Mohon tunggu...
Rafael Kaisar Gultom
Rafael Kaisar Gultom Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Semester 7 Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

Saya adalah mahasiswa Semester 7 Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta. Selama kuliah saya memiliki ketertarikan pada bidang ekonomi, perbatasan dan organisasi internasional. Disaat waktu luang saya suka memilih untuk bermain game khususnya CS2 (Counter Strike 2) dimana bermain game bisa dikatakan merupakan hobi saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengunaan Kampanye Visual Oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) Dalam Membentuk Opini Publik dan Mempengaruhi Kebijakan Penyelesaian Konflik OPM

7 Desember 2024   00:56 Diperbarui: 8 Desember 2024   13:09 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peran media sosial sebagai alat penyebaran narasi emosional dimana media sosial menjadi tulang punggung dari kampanye visual OPM. Melalui platform seperti Instagram, YouTube, dan Twitter, pesan-pesan perjuangan Papua Merdeka dapat disebarkan secara cepat dan luas. 

Media sosial memungkinkan kelompok separatis seperti OPM untuk menjangkau audiens internasional tanpa perlu bergantung pada media tradisional. 

Salah satu kekuatan utama media sosial adalah kemampuannya untuk menyampaikan narasi emosional yang kuat. Kampanye visual oleh OPM sering kali memanfaatkan elemen-elemen seperti gambar anak-anak Papua yang menderita, video kesaksian dari korban dugaan pelanggaran HAM, atau poster-poster digital dengan bendera Bintang Kejora yang disertai tagar seperti #FreeWestPapua atau #PapuaLivesMatter. 

Konten semacam ini dirancang untuk membangkitkan simpati dan kemarahan, yang kemudian diterjemahkan menjadi dukungan terhadap perjuangan mereka. Platform seperti YouTube digunakan untuk mempublikasikan video dokumenter yang menyoroti dugaan pelanggaran HAM, sementara Instagram menjadi tempat untuk menyebarkan gambar-gambar yang menarik secara visual. Twitter, dengan sifatnya yang dinamis, memungkinkan penyebaran kampanye melalui tagar yang dapat menjadi viral dalam waktu singkat. 

Bahkan platform seperti TikTok kini mulai dimanfaatkan oleh generasi muda Papua untuk menyampaikan pesan perjuangan mereka melalui video-video pendek yang kreatif namun sarat emosi. Narasi emosional yang terus-menerus diperkuat melalui media sosial memiliki dampak jangka panjang yang signifikan.

 Pertama, kampanye ini dapat meningkatkan tekanan diplomatik terhadap Indonesia, terutama dari negara-negara yang warganya sudah terpengaruh oleh narasi visual tersebut. Kedua, kampanye ini juga dapat memperburuk polarisasi opini publik, baik di tingkat nasional maupun internasional, karena menciptakan perbedaan pandangan yang tajam tentang konflik Papua. 

Dalam membahas pengaruh kampanye visual di social media dapat membentuk dan memengaruhi kebijakan penyelesaian konflik gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka dibuktikan dengan kampanye visual ini sering kali menciptakan tekanan diplomatik terhadap pemerintah Indonesia. 

Opini publik internasional yang terbentuk oleh visual-visual ini dapat memaksa negara-negara asing dan organisasi internasional untuk lebih memperhatikan konflik di Papua. Tekanan ini bisa datang dalam bentuk kritik terhadap kebijakan Indonesia, baik di tingkat PBB, ASEAN, maupun dalam hubungan bilateral dengan negara-negara tertentu. 

Bahkan, beberapa negara atau organisasi internasional mungkin merasa terpaksa untuk mengeluarkan pernyataan resmi atau memberikan sanksi terhadap Indonesia, mendorong mereka untuk mencari jalan keluar damai atau merundingkan penyelesaian konflik secara lebih serius. 

Namun, selain menciptakan simpati dan tekanan internasional, kampanye visual ini juga berpotensi untuk memperburuk polarisasi di dalam negeri Indonesia. Visual yang menggambarkan penderitaan rakyat Papua atau kekerasan oleh aparat dapat memperkuat narasi oposisi terhadap pemerintah Indonesia, yang pada gilirannya dapat memperburuk ketegangan sosial di dalam negeri.

 Polarisasi ini bisa melemahkan posisi pemerintah dalam menangani konflik, karena di satu sisi, mereka menghadapi tekanan internasional untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara yang lebih diplomatis, sementara di sisi lain, mereka harus menghadapi tantangan domestik dari kelompok-kelompok yang menginginkan resolusi yang lebih cepat dan adil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun