Nama panjangnya Mumtaza Rahmatul Izzah, siswi salah satu SMA favorit di kotanya. Dia adalah anak perempuan kedua dari lima bersaudara. Kakaknya (Sari) adalah seorang mahasiswi Universitas Islam Negeri Barokatul-Amin  jurusan ekonomi syariahIa memiliki adik kembar bernama Zaki dan Zikri . Saat ini keduanya aktif belajar di SMP. Ada pun si bungsu Majid masih tergolong awal memasuki dunia pendidikan dasar. Sejak kakaknya mulai menimba ilmu di UIN, dia bertanggung jawab mengasuh adik-adiknya bersama Ayah dan Ibu.
      Sejak kecil ia dikenal pendiam dan lebih banyak menghabiskan waktunya di kamar, perpustakaan atau sesekali membantu ibunya memasak, alih-alih bereuforia di luar rumah. Walau pun demikian dalam pergaulannya sehari-hari (terutama di sekolah) ia ramah dan senang berteman dengan sesama remaja perempuan. Terkadang ia juga mengobrol santai seputar aktivitas hingga kajian agama dengan kelompok kecil temannya. Tak heran jika teman-temannya lebih mengenal sosok Izzah sebagai akhawat yang hangat daripada seorang introver.
Izzah memiliki dua orang teman yang sangat setia kepadanya. Ada Reni yang suka bercanda dan bikin teman lain menepuk jidat. Ada pula Nurul Ilmi yang juga seorang kutu buku seperti Izzah. Di sekolah, mereka selalu meraih prestasi dan menjadi panutan bagi teman-teman sebaya. Guru-guru juga menaruh kepercayaan kepada mereka jika ada tugas, lomba dan kegiatan lain yang cocok dengan potensi mereka.
***
      Sabtu siang seperti biasa "trio muslimah" pulang sekolah sambil menikmati suasana. Mereka telah janjian untuk pulang bersama karena kebetulan arah markas huniannya sama. Canda renyah namun ada sisipan unsur religi dan motivasi pun tidak absen dari kegiatan melepas penat, khasnya perempuan.
      Namun di saat hendak melangkah ke persimpangan jalan protokol, tiba-tiba mereka dicegat segerombolan anak jalanan berkuda besi. Dilihat dari desain yang tidak sesuai standar, sepertinya mereka akan mengadakan balapan liar. Iseng-iseng Brenzy (nama samaran), salah satu dari gerombolan itu mencoba mendekati Izzah. "Eh, eh. Kalian mau ke mana? Sini biar aku yang antar." tanya Brenzy pura-pura sopan. "Maaf, kami bisa jalan sendiri!" tegas Izzah . "Apakah tidak lelah kalau jalan kaki? Gadis seperti kalian tidak boleh jalan kaki sendiri. Harus ada lelaki yang menemani. Kasihan kalau menjomlo 'kan?" sinis Brenzy. "Ya, harus ada lelaki yang menemani, tetapi harusnya ya keluarga kami, saudara kami. Harus sama mahram kami." tegas Izzah sambil menunduk.
 "Oh, begitu ya, Ustazah. Di zaman sekarang  itu tidak boleh  begitu amat. Kalian cobalah hidup bebas seperti kami, mabuk-mabukan atau berjudi sesuka hati. Bukan yang sok sopan seperti kalian. Idiiiih!" hina Brenzy. "Ya, betul. Cewek seperti kalian sulit mendapatkan pacar kalau masih begitu. Hanya mementingkan urusannya sendiri, pikirannya agama melulu, terkekang budaya sopan santun. Sangat kaku lah pokoknya." ejek Goblin (nama samaran), anak nakal yang lain. "Kalau hidup bebas mah, aman! Bahkan kalian tidak perlu sekolah. Itu hanya menghabiskan waktu kalian untuk bersenang-senang. Paling ujung-ujungnya kalian cuma jadi pengasuh bayi." tambah Goblin.
"Cukup!" spontan seruan Izzah keluar dari balik maskernya. "Terima kasih atas ceramah kalian. Tetapi pintu hati kami hanya terbuka untuk kebenaran, bukan kebatilan. Kalian boleh mengejek kami, menginjak-injak harga diri kami, cengengesan di hadapan kami, tetapi tolong ketuk pintu hati kalian!" lanjutnya. "Ya, betul. Pokoknya kalian jangan ajak kami untuk bermaksiat. Niat kami hanya untuk pulang ke rumah!" bela Nurul Ilmi. "Sekali lagi berkata begitu dengan kami, kalian akan menyesal atau kami panggil polisi! Permisi!" ancam Izzah kemudian menunduk dan ingin berlalu. Baru saja Izzah dan teman-teman hendak melangkah, Brenzy kembali menghadang bahkan nyaris menarik paksa.
 "Eh, eh, eh! Bukannya mau diajak malah pergi begitu saja. Kalian harus ikut bersama kami!" paksa Brenzy. "Ya, kapan lagi mau nikmatin hidup bebas? Jika kalian mau, kita bisa makan-makan, balapan, ke mana saja berbarengan. Naif banget sih kalian!"  goda Goblin. "Tidak mau!" tolak Nurul Ilmi dengan tatapan kilat. Goblin yang naik pitam langsung mendorong Nurul Ilmi hingga terjatuh.
      "Izzah, kalau kita ikut saja bagaimana?" tanya Reni berpura-pura namun tidak tega melihat sahabatnya dijahati. "Astaghfirullah! Jangan begitu, dong! Kita harus pertahankan kehormatan kita!" tukas Izzah. "Heh, keras kepala banget, sih! Jadi cewek jangan terkekang begitu lah! Pokoknya kalian harus ikut keluyuran atau kami tidak segan-segan........" ejek Goblin. "Justru kalian yang di kekang hawa nafsu kalian sendiri! Kalian hanya pandai mengganggu cewek! Ih, sebal!" potong Reni meluapkan amarahnya.
      Tiba-tiba, ada wanita paruh baya yang datang menghampiri mereka dari kejauhan.  "Eh, eh, eh. Ini ada apa, ya? Oh, ada yang sedang pacaran?" tanya ibu tersebut. "Demi Allah, Bu! Kami tidak pernah pacaran!" bantah Izzah yang mulai menangis. "Bohong, Bu! Bohong! Tadi  dia berpegangan dengan kawan saya. Mereka suka main laki-laki, Bu!" hasut Dento (nama samaran), teman si Goblin. "Keterlaluan kamu, ya! Bagaimana sih menjadi cewek? Harusnya punya rasa malu, dong! Kamu anak sekolahan tetapi kelakuannya begitu!" ujar ibu tersebut.