Mohon tunggu...
Cerpen

Hujan Melodi

19 Maret 2017   19:17 Diperbarui: 20 Maret 2017   16:00 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak menghiraukan ayah Melodi dan langsung berlari menuju pemakaman dimana Melodi dikebumikan. Hujan begitu deras, bahkan rintikan air hujan ini terasa sakit saat menyentuh kulitku. Dengan air mata yang bercampur air hujan membasahi mukaku, aku berlari dengan kencang menuju makam Melodi. Terlihat ada tenda yang dibangun untuk mempermudah proses pemakaman Melodi. Aku mempercepat lariku di tengah hujan dan angin yang berhembus kencang. Tepat saat aku datang, tanah telah menjadi jarak antara aku dan Melodi.

Aku membuka suratnya di bawah tenda pemakamannya.

“Dana, aku sangat bangga kepadamu. Saat kamu membaca surat ini, pasti kamu sudah berhasil membawa semua kebahagiaan bersamamu untuk menemuiku. Aku percaya bahwa kamu pasti tidak pernah mengira hal ini akan terjadi. Aku mengenalmu lebih dari siapapun. Aku juga tahu bahwa ada kabar gembira yang akan datang bersamamu. Tapi, maafkan aku. Aku sudah berangkat mendahuluimu. Maafkan aku yang telah membuatmu merasakan kehilangan yang benar-benar kamu benci seperti kehilangan kedua orang tuamu saat kamu berumur tujuh tahun. Aku harap, Tuhan memberikan waktu yang spesial untuk kita menghabiskan waktu. Namun, sepertinya Tuhan memiliki rencana yang lebih baik daripada doaku. Mungkin memang bukan takdir kita untuk bersama. Jadi jangan menyalahkan takdir. Berjanjilah padaku, untuk tidak menangis. Laki-laki harus kuat, tidak boleh kalah dengan perempuan. Aku mencintaimu lebih dari siapapun. Salam hangat, Melodi.”

“Apa kau bodoh?(aku menahan senyum dengan air mata di pipiku) Dunia ini saja menangis karena kehilanganmu. Aku tidak mungkin bisa membendung air mata ini.” Kataku sambil menggenggam cincin yang diberikan Melodi kepadaku sambil menghela nafas panjang.

Aku menangis di depan makam Melodi, menangis seperti derasnya hujan ini. Hujan Melodi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun