. Nah Pemerintah membantu 10% yang positif ini, diberi bantuan agar bisa berkemabang dan bisa mempengaruhi 90% yang negative. Selanjutnya mereka bisa menjadi Agen Perubahan.

 4. Pencegahan dengan Sinergi Program Pelindungan Anak

Langkah pencegahan pastinya lebih murah daripada menangani korban. Sri Astusti menyebutkan nbahwa langkah pencegahan dengan Sinergi Program Pelindungan Anak ini meliputi preventif,  promotif, kuratif,  rehabilitative yang terdampingi dan berkelanjutan.

5. Perlunya Pendampingan  

Ketika ada korban, jangan dilepas sendiri. Harus didampingi. Apalagi mekanisme pelaporan cukup menguras waktu, terkait syarat-syaratnya seperti visum pada kasus kekerasan seksual. Apalagi masih dibebani biaya visum. Kabarnya biaya bisa Rp. 5 juta kalau kasusnya berat. Tentu untuk masyarakat bawah menjadi kian berat. Seperti pepatah, “Sudah jatuh tertimpa tangga.”

Di sini perlunya pemerintah menciptakan mekanisme yang lebih mudah dalam pelaporan kasus termasuk soal biaya. Visum lebih baik bisa gratis. Tentu ini tergantung anggaran pemerintah.

6. Mengubah Stereotip Masyarakat Lebih Empati

Seringkali korban justru dipojokkan oleh masyarakat, yang semestinya harus  berempati pada korban. Jadinya korban mengalami ‘kekerasan kedua’. Tentu secara psikologis akan berdampak makin buruk pada korban. Inilah pentingnya bagaimana mengubah stereotip masyarakat yang lebih banyak memojokkan korban menjadi berempati pada korban. Sehingga korban dapat terbantu untuk pulih dari ‘luka-luka’nya. Pentingnya lagi masyarakat dapat saling mengawasi dan melindungi untuk  mengurangi ruang gerak para ‘predator’, pelaku kekerasan terhadap anak.

7. Lingkungan Ramah Anak.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun