Rasis!!!
Jangan ungkit-ungkit itu lagi!!!
Sangat tidak mencontohkan pejabat negara!!!
Ah bisa saja, maknanya kan pada masa kolonial!!!
Celoteh warganet usai menyimak isi pidato sang terpilih. Dentuman para heaters pun datang silih berganti dari berbagai belahan nusantara. Tampaknya suasana jadi sedikit berbeda saat itu. Di sisi lain, ada pula yang membenarkan dari aspek pemaknaan kata dan intonasi suara.
"Tapi apa yang membuat mereka berfikir salah, bukannya kata itu tidak laku lagi?" celoteh Indra saat membaca beberapa berita di koran-koran yang dibelinya setiap pagi sebelum menuju kampus.
Baginya, kata itu hanya ada dalam catatan sejarah, di mana tanah ini masih belum bersatu dalam bingkai kenegaraan. Lebih-lebih lagi semangat kemerdekaan masih terus bergumam di mana-mana. Slogan kemerdekaan jadi sarapan pagi sebelum jalanan dipenuhi aksi-aksi dengan harapan penderitaan dapat segera tergantikan dengan masa depan baru.
Di sisi lain, Indra masih ragu jika dentuman para heaters tergolong benar adanya. Tapi apa yang menarik kalimat mereka selain mengkaji dengan penuh bijakasana. Seolah-olah negeri ini dibuat untuk terus gaduh tanpa tau mengapa tanah kaya raya ini belum juga bisa mandiri dan sejahtara.
"Saya semakin tidak simpati dengan ini semua." Tegas Indra sembari menyeruput  secangkir kopi panas di atas meja kecil teras sekretariat LIKRA (Lingkar Gerakan Rakyat Merdeka).
"Pagi bang Indra!" sapa Ayu berjalan mendekati Indra keteras sekretariat.
"Pagi Ayu." Balas Indra.