Mohon tunggu...
Rafif Firjatullah
Rafif Firjatullah Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Pacitan, Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Saatnya Beraksi dan Literasi Menanggulangi Bencana Hidrometeorologi

12 Desember 2021   11:49 Diperbarui: 12 Desember 2021   11:53 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita harus menjaga bumi kita. Selain pandemi covid yang menyebabkan orang tidak bisa bernafas, polusi udara juga berpengaruh besar terhadap kualitas udara di permukaan bumi. Jadi kita harus berhenti merusak alam ciptaan Tuhan dengan dimulai dari diri kita sendiri. 

Cuaca adalah kondisi atmosfer sesaat (jangka pendek) akan tetapi iklim adalah kondisi rata-rata cuaca dalam jangka waktu yang panjang. 

Pemanasan global adalah sebuah proses pemanasan bumi secara menyeluruh yang diakibatkan hal tertentu dan akan menyebabkan bencana

Perubahan iklim adalah proses berubahnya iklim secara langsung atau tidak langsung yang disebabkan oleh aktivitas manusia, sehingga terjadi perubahan komposisi atmosfer dan perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati dalam kurun waktu yang dapat dibandingkan. 

Pemanasan global memiliki dampak yang luar biasa terhadap cuaca yang ekstrim yang tentunya juga akan menyebabkan berbagai bencana mengerikan di permukaan bumi kita. 

Pada bidang pangan menyebabkan menurunnya hasil panen di berbagai daerah terdampak khususnya di negara berkembang, jatuhnya hasil panen di negara maju, peningkatan panen di daerah tinggi. 

Pada bidang air menyebabkan pegunungan es kecil menghilang, penurunan ketersediaan air di berbagai daerah, meningkatnya muka air laut yang mengancam kota besar. 

Pada bidang ekosistem menyebabkan rusaknya terumbu karang dan meningkatnya kepunahan flora dan fauna. Kondisi cuaca ekstrim juga menimbulkan bencana lainnya antara lain adalah meningkatnya intensitas badai, kebakaran hutan, kekeringan, banjir, dan gelombang panas.

Sampah plastik adalah salah satu penyebab utama perubahan iklim karena sampah plastik banyak mengemisikan gas rumah kaca ke atmosfer. 

Rusaknya lingkungan alam merupakan sebuah kode untuk manusia agar berubah menjadi lebih baik lagi dalam memperlakukan dan menjaga bumi. 

Selain menimbulkan korban dari pihak manusia tentunya manusia masih banyak dirugikan akibat perbuatannya sendiri. Kita harus memakai alam sesuai kebutuhan dan bukan keinginan yang akan melahirkan kerusakan. 

Untuk melindungi bumi, kita perlu melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dengan mengikuti pendidikan melalui seminar, greenschool, kerja bakti bersama masyarakat, gerakan menanam pohon, dan juga yang harus dimulai dari diri sendiri yaitu membuang sampah pada tempatnya agar kemudian dapat dikelola dengan semestinya.

Suka atau tidak suka, La Nina akan terjadi. Kita harus dapat beradaptasi dalam menghadapi krisis perubahan iklim yang ekstrim ini. Dalam menghadapi dampak La Nina, kita harus menyiapkan beberapa hal yaitu antara lain sebagai berikut:

  • Menguatkan mental, spiritual, dan etika kaum beriman atau umat beragama tentang kepedulian terhadap sesama.
  • Melindungi golongan masyarakat yang rentan serta bagaimana kita semua belajar untuk dapat hidup di permukaan bumi di masa krisis iklim yang harus kita hadapi bersama-sama, termasuk saat periode La Nina, serta melakukan persediaan logistik.
  • Mendukung dan membantu masyarakat untuk beradaptasi dan bersiap-siaga menghadapi peristiwa seperti La Nina, yang juga merupakan tanggung jawab keimanan seseorang dari berbagai ajaran agama.
  • Saat ini kita sudah mencapai titik dimana hanya dengan memberikan informasi dan pendidikan tentang perubahan iklim tidak lagi cukup. Maka sebagai umat beragama, kita telah mengetahuii akar masalahnya dan konsekuensinya terhadap golongan masyarakat yang paling rentan, oleh karena itu pendidikan juga harus menghubungkan umat beragama dengan masalah keadilan, yaitu keadilan iklim.
  • Maka, keadilan iklim adalah pendidikan yang mendorong untuk aksi nyata adalah apa yang dibutuhkan dunia saat ini, serta perlindungan terhadap masyarakat yang paling rentan dan bersinergi.

