Mohon tunggu...
Rafidah Rahmatunnisa
Rafidah Rahmatunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Skripsi

3 Juni 2024   14:42 Diperbarui: 3 Juni 2024   14:42 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara sosiologis dan kultural, hukum Islam adalah hukum yang mengalir dan berakar pada budaya masyarakat. Posisi hukum Islam di Indonesia telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat muslim.

Ketika studi hukum Islam bersentuhan dengan realitas sosial, maka bertambah pula ilmu-ilmu pendukung yang membantunya. Sosiologi penting untuk dihadirkan dengan tujuan supaya dapat membaca perubahan sosial masyarakat.

Sosiologi hukum Islam adalah hubungan timbal balik antara hukum Islam dan pola perilaku masyarakat dimana Sosiologi merupakan salah satu pendekatan dalam memahaminya. Hubungan timbal balik antara hukum Islam dan masyarakatnya dapat dilihat pada orientasi masyarakat muslim dalam menerapkan hukum Islam. Selain itu bisa ditilik dari perubahan hukum Islam karena perubahan masyarakatnya, serta perubahan masyarakat muslim yang disebabkan oleh berlakunya ketentuan baru dalam hukum Islam.12 Penerapan pendekatan sosiologi dalam studi hukum Islam berguna untuk memahami secara lebih mendalam gejala-gejala sosial di seputar hukum Islam, sehingga dapat membantu memperdalam pemahaman hukum Islam doktrional dan gilirannya membantu dalam memahami dinamika hukum Islam.

B. Perceraian

1. Pengertian Perceraian

Perceraian dalam Islam dikenal dengan istilah talak dan khulu'. Adapun talak artinya melepas ikatan. Secara istilah, perceraian atau talak adalah putusnya perkawinan antara suami istri dengan mengatakan kata-kata "talak" atau yang sama maksudnya dengan kata itu. Dalam Islam, talak merupakan hak mutlak suami. Suami dapat menjatuhkan talak kapan saja dia mau, jika ketetapan hati telah kuat ('azam) dan melalui pertimbangan yang matang serta didasarkan sebab yang bersifat darurah dan hajah, meskipun Nabi Muhammad telah mengingatkan bahwa Allah sangat membenci perceraian sekalipun halal dilakukan. Kebencian Allah terhadap perceraian mengandung pengertian adanya dampak negatif dari perceraian baik bagi suami, istri, dan juga anak-anak. Dalam keadaan demikian, perceraian sebagai sanksi bagi suami istri yang tidak mampu mempertahankan keutuhan rumah tangga.

Dengan melihat kemaslahatan dan kemudharatannya, maka hukum talak dapat dibagi dalam empat macam:

  • Wajib, apabila terjadi perselisihan antara suami istri, seperti dalam masalah seorang suami yang menuduh istrinya berzina (li'an) dan berketetapan hati untuk bercerai sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai.
  • Sunah: apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (Nafkahnya), atau perempuan tidak menjaga kehormayannya dirinya
  • Haram: dalam dua keadaan. Pertama, menjatuhkan talak sewaktu si istri dalam keadaan haid. Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah dicampurinya dalam waktu suci itu.
  • Makruh: yaitu talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan kebutuhan, karena dapat menimbulkan mudharat bagi dirinya juga bagi istrinya.

Adapun perceraian yang diajukan oleh istri dengan tebusan dalam Islam disebut dengan istilah khulu'. Secara bahasa kata khulu' diambil dari kata khala'ats-tsauba yang artinya melepas baju, karena masingmasing dari suami istri adalah pakaian dari pasangannya. Dari kata ini, maka seorang istri terlepas dari suaminya dengan membayar tebusan kepada suami. Sedangkan secara istilah para ulama pengikut mazhab empat (Hanafiyah, Malikiyah, Shafi'iyah, Hanabilah) memberikan definisi yang berbeda namun intinya sama bahwa khulu' adalah perpisahan yang terjadi antara suami istri, dengan tebusan yang dibayar oleh istri kepada suaminya dengan menggunakan lafaz khulu'. Adapula yang mendefinisikan khulu' dengan hilangnya kepemilikan nikah dengan memberi tebusan dengan menggunakan lafaz khulu'

2. Sebab Terjadinya Perceraian

Penyebab terjadinya perceraian dalam rumah tangga dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu faktor ekonomi, faktor moral dan etika, serta faktor sosial dan non ekonomi.

  • Faktor ekonomi berkaitan dengan keungan rumah tangga. Indikatornya meliputi: tidak ada nafkah, masalah pekerjaan suami, nafkah kurang, istri terbebani nafkah, tidak ada tanggung jawab, tidak ada keterbukaan mengenai keuangan, gaji kecil, hutang, pelit dan perhitungan.
  • Faktor moral dan etika indikatornya meliputi: zina, madat, mabuk, judi, narkoba, dihukum penjara, perselingkuhan atau hubungan terlarang, poligami tidak sehat dan nikah siri, KDRT, krisis moral atau kelakuan buruk (curiga atau prasangka, cemburu, fitnah, tidak jujur, tempramen, penipuan, penggelapan, korupsi, tidak pulang, membuka aib), melalaikan kewajiban.
  • Sedangkan indikator penyebab perceraian yang termasuk dalam faktor sosial dan non ekonomi meliputi: murtad, cacat fisik dan penyakit kronis, masalah seksual, masalah keturunan dan kemandulan, intervensi keluarga, masalah dengan anak, kurangnya komunikasi, kurangnya rasa hormat, kawin paksa (dijodohkan, tidak cinta), menjatuhkan talak, kawin di bawah umur, politik.

BAB III

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun