Mohon tunggu...
Raabiul Akbar
Raabiul Akbar Mohon Tunggu... Guru - Guru MAN 1 Kota Parepare

Universitas Al-Azhar Mesir Konsentrasi Ilmu Hadis SPS UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Konsentrasi Ilmu Hadis dan Tradisi Kenabian Anggota MUI Kec. Biringkanaya Makassar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Strategi Penamaan Anak: Perspektif Foucault

4 Agustus 2024   17:05 Diperbarui: 4 Agustus 2024   17:09 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teori Michel Foucault menawarkan kerangka yang sangat berguna untuk memahami dinamika sosial terkait penamaan anak. Foucault mengemukakan bahwa kekuasaan tersebar di seluruh lapisan masyarakat dan beroperasi melalui norma-norma dan praktik-praktik sehari-hari yang dianggap wajar. Dalam konteks penamaan anak, norma-norma ini mencakup standar sosial dan budaya tentang apa yang dianggap sebagai nama yang sesuai untuk laki-laki dan perempuan, serta harapan masyarakat terhadap identitas dan peran gender.
Salah satu argumen utama Foucault adalah bahwa kekuasaan bukan hanya bersifat represif tetapi juga produktif. Ini berarti bahwa kekuasaan tidak hanya menekan atau melarang tindakan tertentu tetapi juga menciptakan dan membentuk identitas serta perilaku individu. Dalam hal penamaan anak, norma-norma sosial tentang nama bukan hanya mengatur apa yang dianggap pantas tetapi juga membentuk cara individu memahami diri mereka sendiri dan orang lain. Nama yang dianggap tidak lazim dapat menciptakan identitas yang berbeda dan bahkan menyimpang, yang kemudian diperlakukan secara berbeda oleh masyarakat.
Foucault juga berbicara tentang konsep normalisasi, di mana norma-norma tertentu dijadikan standar yang harus diikuti oleh semua anggota masyarakat. Norma ini menciptakan hierarki sosial di mana mereka yang mematuhi norma-norma ini dipandang sebagai "normal," sementara mereka yang tidak mematuhinya dianggap "abnormal" atau "menyimpang." Dalam konteks penamaan anak, normalisasi berarti bahwa nama-nama yang tidak sesuai dengan norma gender atau budaya yang diterima dapat menyebabkan stigma sosial. Individu dengan nama-nama tersebut mungkin dianggap tidak sesuai dengan harapan sosial, yang dapat mengakibatkan diskriminasi dan marginalisasi.
Teori Foucault juga menekankan pentingnya resistensi terhadap kekuasaan. Resistensi ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk penolakan terhadap norma-norma yang dominan dan penciptaan praktik-praktik alternatif. Dalam konteks penamaan anak, resistensi ini dapat terlihat dalam upaya orang tua untuk mempertahankan nama yang mereka pilih meskipun menghadapi tekanan sosial. Dengan menolak untuk mengikuti norma-norma yang kaku, orang tua ini menciptakan ruang untuk keberagaman dan inklusivitas dalam praktik penamaan anak.
Selain itu, Foucault menyoroti bagaimana kekuasaan beroperasi melalui institusi-institusi seperti keluarga, sekolah, dan media. Institusi-institusi ini memainkan peran penting dalam menyebarkan dan memperkuat norma-norma sosial. Dengan memahami bagaimana kekuasaan beroperasi melalui institusi-institusi ini, dapat diidentifikasi cara-cara untuk mengintervensi dan mengubah norma-norma tersebut. Misalnya, dengan mengedukasi guru dan staf sekolah tentang pentingnya inklusivitas dalam penamaan anak, dapat diubah cara pandang dan perlakuan terhadap anak-anak dengan nama-nama yang dianggap tidak lazim.
Foucault juga mengajukan gagasan tentang subjektivitas, yaitu bagaimana individu memahami dan membentuk identitas mereka sendiri dalam konteks kekuasaan. Dalam hal penamaan anak, orang tua dan anak-anak dapat membentuk identitas mereka dengan cara yang menantang norma-norma sosial. Dengan memahami dan menghargai makna di balik nama-nama mereka, mereka dapat mengembangkan identitas yang kuat dan independen yang tidak terikat oleh norma-norma yang kaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun