Mohon tunggu...
Rachmat PY
Rachmat PY Mohon Tunggu... Penulis - Traveler l Madyanger l Fiksianer - #TravelerMadyanger

BEST IN FICTION 2014 Kompasiana Akun Lain: https://kompasiana.com/rahab [FIKSI] https://kompasiana.com/bozzmadyang [KULINER] -l Email: rpudiyanto2@gmail.com l IG @rachmatpy @rahabganendra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menakar Efektivitas Sandiwara Radio untuk Edukasi Siaga Bencana

17 September 2016   05:36 Diperbarui: 17 September 2016   18:32 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rawan Gempa dari materi Pak Sutopo BNPB. (FOTO GANENDRA)

Keempat, basis pendengar. Pilih radio yang memang punya basic pendengar lebih banyak.  

Kelima, kualitas daya siarnya. Semakin power radio kecil maka makin ‘jelek’ kualitas siarannya yang diterima.   

Keenam, promosi program. Sejauh mana radio ini bisa melakukan promosi program sandiwara radio kepada pendengarnya? Baik itu melalui media social, streaming, website, promo adlips dan lain-lain.   

Ketujuh, Jam siar. Jam siar harus dipilih. Masyarakat desa bertani. Radio bersifat personal, pribadi, satu rumah bisa dengar radio.  

Kedelapan, survey komunitas program. Bikin surve misalnya setelah 10 episode berlangsung bikin survey popularitas program ini. Apa masyarakat bisa  menerima. Masyarakat paham atau tidak terhadap edukasi dalam siaran radio.   

Kesembilan, bikin  acara off air. Acara off air penting mendekatkan ke pendengar. Misalnya temu fans dengan para pemainnya.

Menurut Achmad, di daerah siaran radio masih efektif. Pasalnya pendengar local masih punya basic pendengar sendiri.  Lalu mengapa BNPB memilih menggunakan sandiwara radio untuk sosialisasi edukasi siaga bencana?

Menurut Sutopo  berdasarkan penelitian, dan pengalaman, bahwa sosialisasi kepada masyarakat akan lebih mudah dipahami dan  diterima masyarakat melalui jalur informal. Misalnya jalur kebudayaan, kesenian yang disukai masyarakat, salah satunya sandiwara radio. Kecuali itu BNPB ingin mencari sesuatu yang berbeda dengan kementrian lain.

“Ingat saat erupsi Merapi pada 2010, erupsi Kelud pada Februari 2014, masyarakat begitu berhasil pada saat penanganan darurat maupun pasca bencana. Mereka cepat sekali bangkit. Ternyata salah satu media komunikasi yang sangat efektif adalah radio komunitas. Itulah yang akan kami gunakan juga sebagai media komunikasi kepada masyarakat,” jelas Sutopo.

“Asmara di Tengah Bencana” Edukasi Siaga Bencana

Sandiwara radio “Asmara di Tengah Bencana”seperti apa yaa? Sejak diluncurkan dan diputar di 20 radio di provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta, mulai 18 Agustus 2016 silam, maka sudah terhitung sebulan disiarkan. Tentu banyak pendengar di radio-radio termaksud yang telah menikmatinya, khususnya yang terjangkau siar radio-radio itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun