Norma sosial dan kekuasaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan penamaan anak. Dalam banyak budaya, termasuk di Indonesia, penamaan anak tidak hanya sekadar pilihan pribadi orang tua, tetapi juga dipengaruhi oleh harapan, nilai, dan aturan yang berlaku di masyarakat.Â
Norma sosial menetapkan standar tentang apa yang dianggap sebagai nama yang cocok atau tidak cocok berdasarkan faktor-faktor seperti gender, status sosial, dan latar belakang budaya.
Misalnya, dalam beberapa komunitas, ada ekspektasi bahwa nama anak harus mencerminkan identitas gender yang jelas. Nama-nama yang dianggap maskulin atau feminin sering kali dipilih untuk menghindari kebingungan atau stigma sosial.Â
Kekuasaan sosial berperan dalam menegakkan norma-norma ini melalui berbagai mekanisme, seperti persetujuan sosial, penghargaan, atau bahkan tekanan dan sanksi. Orang tua yang memilih nama yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat mungkin menghadapi penilaian atau kritik dari lingkungan sekitarnya.
Kekuasaan juga beroperasi melalui institusi seperti keluarga, sekolah, dan media, yang semuanya berkontribusi dalam membentuk persepsi tentang apa yang dianggap sebagai nama yang pantas.Â
Misalnya, media sering kali mempromosikan nama-nama yang populer atau dianggap modern, yang kemudian mempengaruhi preferensi orang tua dalam memilih nama untuk anak mereka. Institusi pendidikan juga dapat memperkuat norma-norma ini dengan memperlakukan anak-anak yang memiliki nama-nama yang tidak lazim secara berbeda, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Selain itu, kekuasaan dalam konteks penamaan anak juga dapat dilihat melalui aspek hukum dan administrasi. Di beberapa negara, ada aturan yang mengatur tentang nama-nama yang boleh digunakan, yang mencerminkan kekuasaan negara dalam menentukan apa yang dianggap sah atau tidak sah. Meskipun di Indonesia aturan semacam itu mungkin tidak seketat di beberapa negara lain, pengaruh norma sosial tetap kuat dalam membentuk pilihan orang tua.
Dengan demikian, keputusan penamaan anak adalah contoh bagaimana norma sosial dan kekuasaan bekerja sama dalam mengarahkan perilaku individu. Melalui proses normalisasi, masyarakat menciptakan dan menegakkan standar yang memengaruhi pilihan pribadi, menunjukkan bagaimana kekuasaan dapat mengontrol bahkan aspek-aspek yang tampaknya paling pribadi dari kehidupan seseorang.
Norma-norma sosial dan budaya di Indonesia memainkan peran penting dalam mengatur penamaan anak. Masyarakat Indonesia yang sangat heterogen memiliki beragam tradisi dan kebiasaan yang berbeda dalam proses penamaan anak, yang sering kali mencerminkan nilai-nilai dan harapan budaya masing-masing.Â
Misalnya, dalam budaya Jawa, nama anak biasanya dipilih berdasarkan arti tertentu yang dianggap dapat membawa keberuntungan, kebahagiaan, atau sifat-sifat mulia. Nama-nama ini sering kali diambil dari bahasa Jawa kuno atau dari kitab-kitab klasik yang sarat dengan makna filosofis.
Dalam komunitas Batak, penamaan anak tidak hanya mencerminkan identitas pribadi tetapi juga identitas kolektif melalui penggunaan nama marga. Nama marga ini menunjukkan afiliasi keluarga besar dan hubungan kekerabatan, yang sangat penting dalam struktur sosial masyarakat Batak. Hal ini menekankan pentingnya ikatan keluarga dan komunitas dalam budaya Batak.