Contoh penerapan dari teori  komunikasi visual yaitu poster kampanye, iklan, video, infografis, atau simbol seperti logo sering digunakan untuk memengaruhi emosi, pikiran, dan perilaku audiens. Teori komunikasi visual menekankan kepada bagaimana visualisasi terhadap suatu hal memiliki makna dalam konteks sosial dan politik. Berger (1972) menjelaskan bahwa gambar visual menciptakan makna dalam konteks sosial dan politik.Â
Berger menjelaskan bahwa visual sering kali digunakan untuk membentuk narasi tertentu yang mencerminkan kekuasaan atau ideologi tertentu (h. 23). Komponen utama dari teori ini yaitu pertama, denotasi dan konotasi visual.Â
Denotasi adalah makna literal dari visual, yaitu apa yang langsung terlihat oleh mata. Sedangkan, konotasi visual adalah makna yang lebih dalam, yang sering kali berkaitan dengan emosi atau nilai budaya. Kedua, komposisi visual.Â
Komposisi mencakup bagaimana elemen-elemen visual diatur untuk menarik perhatian dan menyampaikan pesan secara efektif. Penggunaan warna juga memainkan peran penting.Â
Warna gelap atau merah sering digunakan dalam visual kampanye untuk menggambarkan konflik atau penderitaan, sementara warna terang digunakan untuk menyimbolkan harapan atau solidaritas. Ketiga, framing visual dimana cara sebuah isu atau cerita dibingkai dalam visual untuk menciptakan makna tertentu.
 Terakhir, emosi dan kognisi yang dimaksud dari kompomem emosi dan kognisi adalah Visual memiliki kekuatan untuk membangkitkan emosi secara langsung, seperti simpati, empati, atau kemarahan. Selain itu, visual juga memengaruhi kognisi, yaitu cara audiens memproses dan memahami informasi.
Pembahasan
Untuk menjawab rumusan masalah pada artikel ini, penulis membagi menjadi tiga sub bab yaitu pertama, analisis dampak visual terhadap persepsi masyarakat internasional. Kedua, keakuratan informasi versus propaganda. Ketiga, peran media sosial sebagai alat penyebaran narasi emosional.Â
Kampanye visual yang dilakukan OPM memainkan peran penting dalam membentuk persepsi masyarakat internasional tentang konflik Papua. Dengan memanfaatkan kekuatan visual, OPM sering kali menyajikan gambar-gambar yang menggambarkan penderitaan masyarakat Papua akibat konflik, seperti anak-anak yang terluka, keluarga yang kehilangan tempat tinggal, atau demonstrasi yang menggunakan simbol-simbol perjuangan seperti bendera Bintang Kejora.Â
Visual semacam ini digunakan untuk menciptakan simpati dan empati, yang pada akhirnya mengarahkan masyarakat internasional untuk melihat konflik ini sebagai bentuk ketidakadilan yang harus segera diatasi. Sebagai contoh, salah satu narasi yang dibangun melalui visual adalah gambaran bahwa masyarakat Papua adalah korban dari represi pemerintah Indonesia.Â