Mohon tunggu...
Raden Justin Dhia Ingram
Raden Justin Dhia Ingram Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Menulis Penelitian Ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Realita Penyelesaian Kasus Pelanggaran Ham Berat di Indonesia

21 Desember 2022   14:00 Diperbarui: 21 Desember 2022   14:08 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam Jurnal Dinamika Hukum (2022), Hendro Dewanto menjelaskan bahwa Kejahatan ini mengandung unsur "tindakan atau kebijakan negara" yang dalam sifat kejahatannya sendiri tergolong memiliki cakupan yang cukup luas dengan berbagai korban dan umumnya tidak peduli latar belakang korban bersangkutan, serta membutuhkan berkomitmen dan langkah serangan sistematis yang ditujukan terhadap penduduk sipil. Lebih lanjutnya, Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia Pasal 7 bahwa; Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat meliputi: 

 

2. Realita dan Penyelewengan Kasus HAM Berat di Indonesia

Tindak pidana pelanggaran HAM berat merujuk pada suatu bentuk kejahatan politik tertentu dengan nuansa tertentu: kekuasaan dalam arti pelaku bertindak dalam konteks pemerintahan, difasilitasi oleh kekuasaan pemerintah, dan mengandung unsur kekuasaan. Secara khusus dapat disebut sebagai Tindakan "nasional" atau tindakan politik". 

Mengingat latar belakang dan keadaan tersebut, maka rumusan normatif UU Pengadilan HAM No. Nomor 26 Tahun 2000 seharusnya dapat mencakup segala kemungkinan pengaruh politik yang dapat mempengaruhi penegakan HAM. Salah satu upaya Indonesia untuk mengatasi masalah hak asasi manusia adalah diundangkannya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, Undang-Undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

 Secara historis, mandat Bab IX UU Pengadilan menghasilkan Pasal 104 Konvensi Hak Asasi Manusia. Ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, penyelesaian kasus HAM berat dimulai di pengadilan. Ini adalah ekspresi kepentingan negara terhadap rakyatnya sendiri. Negara mengakui perlunya lembaga-lembaga yang menjamin hak-hak individu. Jaminan ini diharapkan dapat membuat individu mengetahui batas-batas haknya dan menghormati hak orang lain. 

Sehingga tidak ada lagi yang disebut pelanggaran HAM berat di kemudian hari. Namun, jelas tidak semua upaya tersebut berjalan mulus. Praktik hukum di Indonesia saat ini memperjelas bahwa menegakkan gagasan negara hukum hanyalah soal bentuk ada dan tertuliskan atau hanya sebatas formalistas belaka.. Di satu sisi, anggota masyarakat memiliki kecenderungan yang berbeda dalam perilakunya, seringkali menyimpang dari berbagai peraturan negara. 

Hal ini ditandai dengan meningkatnya kriminalitas. Yang mengkhawatirkan, peningkatan kejahatan tidak hanya secara kuantitas dan kuantitas, tetapi juga kualitas dan intensitasnya. Kejahatan lebih terorganisir, lebih sadis, dan melampaui kemanusiaan. Indonesia pasti sudah tidak asing lagi dengan berita perampokan atau pembunuhan di mana para korban dilakukan secara brutal tanpa membedakan apakah mereka anak-anak atau perempuan, dan tubuh para korban dipotong-potong. Bukan hanya perkara pidana, Indonesia juga gagal melindungi Hak Asasi rakyat nya dalam kasus - kasus ini.

 

PEMBAHASAN

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun