"Kenapa jidat mengkerut begitu. Pasti lagi kesal ya bang."
"Iya, komentar mereka ini bikin saya kesal saja, terlalu kaku memaknai isi pidato itu." Jawab Indra sambil menggeleng-geleng kepala. "kita harus diskusikan ini."
"Ok, sebetar jam 03.00 sore ya." Balas Ayu dengan wajah amat senang.
Ayu seorang aktivis perempuan yang gemar berdiskusi soal gerakan dan sejarah Indonesia. Tapi, terbesit dilubuk hatinya, Ayu juga sangat menyukai Indra. Saat-saat berdiskusi, Ayu sering mencuri pandang sambil emas menyemali wawasan Indra dan bercengkarama lebih dalam. Tentu bukan tanpa sebab, Ayu ingin mendekati Indra dengan cara saling menggali wawasan. Kesempatan emas!Girangnya sambil tersenyum. Tapi apalah daya, untuk lelaki sekelas Indra tidak mudah untuk jatuh cinta.
***
Pagi beranjak siang, suasana kampus tampak ramai, kantin-kantin tetap jadi sasaran empuk mahasiswa usai menerima mata kuliah. Ditempat berbeda, parkiran jadi tempat tongkrongan paling nyaman selain duduk dibawah pohon yang ada disekitar kampus.
Indra dan teman sekelasnya memilih gubuk dibawah pohon sebagai  tempat untuk membicarakan apa saja. Diskusi usai kuliah juga selalu dilakukan di sana. Memang pohonnya sejuk, apalagi ditemani secangkir kopi panas dan sebungkus rokok. Ditambah lagi angin sepoi-sepoi menyerbu daun-daun, gemerisik lembut menghidupkan suasana obrolan.
Dari kejauhan, dibalik tembok ruangan perpustakaan, Ayu mengintip aktivitas mereka, matanya tertuju pada Indra. Umumnya, seorang aktivis dipandang memiliki keberanian yang luar biasa. Jangankan mendekati kawanan seragam bersenjata, mendekati perempuan cantik itu urusan mudah. Belum lagi retorika aktivis sarat makna dan kalimat menghanyutkan jiwa.
Tapi, bagi Ayu sendiri, tidaklah demikian. Meskipun sudah terbiasa berhadap-hadapan dengan laki-laki berseragam pun, Ayu rasa-rasanya berat berdekatan dengan Indra, kecuali diskusi.
"Hiaaatttt,,,," Dina menepuk punggung Ayu hingga kaget setengah mati.
"Iiiiihhhh,,, kamu ini kebiasaan ya, jantung ku hampir copot tau." Ayu mencubit bahu Dina.