Nama : Rafidah Rahmatunnisa
Nim : 222121112
Kelas : HKI C
Review
Judul skripsi : TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM MENGENAI DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP PERCERAIAN Â (Studi di Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul)Â
Nama Penulis : Abi Sani Suhyudi
Tahun: 2023
Pendahuluan
Latar belakang masalah penelitian ini, pandemi Covid-19 sangat berpengaruh pada kehidupan sosial, ekonomi, dan juga dapat berdampak pada perceraian. Di Kecamatan Sewon Bantul contohnya pada tahun 2021 perkara perceraian cukup tinggi, bahkan hampir dua kali lipat lebih banyak dari pada tahun 2020. Tercatat putusan perceraian di Kecamatan Sewon pada tahun 2020 ada 46 dan pada tahun 2021 ada 84 putusan perkara perceraian.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui dampak pandemi Covid-19 terhadap perceraian di Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. 2) mengetahui tinjauan sosiologi hukum Islam mengenai dampak pandemi Covid-19 terhadap perceraian di Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul.
Hasil penelitian ini mrnyimpulkan, bahwa akar permasalahan yang ditimbulkan dari adanya pandemi Covid-19 kepada masyarakat Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul khususnya, disebabkan karena faktor ekonomi disetiap keluarga mengakibatkan banyaknya keluarga yang harus menempuh jalan perceraian untuk penyelesaian dari permasalahan keluarga yang dihadapi. Selain itu kurangnya pemahaman akan sakralnya pernikahan menjadi salah satu pengaruh dalam tingginya angka perceraian di Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul.
BAB I
Secrara sosiologis dan kultural, hukum Islam adalah hukum yang mengalir dan berakar pada budaya masyarakat. Posisi hukum Islam di Indonesia telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan seharihari masyarakat muslim.
Ketika studi hukum Islam bersentuhan dengan realitas sosial, maka bertambah pula ilmu-ilmu pendukung yang membantunya. Sosiologi penting untuk dihadirkan dengan tujuan supaya dapat membaca perubahan sosial masyarakat.
Hubungan timbal balik antara hukum Islam dan masyarakatnya dapat dilihat pada orientasi masyarakat muslim dalam menerapkan hukum Islam. Selain itu bisa ditilik dari perubahan hukum Islam karena perubahan masyarakatnya, serta perubahan masyarakat muslim yang disebabkan oleh berlakunya ketentuan baru dalam hukum Islam.
Fenomena atau gejala sosial dalam masyarakat sangat beragam. Seperti gejala sosial yang terjadi di Kabupaten Bantul pada masa pandemi Covid-19. Dimana perkara perceraian tidak mengalami penurunan, bahkan perkara perceraian yang masuk semakin meningkat. Pengadilan Agama Bantul mencatat angka perceraian masih mendominasi angka perkara yang ditangani sepanjang 2021.
Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Bantul, Yusma Dewi, mengatakan angka perceraian pada masa pandemi di Bantul cukup tinggi. Pengajuan perceraian didominasi dari cerai gugat yang dilakukan pihak perempuan. Faktor penyebabnya yang paling banyak adalah perselisihan dan pertengkaran. Selain itu juga faktor ekonomi yang disebabkan oleh pandemi dan mengakibatkan banyak yang kehilangan pekerjaannya.
Adanya pengaruh pandemi Covid-19 terhadap perceraian juga bisa dilihat dalam putusan Pengadilan Agama Bantul Nomor 848/pdt.G/2020/PA.Btl. Perkara tersebut melibatkan dua pihak yang berasal dari Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul, yaitu Septiana selaku istri ataupun penggugat dan juga Ryan selaku suami ataupun tergugat. Pada putusan tersebut dikatakan bahwa alasan suami kehilangan pekerjaannya dikarenakan pandemi dan tidak bisa memberikan nafkah selayaknya suami kepada istrinya. Akibat dari kejadian tersebut menimbulkan permasalahan baru dan memicu permasalahan lama kembali memanas. Akhirnya sang istri mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama Bantul.7 Selain perkara perceraian yang melibatkan Septiana dan Ryan, kasus perceraian di Kecamatan Sewon pada tahun 2020 ada 46 putusan dan pada tahun 2021 ada 84 putusan perkara perceraian.8 Mengingat Kabupaten Bantul terdiri dari 17 Kecamatan, maka dari data tersebut dapat dilihat bahwa perkara perceraian di Kecamatan Sewon cukup tinggi pada tingkat Kecamatan di Kabupaten Bantul, bahkan pada tahun 2021 jumlah perceraian di Kecamatan Sewon hampir 2 (dua) kali lipat lebih banyak dari tahun 2020. Padahal KUA Kecamatan sendiri Sewon telah melakukan kebijakan yaitu membentuk tim satgas untuk melakukan mediasi kepada setiap warga yang hendak bercerai.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa pandemi Covid19 sangat berpengaruh pada kehidupan sosial, ekonomi, dan juga dapat berdampak pada perceraian. Oleh karena itu peneliti bermaksud mengadakan penelitian yang membahas tentang TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM MENGENAI DAMPAK PANDEMI COVID-19 TERHADAP PERCERAIAN (Studi di Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul).
BAB II
A. Sosiologi Hukum Islam
Kata sosiologi berasal dari dua bahasa dan dua kata. Kata pertama merupakan bahasa latin, yakni socius atau societas yang bermakna kawan atau masyarakat. Serta bahasa yunani logos yang bermakna sebagai ilmu pengetahuan. Berdasarkan makna etimologi ini maka sosiologi sebenarnya secara sempit bisa dimaknai sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana manusia berinteraksi dengan teman, keluarga dan masyarakatnya. Sedangkan secara terminology, kata sosiologi dalam kamus besar bahasa Indonesia termakna sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membahas tentang masyarakat dan perubahannya baik dilihat dari sifat, perilaku dan perkembangan masyarakat, serta struktur sosial sekaligus proses sosialnya. Dari definisi ini terlihat bahwasannya bangunan secara umum sosiologi yakni studi yang didalamnya dibahas mengenai objek, interaksi, masa atau sejarah.
Secara sosiologis dan kultural, hukum Islam adalah hukum yang mengalir dan berakar pada budaya masyarakat. Posisi hukum Islam di Indonesia telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat muslim.
Ketika studi hukum Islam bersentuhan dengan realitas sosial, maka bertambah pula ilmu-ilmu pendukung yang membantunya. Sosiologi penting untuk dihadirkan dengan tujuan supaya dapat membaca perubahan sosial masyarakat.
Sosiologi hukum Islam adalah hubungan timbal balik antara hukum Islam dan pola perilaku masyarakat dimana Sosiologi merupakan salah satu pendekatan dalam memahaminya. Hubungan timbal balik antara hukum Islam dan masyarakatnya dapat dilihat pada orientasi masyarakat muslim dalam menerapkan hukum Islam. Selain itu bisa ditilik dari perubahan hukum Islam karena perubahan masyarakatnya, serta perubahan masyarakat muslim yang disebabkan oleh berlakunya ketentuan baru dalam hukum Islam.12 Penerapan pendekatan sosiologi dalam studi hukum Islam berguna untuk memahami secara lebih mendalam gejala-gejala sosial di seputar hukum Islam, sehingga dapat membantu memperdalam pemahaman hukum Islam doktrional dan gilirannya membantu dalam memahami dinamika hukum Islam.
B. Perceraian
1. Pengertian Perceraian
Perceraian dalam Islam dikenal dengan istilah talak dan khulu'. Adapun talak artinya melepas ikatan. Secara istilah, perceraian atau talak adalah putusnya perkawinan antara suami istri dengan mengatakan kata-kata "talak" atau yang sama maksudnya dengan kata itu. Dalam Islam, talak merupakan hak mutlak suami. Suami dapat menjatuhkan talak kapan saja dia mau, jika ketetapan hati telah kuat ('azam) dan melalui pertimbangan yang matang serta didasarkan sebab yang bersifat darurah dan hajah, meskipun Nabi Muhammad telah mengingatkan bahwa Allah sangat membenci perceraian sekalipun halal dilakukan. Kebencian Allah terhadap perceraian mengandung pengertian adanya dampak negatif dari perceraian baik bagi suami, istri, dan juga anak-anak. Dalam keadaan demikian, perceraian sebagai sanksi bagi suami istri yang tidak mampu mempertahankan keutuhan rumah tangga.
Dengan melihat kemaslahatan dan kemudharatannya, maka hukum talak dapat dibagi dalam empat macam:
- Wajib, apabila terjadi perselisihan antara suami istri, seperti dalam masalah seorang suami yang menuduh istrinya berzina (li'an) dan berketetapan hati untuk bercerai sedangkan dua hakim yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai.
- Sunah: apabila suami tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi kewajibannya (Nafkahnya), atau perempuan tidak menjaga kehormayannya dirinya
- Haram: dalam dua keadaan. Pertama, menjatuhkan talak sewaktu si istri dalam keadaan haid. Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah dicampurinya dalam waktu suci itu.
- Makruh: yaitu talak yang dilakukan tanpa adanya tuntutan dan kebutuhan, karena dapat menimbulkan mudharat bagi dirinya juga bagi istrinya.
Adapun perceraian yang diajukan oleh istri dengan tebusan dalam Islam disebut dengan istilah khulu'. Secara bahasa kata khulu' diambil dari kata khala'ats-tsauba yang artinya melepas baju, karena masingmasing dari suami istri adalah pakaian dari pasangannya. Dari kata ini, maka seorang istri terlepas dari suaminya dengan membayar tebusan kepada suami. Sedangkan secara istilah para ulama pengikut mazhab empat (Hanafiyah, Malikiyah, Shafi'iyah, Hanabilah) memberikan definisi yang berbeda namun intinya sama bahwa khulu' adalah perpisahan yang terjadi antara suami istri, dengan tebusan yang dibayar oleh istri kepada suaminya dengan menggunakan lafaz khulu'. Adapula yang mendefinisikan khulu' dengan hilangnya kepemilikan nikah dengan memberi tebusan dengan menggunakan lafaz khulu'
2. Sebab Terjadinya Perceraian
Penyebab terjadinya perceraian dalam rumah tangga dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu faktor ekonomi, faktor moral dan etika, serta faktor sosial dan non ekonomi.
- Faktor ekonomi berkaitan dengan keungan rumah tangga. Indikatornya meliputi: tidak ada nafkah, masalah pekerjaan suami, nafkah kurang, istri terbebani nafkah, tidak ada tanggung jawab, tidak ada keterbukaan mengenai keuangan, gaji kecil, hutang, pelit dan perhitungan.
- Faktor moral dan etika indikatornya meliputi: zina, madat, mabuk, judi, narkoba, dihukum penjara, perselingkuhan atau hubungan terlarang, poligami tidak sehat dan nikah siri, KDRT, krisis moral atau kelakuan buruk (curiga atau prasangka, cemburu, fitnah, tidak jujur, tempramen, penipuan, penggelapan, korupsi, tidak pulang, membuka aib), melalaikan kewajiban.
- Sedangkan indikator penyebab perceraian yang termasuk dalam faktor sosial dan non ekonomi meliputi: murtad, cacat fisik dan penyakit kronis, masalah seksual, masalah keturunan dan kemandulan, intervensi keluarga, masalah dengan anak, kurangnya komunikasi, kurangnya rasa hormat, kawin paksa (dijodohkan, tidak cinta), menjatuhkan talak, kawin di bawah umur, politik.
BAB III
A. Deskripsi Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul
Kapanewon (setingkat dengan Kecamatan) Sewon merupakan salah satu dari 17 Kapanewon yang ada di Kabupaten Bantul. Kapanewon Sewon termasuk wilayah Kabupaten Bantul dan secara administratif berada di kawasan wilayah utara serta merupakan daerah perlintasan perbatasan antara Kabupaten Bantul dengan Kotamadya Yogyakarta. Secara administratif dibatasi oleh: Sebelah utara: Kotamadya Yogyakarta, Sebelah timur: Kapanewon Banguntapan dan Kapanewon Pleret, Sebelah selatan: Kapanewon Bantul dan Kapanewon Jetis, Sebelah barat: Kapanewon Pajangan dan Kapanewon Kasihan.
Kapanewon Sewon berada di dataran rendah, dengan ibukota Kapanewonnya berada pada ketinggian 50 mdpl. Jarak kantor Kapanewon Sewon ke pusat pemerintahan (ibukota) Kabupaten Bantul sekitar 6,5 km. Kapanewon Sewon mempunyai luas wilayah sebesar 27 ha dan secara administratif memiliki 4 Kalurahan, yaitu Kalurahan Panggungharjo, Kalurahan Bangunharjo, Kalurahan Timbulharjo, dan Kalurahan Pendowoharjo.
Struktur ruang wilayah Kapanewon Sewon berdasarkan penataan ruang dan pengembangan wilayah, secara garis besar ditetapkan sebagai pusat kegiatan lokal yang didukung oleh pengembangan permukiman perkotaan dan industri kecil masyarakat. Wilayah Kapanewon Sewon yang sebagian besar masuk kawasan diperuntukkan industri kecil dan perumahan. Pemanfaatan lahan di Kapanewon Sewon meliputi lahan perkampungan, sawah, tegal, kebun dan lainnya.
B. Deskripsi Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Perceraian Di Kecamatan Sewon
Seperti yang dikatakan oleh Bapak Umar Faruq dan Bapak Dalhar Asnawi selaku hakim Pengadilan Agama Bantul pada wawancara yang dilakukan penulis, dikatakan bahwa perceraian yang disebabkan karena pandemi Covid-19 tidak ada penulisan secara signifikan akan tetapi bisa dilihat pada perceraian yang disebabkan oleh faktor ekonomi dan juga pada faktor perselisihan atau percekcokan yang tak kunjung usai. Karena pandemi Covid-19 sangat berpengaruh pada faktor ekonomi dan perceraian yang disebabkan oleh perselisihan atau percekcokan juga banyak yang disebabkan karena faktor ekonomi.
Penulis melakukan wawancara dengan Bapak Umar Faruq, S.Ag., M.S.I. selaku Hakim Pengadilan Agama Bantul. Bapak Umar Faruq menjelaskan mengenai dampak pandemi Covid-19 terhadap perceraian di Pengadilan Agama. Dari penjelasan Bapak Umar Faruq, dapat disimpulkan dampak pandemi covid-19 bagi Pengadilan Agama yaitu merubah pada sistem operasionalnya. Sebelum covid-19 sistem berjalan seperti biasanya akan tetapi pada saat pandemi mengharuskan untuk sidang secara daring, pembatasan surat gugatan, pembatasan jumlah kerumunan yang berada di sekitar Pengadilan Agama, serta diwajibkannya menggunakan protokol kesehatan seperti memakai masker, cuci tangan dan penyediaan hand sanitizer di setiap tempat yang mengharuskan adanya pertemuan tatap muka seperti pada setiap pintu masuk, loket PTSP, tempat pelayanan informasi, posbakum dan lainnya. Mengenai dampak pandemi Covid-19 terhadap perceraian di Pengadilan Agama, secara umum tidak ada penjelasan mengenai dampak pandemi terhadap perceraian di Pengadilan Agama. Akan tetapi jika melihat data, dan banyaknya kasus yang didominasi oleh faktor ekonomi maka secara tidak 40 langsung dampaknya itu ada. Karena faktor ekonomi menjadi sering muncul kasusnya pada masa pandemi Covid-19.
Penulis juga melakukan wawancara dengan Bapak H. Moh. Dalhar Asnawi, S.H., selaku Hakim Pengadilan Agama Bantul. Bapak Dalhar Asnawi menjelaskan mengenai dampak pandemi Covid-19 terhadap perceraian di Pengadilan Agama. Dari penjelasan Bapak Dalhar Asnawi, dapat disimpulkan bahwa perkara perceraian di Kabupaten Bantul pada masa pandemi ini tidak mengalami penurunan, bahkan perkara perceraian yang masuk semakin meningkat. Padahal pihak Pengadilan Agama Bantul sudah melakukan kebijakan pembatasan perkara yang masuk agar tidak terjadi kerumunan. Akan tetapi perkara yang masuk masih saja banyak bahkan setiap harinya pada tahun 2020-2021 kuota perkara yang disediakan selalu penuh. Perkara yang masuk pada masa pandemi juga didominasi oleh dua alasan yang saling berkaitan, yaitu perselisihan yang tak kunjung usai dan faktor ekonomi.
BAB IV
A. Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Perceraian Di Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul
Dari data perkara yang ada di Pengadilan Agama Bantul pada sebelum dan saat pandemi yaitu pada tahun 2019-2021, dapat dilihat bahwa perkara perceraian di Kabupaten Bantul cukup tinggi dan tidak mengalami penurunan secara signifikan. Bahkan angka perkara perceraian masih menjadi angka yang paling banyak ditangani sepanjang pandemi Covid-19. Tercatat pada tahun 2019 perkara yang masuk ada 1829 dan 1485 dari jumlah perkara tersebut adalah perkara perceraian. Terlihat dari data tersebut angka perceraian di Pengadilan Agama Bantul pada saat sebelum pandemi masuk di Indonesia telah mencapai angka yang cukup tinggi bahkan hampir mencapai 75% dari perkara yang ditangani. Sementara data perkara di Pengadilan Agama Bantul pada saat pandemi masuk di Indonesia yaitu pada tahun 2020 ada 1697 perkara yang masuk dan 1279 dari jumlah perkara tersebut adalah perkara perceraian, serta pada tahun 2021 ada 2002 perkara yang masuk dan 1608 dari jumlah perkara tersebut adalah perkara perceraian.
Kenaikan tersebut dikatakan oleh Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Yusma Dewi, bahwa perkara perceraian didominasi oleh cerai gugat dan faktor penyebabnya yang paling banyak adalah perselisihan, pertengkaran, dan faktor ekonomi yang disebabkan oleh pandemi dan mengakibatkan banyak yang kehilangan pekerjaannya. Selain itu, Hakim Pengadilan Agama Bantul Bapak Umar Faruq dan Bapak Dalhar Asnawi juga mengatakan bahwa pandemi Covid-19 yang menyebabkan permasalahan ekonomi menjadi faktor yang mendominasi penyebab perceraian di Pengadilan Agama Bantul pada saat pandemi. Tercatat perceraian di Pengadilan Agama Bantul pada tahun 2019 ada 1289 putusan perkara perceraian dan 1019 dari jumlah tersebut disebabkan karena faktor ekonomi dan perselisihan, pada tahun 2020 ada 1429 putusan perkara perceraian dan 1162 dari jumlah tersebut disebabkan karena faktor ekonomi dan perselisihan, dan pada tahun 2021 ada 1452 putusan perkara perceraian dan 1179 dari jumlah tersebut disebabkan karena 54 faktor ekonomi dan perselisihan. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa perkara perceraian yang putus pada saat pandemi didominasi oleh perkara ekonomi dan perselisihan yang jumlahnya hampir mencapai jumlah 90% dari jumlah putusan perkara perceraian.
Perkara perceraian karena adanya permasalahan ekonomi yang disebabkan pandemi Covid-19 di Kabupaten Bantul juga bisa dilihat dalam putusan Pengadilan Agama Bantul Nomor 848/pdt.G/2020/PA.Btl. Perkara tersebut melibatkan dua pihak yang berasal dari Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul, yaitu Septiana selaku istri ataupun penggugat dan juga Ryan selaku suami ataupun tergugat. Pada putusan tersebut dikatakan bahwa alasan suami kehilangan pekerjaannya dikarenakan pandemi dan tidak bisa memberikan nafkah selayaknya suami kepada istrinya. Akibat dari kejadian tersebut menimbulkan permasalahan baru dan memicu permasalahan lama kembali memanas. Akhirnya sang istri mengajukan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama Bantul.
Selain perkara perceraian dalam putusan Pengadilan Agama Bantul Nomor 848/pdt.G/2020/PA.Btl yang melibatkan Septiana dan Ryan, perceraian di Kecamatan Sewon pada masa pandemi juga cukup tinggi, tercatat pada tahun 2020 ada 46 putusan dan pada tahun 2021 ada 84 putusan perkara perceraian. Mengingat Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan maka data di Kecamatan Sewon tersebut termasuk cukup tinggi pada tingkat Kecamatan. Bahkan jumlah putusan perkara perceraian yang berasal dari Kecamatan Sewon pada tahun 2021 hampir 50% lebih banyak daripada tahun 2020. Untuk lebih melihat lebih jelas dampak pandemi Covid-19 terhadap perceraian di Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul.
B. Tinjauan Sosiologi Hukum Islam Mengenai Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Perceraian Di Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul
Gejala sosial pada masa pandemi Covid-19 menyebabkan akar permasalahan ekonomi dalam keluarga. Seperti yang terjadi pada mayoritas pasangan yang memilih untuk melakukan perceraian pada masa pandemi Covid-19 secara umum di Pengadilan Agama Bantul. Perceraian di Pengadilan Agama Bantul secara umum disebabkan karena permasalahan ekonomi yang menyebabkan permasalahan-permasalahan baru bahkan juga menyebabkan permasalahan-permasalahan yang sudah lama kembali disinggung dan akhirnya menyebabkan adanya perceraian.
Pandemi Covid-19 adalah gejala sosial yang tidak bisa dihindari karena penyebarannya cukup cepat dan tidak bisa ditebak dapat menyerang siapa saja. Dampak dari pandemi juga sangat merugikan bagi kehidupan masyarakat karena dapat berdampak pada kehidupan sosial, ekonomi, dan dampak dari ekonomi dapat mempengaruhi kehidupan keluarga. Pengaruh dalam bidang ekonomi dapat berdampak pada perceraian. Hal itu dapat dilihat pada penjelasan yang dilakukan oleh para pihak yang melakukan perceraian pada saat pandemi yang berasal dari Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. Dalam meyikapi pandemi gelobal tersebut, peran keluarga sangatlah penting. Oleh karena itu, memahami peran dari masing-masing anggota keluarga sangatlah berarti. Baik suami sebagai pemimpin keluarga maupun istri sebagai pendamping suami yang diharapkan dapat saling memberikan ketenangan dalam keluarga.
Penyebab terjadinya perceraian di Kabupaten Bantul khususnya di Kecamatan Sewon dari sampel data atau wawancara 8 (delapan) pihak yang terkait adalah faktor kurangnya pengetahuan tentang pernikahan. Selain masalah ekonomi yang disebabkan pandemi, permasalahan akan kurangnya pengetahuan pernikahan menjadi faktor yang cukup berpengaruh. Sebab apabila para pihak mengerti atau paham akan sakralnya pernikahan maka dengan permasalahan yang ditimbulkan karena pandemi tersebut tidak akan menjadi faktor yang terlalu berpengaruh pada setiap keluarga, apalagi sampai memilih jalan perceraian. Padahal pihak KUA Kecamatan sewon sendiri telah melakukan kebijakan dengan tujuan untuk menekan angka perceraian. Akan tetapi masih banyak yang tetap memilih untuk melakukan perceraian. Mengetahui tujuan pernikahan sangatlah penting dilakukan pertama kali sebelum memutuskan untuk melangsungkan pernikahan. Walaupun perceraian tidak dilarang dalam agama Islam akan tetapi perceraian adalah jalan yang sangat dibenci oleh Allah. Sebab pernikahan adalah ibadah dan setiap perbuatan yang ada di dalamnya juga termasuk dalam ibadah.
Dalam menekan angka perceraian pada saat pandemi pemerintah Kecamatan Sewon juga telah membentuk tim satgas pusaka sakinah pada 23 September 2020. Pembentukan tim satgas tersebut diharapkan dapat menekan angka perceraian di Kecamatan Sewon, akan tetapi perkara perceraian di Krcamatan Sewon pada tahun 2021 semakin meningkat. Peninkatan jumlah perceraian tersebut juga dipengaruhi karena pandemi Covid-19, karena permasalahan ekonomi menjadi permasalahan yang sangat sensitif bagi setiap keluarga. Permasalahan ekonomi tersebut juga dirasakan oleh masyarakat dan bukan hanya dirasakan oleh para pihak yang memilih untuk bercerai.
Jadi, akar permasalahan yang ditimbulkan dari adanya pandemi Covid-19 kepada masyarakat Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul khususnya, yang akar permasalahannya berada pada masalah ekonomi disetiap keluarga mengakibatkan banyaknya keluarga yang harus menempuh jalan perceraian untuk penyelesaian dari permasalahan keluarga yang dihadapi. Akar permasalahan ekonomi dalam setiap keluarga menyebabkan banyak cabang-cabang permasalahan yang ditimbulkan, baik permasalahanpermasalahan baru (seperti masalah kecil yang dibesar-besarkan) ataupun permasalahan-permasalahan lama (seperti dahulu pernah diduga berselingkuh) kembali diungkit dan mengakibatkan percekcokan yang tak kunjung usai. Dengan adanya akar permasalahan perekonomian yang memburuk akibat pandemi Covid-19 membuat permasalahan keluarga yang seharusnya bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan menjadi sulit dan mengharuskan untuk menempuh jalan perceraian yang jelas dibenci oleh Allah. Selain itu, permasalahan akan kurangnya pengetahuan mengenai pernikahan dan perceraian menjadi faktor yang berpengaruh. Jika para pihak yang bercerai mengerti dan sadar tentang sakralnya pernikahan maka para pihak pasti akan mengesampingkan perceraian, sebab selain permasalahan yang disebabkan karena faktor ekonomi pada saat pandemi, para pihak yang memilih untuk bercerai yang berasal dari Kecamatan Sewon banyak yang tidak melakukan tugasnya masing-masing dalam pernikahannya.
BAB V
A. KesimpulanÂ
Bedasarkan hasil penelitian dan uraian pada bab-bab sebelumnya yang dilakukan oleh peneliti, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Perceraian di Kecamatan Sewon pada saat pandemi Covid-19 cukup tinggi dan kenaikan perkara pada tahun 2021 hampir 50% lebih banyak dari pada tahun 2020. Tercatat pada tahun 2020 ada 46 dan pada tahun 2021 ada 84 putusan perkara perceraian. Akar permasalahan yang ditimbulkan karena adanya pandemi Covid-19 yang merujuk pada faktor ekonomi keluarga menjadi pengaruh besar pada mayoritas pasangan yang bercerai atau berperkara pada saat pandemi Covid-19 di Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. Permasalahan tersebut mengakibatkan banyak permasalahanpermasalahan yang muncul dan sulit untuk diselesaikan. Permasalahan dalam setiap keluarga adalah suatu hal yang lumrah, akan tetapi akibat dari satu akar permasalahan yang dapat menimbulkan cabang-cabang permasalahan lain tersebut menjadikan permasalahan yang lumrah menjadi permasalahan yang kacau.
- Permasalahan yang disebabkan oleh Pandemi Covid-19 pada sektor ekonomi menjadikan permasalahan yang tidak bisa dihindari pada setiap 64 keluarga yang memilih untuk bercerai di Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. Selain itu minimnya kesadaran bahwa pernikahan adalah suatu hal yang sakral dan perceraian adalah suatu jalan yang sangat dibenci oleh Allah menjadi faktor yang juga berpengaruh. Karena jika sadar tentang pernikahan maka akan sadar pula tugas masing-masing dalam keluarga. Tujuan menikah adalah mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah dan perceraian sekalipun dibolehkan namun bila perceraian cukup tinggi maka dapat menyebabkan berbagai persoalan sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H