Kita harus saling belajar satu sama lain untuk dapat bersinergi, karena kita membutuhkan semua orang untuk membuat perubahan. 

Sinergi dalam tujuan yang sama tersebut diharapkan dapat membuat perubahan yang nyata dengan aksi nyata, karena untuk membuat perubahan yang nyata dari menghadapi perubahan iklim, tentunya diperlukan aksi nyata dan kerja sama dengan berbagai pihak atau bahkan seluruh manusia yang tinggal, hidup, dan yang membutuhkan bumi demi kelangsungan hidupnya. 

Walaupun hanya komunitas yang kecil, namun apabila komunitas kecil itu bergerak bersama membuat suatu perubahan, itu akan terlihat dampak yang nyata. 

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW yang berbunyi, “Hati-hatilah kalian terhadap bumi, karena sesungguhnya bumi adalah ibu kalian.” (HR Ath-Thabarani). 

Jadi sebagaimana kita menghormati dan menjaga ibu kita, untuk itu kita juga harus menyayangi dan melindungi bumi kita demi kelangsungan kehidupan kita juga, dan bukan malah memperburuk atau berbuat seenaknya dan memperlakukan seenaknya hanya demi kepentingan pribadi yang tentunya akan merusak bumi.

Kegiatan-kegiatan harus diupayakan untuk menjaga bumi agar tetap lestari. Di masa pandemi ini, ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengetahui apa itu perubahan iklim dan dampaknya bagi kehidupan dan keberlangsungan umat manusia. Salah satu contohnya adalah dengan mengikuti webinar Literasi dan Aksi Iklim Generasi Muda Religius Lintas Agama dan Tanggap Bencana Hidrometeorologi La Nina 2021 yang telah terangkum seperti berikut.

Literasi dan Aksi Iklim Generasi Muda Religius Lintas Agama dan Tanggap Bencana Hidrometeorologi Dampak La Nina 2021

Resume:

Moderator                  : Bapak Hary Tirto D., ST dan Ibu Lia Zakiyyah

Keynote Speaker     : Bapak Dr. Urip Haryoko dan Bapak Dr. Ir. H. Hayu S. Prabowo, M.Hum

Narasumber              : Bapak Gregorius S. B. D., SE, M.T ; Bapak Dr. Ardhasena S. ; Ibu Nana Firman ; Bapak KH. M. Ali Yusuf ; Bapak Dr. Gatot Supangkat, MP ; Bapak Pandita Utama Alim Sudio., S.Psi ; Bapak Js. Yugi Yunardi, S.PT., M.Ag ; Bapak Rm. Andang Binawan, SJ ; Bapak I Gede Raka Subawa ; Bapak Pdt. Robby I. Chandra

Pembacaan Doa               : Bapak Edi Warsudi

Penyampaian Laporan : Bapak Dr. Ardhasena S.

         Harapan dari diskusi kali ini adalah dihasilkan gagasan gagasan baru ataupun kerjasama dan sinergi yang lebih memperkaya kesalahan literasi iklim di masyarakat.

Opening Speech             : Bapak Dr. Urip Haryoko, M.Si yang menjabat sebagai Plt. Deputi Klimatologi BMKG

Isu perubahan iklim merupakan salah satu tantangan yang paling besar yang akan dihadapi umat manusia di masa depan. Peningkatan suhu yang disebabkan akumulasi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia terjadi dengan laju yang lebih cepat dari yang diprakirakan dalam beberapa tahun terakhir. 2020 menempati peringkat tiga teratas sebagai tahun terpanas kedua sepanjang sejarah pencatatan iklim. 

Meskipun terjadi pengurangan aktivitas manusia yang disebabkan oleh pandemi covid-19 dan kejadian la nina tahun 2020 yang seharusnya memiliki efek penurunan suhu global. Cepatnya laju perubahan iklim selama beberapa tahun terakhir. BMKG merilis potensi musim hujan di Indonesia akan dibarengi dengan fenomena la nina dalam beberapa tahun mendatang. 

Pada tahun sebelumnya, peristiwa la nina telah meningkatkan curah hujan secara signifikan di sebagian wilayah Indonesia, khususnya pada periode Oktober sampai Mei 2020 yang lalu dan juga diantaranya menjadi pemicu bencana hidrometeorologi berupa banjir dan longsor di berbagai wilayah di Indonesia. 

BMKG menghimbau masyarakat untuk mengantisipasi musim hujan yang datang lebih cepat, potensi peningkatan curah hujan yang signifikan, dan meningkatnya peluang kejadian hujan ekstrim.

Perubahan iklim sudah dapat dirasakan seperti peningkatan tinggi permukaan laut yang disebabkan mencairnya lapisan es di berbagai tempat dan ekspansi termal samudra hingga perpindahan penduduk yang disebabkan kondisi perubahan iklim. 

Contoh wujud perubahan iklim di Indonesia adalah meningkatnya kejadian curah hujan ekstrim yang menjadi pemicu banjir dan longsor di berbagai wilayah. Indonesia diprediksikan akan terlebih dahulu mengalami dampak terburuk perubahan iklim di masa depan. Isu perubahan iklim menjadi tenggelam dalam diskusi sosial karena kurangnya minat masyarakat dan rendahnya literasi yang diikuti minimnya aksi nyata di masyarakat untuk menghadapi perubahan iklim. 

Muncul beberapa aksi inovatif yang dilakukan beberapa kalangan termasuk golongan muda yang sadar akan ancaman perubahan iklim dan mengambil langkah nyata dalam bentuk edukasi di masyarakat, promosi perubahan gaya hidup dalam rangka mitigasi dampak perubahan iklim. 

Kurangnya kepekaan masyarakat terhadap urgensi aksi iklim berpotensi mengurangi keefektifan inisiatif tersebut. Diperlukan berbagai forum untuk meningkatkan kesadaran literasi iklim di masyarakat. 

BMKG menyelenggarakan forum literasi iklim dengan memadukan komunikasi sains dan budaya berbasis agama dalam bentuk seminar daring yang melibatkan kaum muda berbasis organisasi keagamaan. 

Mencermati fenomena cuaca dan iklim dengan segala potensi keberkahan maupun ancaman bahaya merupakan tadabur, tafakur, dan tasyakur alam yang menjadi bagian dari rasa bersyukur atas karunia Tuhan. Implementasinya adalah terjaganya kelestarian alam dan terhindarnya kerusakan alam akibat perbuatan manusia.

Keynote Speech            : Bapak Dr. Hayu S. Prabowo, M.Hum yang menjabat sebagai Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan SDA MUI

Mengulas dari sisi keagamaan, bagaimana umat beragama telah melakukan kontribusi dalam konteks pemuliaan lingkungan hidup dan iklim. 

Memudarnya interaksi masyarakat perkotaan dengan alam. Umumnya orang di kota kurang peduli terhadap lingkungannya, mereka baru peduli hanya pada saat ada bencana saja. Indonesia merupakan negara peringkat pertama yang tidak percaya terhadap perubahan iklim. 

Tidak hanya cukup memberikan sosialisasi, tetapi juga harus memberikan contoh yang sesuai sebagai negara yang beragama. 

Kita harus bisa merawat alam dan seluruh makhluk di bumi ini. Pemerintah juga dapat mengambil kebijakan yang tegas mengenai dampak perubahan iklim ini dengan membuat aturan unutk menjaga lingkungan atau memberikan apresiasi atau hadiah pada warganya yang taat aturan untuk menjaga bumi.

Kegiatan sehari-hari kita atau kegiatan ekonomi selalu mengambil bahan baku dari alam, karena kita makan hanya dari apa yang tubuh dari bumi, jika tidak maka akan menyebabkan kelaparan. 

Oleh karena, itu perubahan iklim sangat penting. Karena perubahan tersebut menyebabkan cuaca menjadi ekstrim yang berarti bahan makanan akan berkurang dan semua kebutuhan kita juga berkurang. Semakin maju suatu ekonomi, maka makin banyak bahan baku yang akan diambil. 

Ekonomi juga menghasilkan limbah. Jika, ekonomi adalah hubungan antar menusia maka ekosistem adalah hubungan manusia dengan alam. 

Ekonomi menjadi faktor paling penting yang harus digunakan untuk merawat alam. Saat ini, terjadi pengurasan SDA dan perusakan alam, serta ketimpangan keseimbangan alam dan sosial, dimana yang kaya semakin kaya dan yang miskin makin sengsara karena alamnya rusak. Terutama petani dan nelayan yang hidupnya bergantung pada kondisi alam.

Bumi semakin panas, yang berarti semakin banyak penguapan dan membuat banyak uap air di udara yang menyebabkan jika terjadi hujan akan hujan deras dan jika kering akan sangat kering yang menandakan cuaca ekstrim. Kegiatan manusia itulah yang menjadi pusat bencana manusia sendiri. 

Letak peran agama bahwa krisis lingkungan dan iklim itu merupakan krisis moral. Manusia memandang alam sebagai objek untuk dikuras dan dimanfaatkan untuk kemajuan ekonomi dan bukan untuk dipelihara guna keberlangsungan kehidupan manusia mendatang. 

Dalam hal inilah, agama memegang peranan untuk membangkitkan semangat spiritualitas dan direalisasikan dalam bentuk nyata dalam kehidupan sehari-hari manusia.

Fatwa-fatwa di MUI tentang lingkungan hidup dan SDA yang mencakup mengenai hukum pembakaran hutan dan lahan, pertambangan ramah lingkungan, daur ulang air, pendayagunaan ZIFWAF untuk pembangunan sarana air dan sanitasi masyarakat, pengelolaan sampah, dan pelestarian satwa langka. 

Gerakan lintas agama untuk lingkungan dan iklim, melakukan deklarasi lintas agama mengenai Indonesia bergerak selamatkan bumi, kolaborasi lintas agama untuk perlindungan hutan, interfaith rainforest initiative Indonesia, dan yang sekarang yaitu Internalisasi gerakan lingkungan dan iklim untuk tiap oraganisasi keagamaan, serta membangun dan memberdayakan gerakan lintas agama. 

Hutan tidak hanya berperan sebagai paru-paru dunia tetapi juga sebagai pengontrol perubahan iklim. Jadi hutan menjadi salah satu faktor untuk mengontrol perubahan iklim. 

Jika sekelompok orang tidak peduli dan yang lain peduli, maka kita akan tetap mati bersama. Oleh karena itu, kita harus memelihara bumi sebagai rumah kita bersama.

Menginginkan mobilisasi ormas keagamaan untuk lingkungan hidup dan iklim. Dengan cara memadukan tekstual ajaran agama dan aspek konstektual kajian ilmiah tentang perlindungan  LH dan iklim, menginspirasi dan memberdayakan organisasi dan memimpin agama dalam perlindungan LH dan iklim baik lisan maupun aksi, memobilisasi investasi dan aset organisasi keagamaan untuk mendukung perlindungan LH dan iklim.

Sesi 1

Moderator                     : Bapak Hary Tirto Djatmiko yang menjabat sebagai Koordinator Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara

Narasumber 1                : Gregorius S. B. D., SE, M.T yang menjabat sebagai Kepala Pusjarkom BMKG

Disampaikan materi mengenai Expose Informasi dan Peringatan Dini Multi Bahaya Geo-Hidrometeorologi BMKG (MHEWS). Konsepnya adalah membantu dari kedeputian teknis untuk menyampaikan informasi instrumentasi kepada pemerintah daerah kemudian diteruskan kepada masyarakat Indonesia. Dapat diakses melalui https://mhews.bmkg.go.id/. Kemudahan dari sistem ini adalah hanya dengan perangkat pc, laptop, hp dan internet. Ada juga kelebihan dari sistem tersebut antara lain, implementasi yang mudah dan biaya murah, memuat informasi MKG dalam satu aplikasi, interaktif, multi-platform, dapat terintegrasi dengan sosmed, dapat di kustomisasi, dan keamanan sistem yang baik.

Narasumber 2                : Bapak Dr. Ardhasena S. yang menjabat sebagai Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, BMKG

Disampaikan materi mengenai Pemahaman Informasi Iklim untuk Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim. BMKG memiliki informasi iklim yang dapat diakses melalui https://iklim.bmkg.go.id/. BMKG memberikan informasi peringatan dini. Terdapat juga informasi la nina dan kesiapsiagaan. 

Kejadian la nina pada tahun 2020 menunjukkan bahwa curah hujan mengalami peningkatan pada bulan November-Desember-Januari dan pada tahun 2021 diprediksi memiliki dampak yang relatif sama. Tren kenaikan suhu udara permukaan terjadi di seluruh wilayah Indonesia dengan tren yang lebih jelas terlihat di wilayah Indonesia bagian barat. Untuk menyikapi itu semua adalah dengan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. 

Mitigasi perubahan iklim adalah segala bentuk aksi yang dapat mengurangi laju perubahan iklim, melalui pembatasan atau pencegahan emisis gas rumah kaca dan peningkatan aktivitas yang dapat menyerap gas-gas tersebut dari atmosfer. Adaptasi perubahan iklim merupakan proses untuk menyesuaikan diri terhadap kondisi perubahan iklim yang tengah dirasakan atau diharapkan akan terjadi, serta dampak-dampak yang ditimbulkan. BMKG banyak melakukan kegiatan tentang perubahan terutama untuk generasi muda sebagai penerus selanjutnya. 

Generasi muda dan kelompok agama merupakan golongan potensial yang dapat menjadi motor penggerak atau influencer dalam memberikan advokasi atau aksi-aksi perubahan lingkungan dan iklim. Beberapa sektor yang difokuskan kegiatan adaptasi antara lain, kesehatan, ketahanan pangan, ekosistem, air, dan energi. 

Menguatkan resiliensi masyarakat sebsagai bagian yang penting dan itu yang menjadikan beberapa contoh program literasi iklim generasi muda dan masyarakat berbasis komunitas. BMKG juga mengadakan kegiatan literasi dan edukasi iklim. 

BMKG beberapa kali mengadakan literasi iklim generasi muda di SD, SMP, SMA dan juga kegiatan jambore iklim serta dengan beberapa komunitas dan mengadakan webinar iklim.

 Narasumber 3               : Ibu Nana Firman yang menjabat sebagai Green Faith Ambassador, Faith 4 Climate Justice

Disampaikan materi mengenai Umat Lestari Bumi. Green Faith merupakan organisasi lintas agama seacraa global yang fokus dalam isu dan aksi lingkungan hidup dan perubahan iklim. Saat ini sedang mengadakan kampanye faith for climate justice. Perbedaan di masa depan yang akan dihadapi jika suhu naik. 

Umat beragama di seluruh dunia harus membela bumi atau melindungi bumi, karena dalam Pew Research hampir 85% penduduk bumi mengakui dirinya sebagai umat beragama, saat ini kita sedang berada di masa Anthropocene dimana manusia sudah lebih banyak mengubah muka bumi, terjadinya krisis spiritual dan moral, kekuatan yang mendominasi/desakralisasi/individualis/konsumerisme, agama memiliki world view untuk menjaga bumi, otoritas moral dan kapasitas membangun komunitas, manusia pada dasarnya adalah makhluk spiritual. 

Turut serta membuat perbedaan nyata dalam pergerakan untuk keadilan iklim, untuk mengajak umat beragama seluruh dunia khususnya Indonesia untuk bergabung bersama advokasi iklim yang memberikan dampak yang jelas dan dapat menjadi agen perubahan sesuai dengan ajaran agama. 

Dimulai dengan membentuk komunitas akar-rumput, pelatihan dan pendidikan, serta membangun advokasi dan kampanye di tingkat lokal, nasional, hingga global yang kita harus percaya bahwa kita bisa membuat perubahan. Umat beragama sangat berpengaruh karena mempunyai jaringan sendiri dan infrastruktur sendiri, sehingga mereka dapat diandalkan. Aksi lokal yang terkait dengan gerakan global membantu memberikan tekanan pada pembuat keputusan lokal. 

Ajaran-ajaran agama bisa mentransformasi untuk melakukan perubahan, karena pada dasarnya kita tidak bisa mengubah orang lain tetapi dapat mengubah diri sendiri oleh karena itu harus dimulai dari diri sendiri. Manusia harus dirangkul dari hati yang dapat dilakukan oleh agama, kemudian pikiran, baru melakukan aksi.

Sesi 2

Moderator                     : Ibu Lia Zakiyyah yang menjabat sebagai Leader of Climate Reality Indonesia

Narasumber 1                : Ibu Fitria Ariyani, S.AG, MM yang menjabat di LPBI-NU

          Disampaikan materi mengenai Aksi Generasi Muda NU Dalam Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan. Agama sudah harus turun tangan terhadap perubahan iklim karena, di semua agama ada ajaran mengenai kebaikan terhadap bumi. Ada adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam tiap kegiatan. 

Konservasi wilayah pesisir dilakukan sebagai upaya konservasi kawasan pesisir untuk mengurangi risiko bencana dan melestarikan lingkungan hidup yang melibatkan santri sebagai agen perubahan dan masyarakat di pesisir. Peningkatan peran tokoh lintas agama dalam pelestarian lingkungan hidup. Program tersebut dilakukan untuk meningkatkan peran para tokoh lintas agama dalam pelestarian lingkungan hidup. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat, pengendalian dan pengelolaan sampah karena kebersihan sebagian dari iman. Pengelolaan dan pengumpulan sampah berbasis digital akibat pandemi covid sebagai inovasi. 

Pesantren hijau untuk mendorong pesantren berkontribusi dalam pelestarian lingkungan hidup termasuk pengendalian dan penanganan perubahan iklim. Ngaji plastik yaitu karena krisis plastik melanda, dilakukan pengelolaan sampah-sampah. Mengadakan kegiatan kaum muda untuk melaksanakan program Eco-Peace untuk mendorong penguatan keterlibatan anak muda dalam pelestarian lingkungan hidup termasuk pelestarian LH dan pengendalian dan penganganan krisis iklim. Melakukan konservasi dan juga restorasi air bersih.

Narasumber 2                : Bapak Dr. Gatot Supangkat, MP yang menjabat sebagai Lektor Kepala Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Pengurus Majelis LH PP Muhammadiyah

Disampaikan materi mengenai Gerakan Muhammadiyah Dalam Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim. Manusia seketika ingat pentingnya menjaga lingkungan ketika terjadi bencana. Bencana hidrometeorologi paling banyak adalah tanah longsor dan banjir yang kebanyakan disebabkan akibat ulah manusia. 

Deforestasi (Penghilangan Hutan) adalah kegiatan penebangan tanaman hutan atau tegakan pohon (stand of trees) dan mengalih-gunakan lahan hutan (non forest use), misalnya untuk pertanian pangan, perkebunan, pemukiman, kawasan industri, dan lainnya. Deforestasi ditandai dengan luasan tutupan pohon yang semakin menurun dan konservasi lahan hutan menjadi non hutan. 

Padahal hutan memiliki peran strategis sebagai pengendali iklim. Lereng yang terjal dipakai untuk kegiatan lahan pangan dengan menebangi pohon-pohon yang tinggi, maka bencana tersebut wajar terjadi. Ketika mengeksplorasi alam itu boleh tetapi jangan berlebihan dan harus melakukan konservasi. Perubahan iklim tidak dapat dipungkiri pasti akan terjadi, kita hanya dapat melakukan pencegahan dan mitigasi. 

Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM) yaitu hidup yang ramah lingkungan adalah islami. Memelihara lingkungan merupakan amanah Allah SWT dan merupakan tanggung jawab manusia sebagai khalifatullah fil ardl. Manusia yang merupakan bagian dari alam mempunyai tugas khusus sebagai khalifah dan memimpin bumi. Memelihara lingkungan sama wajibnya dengan memelihara kehidupan. 

Rasulullah berpesan untuk menyayangi alam dan lingkungan. Kita harus memakai alam sesuai kebutuhan dan bukan keinginan yang akan melahirkan kerusakan. Sekolah lingkungan darat-sungai-laut (green school muhammadiyah). Pelatihan kader lingkungan. Edukasi lingkungan melalui pembangunan kawasan penyejuk bumi. Dan juga melakukan penanaman pohon bakau. Gerakan sadaqah sampah.

Narasumber 3                : Bapak Pdt. Robby I. Chandra menjabat di Gereja Kristen Indonesia sinode wilayah Jawa Barat

Disampaikan materi mengenai Aksi Generasi Muda Kristen untuk Mitigasi-Adaptasi Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan. Dijelaskan bahwa manusia bukan merupakan pemilik dunia, namun mereka hanya pengelola yang dipercayakan oleh yang mahakuasa, mereka diberi anugerah untuk hidup, berkembang biak, mengelola alam, dan waktu, seta diberi kemungkinan melakukan pilihan-pilihan. 

Manusia adalah manajer dan bukan owner. Perjalanan menuju peningkatan literasi, atau tindakan nyata dan keterlibatan dapat digambarkan dengan istilah AIDA (Aware: dari tidak sadar jadi sadar, Interested: dari sadar jadi tertarik, Desired: dari tertarik sampai mempertimbangkan, Action: dari pertimbangan jadi tindakan nyata). Kalangan muda kristiani yang memiliki akses sudah mengadopsi budaya digital dan global, yang sebenarnya mereka lebih menyadari apa yang terjadi di tengah perubahan iklim dan lingkungan hidup. Penggunaan medsos dengan melatih para influencer generasi muda.

Narasumber 4                : Bapak Rm. Andang Binawan, SJ yang menjabat sebagai Pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara

Membahas topik terkait Gereja Katolik di Tengah Bumi yang Makin Panas. Mendasarkan semua kegiatan terkait dengan iman. Iman yang menjawab persoalan lingkungan hidup seperti pemanasan global. Kita harus bertanggung jawab terhadap segala perubahan yang ada di bumi termasuk umat beragama. 

Tiga bentuk dosa ekologis yang akarnya adalah dari keserakahan mengeksplorasi tanpa mempertimbangkan dampaknya, ketidakpedulian terhadap manusia maupun lingkungan, tidak mau repot terhadap hal-hal yang sebenarnya membawa kebaikan. Kita harus mengubah gaya hidup atau kebiasaan di kehidupan sosial. 

Dalam mengubah karakter perlu mempertimbangkan beberapa hal, yaitu manusia itu pelupa maka kita harus mengingatkan, tidak mau repot maka harus disediakan sarana dan prasarana yang memadai, kurang peduli pada orang lain atau egosentris maka harus dipaksa dan diikat dengan aturan-aturan, hukuman atau reward.

Narasumber 5                : Bapak I Gede Raka Subawa yang menjabat sebagai wakil ketua PHDI Banten Bidang Kepemudaan, SDA, dan Lingkungan Hidup

Membahas materi mengenai Aksi Generasi Muda Hindu untuk Mitigasi-Adaptasi Perubahan Iklim dan Pelestarian Lingkungan. Apabila keseimbangan diwujudkan, maka manusia akan hidup tentram, damai, dan bahagia. 

Konsep Tri Hita Karana atau tiga penyebab kesejahteraan merupakan salah satu cara menanggulangi perubahan iklim. Karena dalam ajaran tersebut mengandung semua unsur yaitu hubungan harmonis manusia dengan parahyangan, pawongan, dan palemahan. Apabila bumi dipelihara dengan baik, maka akan memberikan segala keinginanmu. 

Apa yang ditanam itulah yang akan didapatkan. Dalam hindu disebutkan bahwa selalulah memperkuat dan memberi makan kepada bumi dan jangan mencemarinya. Oleh karena itu, sikap dan tindakan umat hindu selalu dihubungkan dengan alam. Ha tersebut mengingatkan bahwa alam itu harus dipelihara.

 Ritual hindu yang berhubungan dengan alam yaitu tumpek wariga, upacara caru, dan hari suci nyepi. Umat hindu wajib untuk memelihara lingkungan baik kasat mata (Skala) maupun tidak kasat mata (Niskala).

Narasumber 6                : Bapak Pandita Utama Alim Sudio., S.Psi yang menjabat sebagai Sekjen Majelis Nichiren Shoshu Buddha Dharma Indonesia.

 Membahas materi mengenai Pemaparan Adaptasi-Mitigasi Perubahan Iklim. Prinsip ajaran yang diterapkan adalah bahwa semua umat buddha nichiren shoshu harus menjalankan sifat memberikan kebahagiaan kepada lingkungan sekitar kita. Telah melakukan kegiatan penanaman pohon bakau dan kelapa bersama masyarakat. Jika ingin lingkungan lebih baik, kita harus aktif menjalankan perombakan itu dengan tidak hanya menunggu lingkungan berubah lebih baik tanpa melakukan tindakan apapun. Terbiasa memiliki semangat untuk tidak mengeluh. 

Jika merasa lingkungan kotor dan jorok itu adalah cerminan diri sendiri, mungkin kita bersih tetapi kita harus melakukan tindakan untuk lebih baik. Fokus pada kegiatan lingkungan yang dijalankan. 

Tidak perlu malu untuk aktif menjaga lingkungan dan iklim. Kepentingan untuk orang banyak pada akhirnya juga akan berdampak kepada kepentingan diri sendiri. Kita harus menjadi agen perubahan untuk lingkungan. Menerapkan zero waste di lingkungan wihara. Peduli lingkungan, hidup akan lebih baik dan berhenti mengeluh kemudian ciptakan lingkungan yang lebih baik.

Narasumber 7                : Bapak Js. Yugi Yunardi, S.PT., M.Ag yang menjabat sebagai Pramubakti Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu, Kemenag RI

Disampaikan materi mengenai Literasi Iklim Dalam Perspektif Khonghucu. Terdapat konsep Sancai pada pandangan khonghucu yaitu memuliakan hubungan dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia. 

Bencana dalam perspektif khonghucu, di dalam agama khonghucu bencana itu ada yang ujian dari Tuhan dan ujian karena ulah manusia sendiri. Ujian dari Tuhan dapat dihindari tapi ujian yang dibuat sendiri tidak dapat dihindari. Banjir dan longsor adalah salah satu contoh kesalahan manusia yang tidak mempedulikan alam. 

Bencana merupakan ujian keimanan sekaligus kesabaran dalam rangka sebagai penyadaran dan intropeksi diri untuk lebih dekat dengan Tuhan. Agama Khonghucu mengajarkan untuk berperilaku cinta kasih kepada sesama, penanganan bencana adalah masalah kemanusiaan maka tidak boleh pandang bulu. Jika ingin menolong jangan membedakan dari agama, suku, ras, dan golongan.

Penyampaian resume   : Bapak Hary Tirto Djatmiko yang menjabat sebagai Koordinator Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara

Alam adalah makhluk Tuhan yang perlu dimuliakan sebagaimana makhluk ciptaan Tuhan lainnya dan manusia memiliki tugas untuk pemuliaan tersebut. Kehidupan manusia dengan aktivitas yang tidak terkontrol untuk kepentingan ekonomi menyebabkan pengurasan SDA dan perusakan alam sehingga menyebabkan ketimpangan kesetimbangan alam dan sosial atau rusaknya ekosistem. Perubahan iklim merupakan konsekuensi dari kompetisi ekonomi dan ekosistem yang terwujud dalam bentuk kejadian ekstrim hidrometeorologis yang meningkat intensitas maupun frekuensinya yang dibarengi kerusakan lingkungan yang memperparah krisis iklim. 

Penanganan krisis iklim, perlu dilakukan melalui pendekatan agama seperti khutbah dan penerbitan fatwa agama terkait pemuliaan alam juga pelatihan dengan kompetensi dakwah lingkungan. Telah di inisiasi gerakan lintas agama untuk lingkungan dan iklim dan perlu dilakukan mobilisasi ormas keagamaan untuk lingkungan hidup dan iklim. BMKG menyiapkan informasi sistem peringatan dini multi bencana (MHEWS). 

Layanan informasi iklim untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sangat penting dan bermanfaat dengan dukungan koordinasi semua lintas sektor. 

Literasi iklim ditujukan pada Generasi Muda dan komunitas. Aksi Pro Iklim oleh agen perubahan lintas agama. Mengaktifkan komunitas akar rumput. Generasi muda dan kelompok agama menjadi motor penggerak dalam memberikan advokasi perubahan iklim. 

Hampir semua agama memiliki konsep luhur dalam hal hubungan dan pemuliaan alam-lingkungan. Sudah ada inisiasi dan praktik di masing-masing kelompok agama dan ormas-ormas agama dan kepemudaan dengan pelibatan aktif komunitas atau masyarakatnya. Untuk itu diperlukanlah forum bersama yang menjadi ruang berbagi dan bekerjasama dalam kerangka kerjasama pentahelix.

Tulisan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah bela negara,

Nama                               : Rafif Firjatullah

NPT                                  : 21210029

Program Studi             : Klimatologi 1

Nama Dosen                 : Bapak Fendy Arifianto, M.Si.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun