"Sebentar.. Kamu ingin berkelana? Itu sangat bukan dirimu." Raven menyela ceritaku sedari tadi bersabar mendengarkan. Kami sedang makan bersama di kantin, dan aku menceritakan kepadanya kejadian tadi pagi.
"Aku juga tidak bisa membayangkan masa depan yang seperti itu." Lalu aku berhenti sejenak, "Tetapi.." Aku mencoba menangkap kata-kata yang berterbangan di udara.
"Kamu ingin pergi bersamanya?" Aku hampir tersedak. Iya kali pergi bersama orang yang baru kukenal pagi ini.
"Aku tidak tahu." Aku lanjut mengunyah makananku dan ia menghembuskan nafas keras.
"Kamu biasanya yakin. Gak mau kalau disuruh-suruh ke kolam."
Aku menatap ke arahnya dengan sinis. "Memangnya ada yang mau jadi babu kamu Raven? Rasain ikan kamu mati semua."
"Boleh berhenti ngomongnya? Jadi gak nafsu makan." Ia mendengus kesal, sepertinya masih sedih mengingat kematian ikannya yang tragis dimakan kucing. Kami lantas makan tanpa bicara, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Kamu menyukainya?" Ia bertanya dengan nada serius.
Aku bergeming memandangnya.
"Jangan. Itu membuatmu menjadi lebih jahat." Ujarnya tegas tanpa satu pun kata yang keluar dari mulutku.
"Seseorang tulus kepadamu dan kamu ingin bersamanya karena rasa iba." Ia menunjukku dengan garpunya.