Mohon tunggu...
Rachmad Resmiyanto
Rachmad Resmiyanto Mohon Tunggu... -

Saya adalah guru kecil pada sebuah perguruan Muhammadiyah di kota Yogya. Saya bukan siapa-siapa. Tak ada yang istimewa dalam diri saya. Saat ini saya sedang menempuh program pascasarjana Ilmu Fisika Universitas Gadjah Mada dan bekerja di bidang ekonofisika. Bidang ini merupakan pertemuan antara disiplin ekonomi dan ilmu fisika. Topik tesis saya adalah membuktikan bunga bank sebagai sistem yang destruktif dalam perekonomian dengan fisika. Saya dapat dihubungi melalui surat rachmadresmi [at] yahoo.com. Blog saya ada di http://rachmadesmi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Nubuwat

27 Juli 2011   04:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:20 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ini masih pukul 10 pagi. Aku ambil air wudhu, shalat dhuha 4 rakaat. Usai munajat, aku mengangsur Al Quran di sudut kamar. Rupanya ada kertas yang terselip di sebuah lipatan halaman. Kubuka dengan seksama. Kini terbentang surah al Zalzalah di depan mata. Kertas kecil itu tidak bertuliskan pesan apapun. Hanya tertera sebuah tanggal diikuti kata Allah dan 3 kali tanda titik. Tinta tulisan sudah sedikit kabur, seperti bekas terkena lelehan air bening. Jarak tanggal itu dengan hari ini sudah 3 bulan berlalu. Tulisan itu sangat aku kenal. Itu adalah tulisan istriku.

“Ada apa dengan tanggal itu? Kenapa istriku menyelipkannya di sini?”, aku bertanya-tanya sendiri.

Kuputar pita rekaman di kepalaku pada tanggal itu. Ya, itu hari dimana aku ditunjuk Pak Dekan menjadi ketua tim jaminan mutu fakultas. Tapi, apa hubungannya?

Apakah istriku tak suka dengan jabatan baruku? Apa hubungan jabatanku dengan kegoncangan bumi? Apakah jabatanku akan menggoncang keimanan dan keteguhan hidup?

Lama sekali aku tercenung. Kini aku teringat. Siang hari terima SK, malam hari ia menangis dalam pangkuanku. Ia hanya bilang, “Aku melihat Merapi bergolak mas. Aku sangat takut.”

“Maksudmu?”

Ia hanya menggelengkan kepala, sedikit saja dan perlahan sekali.

Aku tenangkan istriku. Kudekap erat. Kuseka air matanya. Kuyakinkan bahwa itu hanya rasa was-was yang ditiupkan setan saja. Tak usah dihiraukan. Malam itu, aku mengajaknya bertamasya. Maka hanya kedamaian yang kemudian menyungkup kami berdua.

Istriku sering meracau. Dalam banyak kesempatan, acapkali Ia serta merta bilang sesuatu yang sulit aku pahami. Tiap kali kutanya apa maksudnya, ia hanya menggeleng.

Aku tersentak. Jantungku berdegup kencang. Nafas menjadi tersengal-sengal. Pagi ini, langit Yogya menebar abu ke daerah Sleman dan Kulon Progo. Bahkan wilayah Kota dan Bantul yang relatif jauh dari gunung Merapi juga terkena tebaran abu. Pagi ini, aku benar-benar mendapati apa yang ia katakan malam itu. Aku baru tahu apa yang terjadi pagi ini setelah sampai di stasiun Tugu. Selama satu pekan di Bandung, aku mengikuti pelatihan jaminan mutu untuk perguruan tinggi. Pelatihan itu sangat ketat. Seluruh alat komunikasi kami dikumpulkan di panitia. Tidak juga disediakan surat kabar buat tahu berita saban hari. Praktis, kami benar-benar terkurung.

Lalu di mana istriku?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun