Mohon tunggu...
Syifa Adila Tsarwat Muzzaki
Syifa Adila Tsarwat Muzzaki Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Sedang banyak pikiran. Tunggu pemberitahuan lebih lanjut

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pulang untuk Pergi

12 Februari 2022   20:12 Diperbarui: 12 Februari 2022   20:18 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Esoknya, di sekolah


“Wah, limit beasiswa nya masih on nih! Di top up berapa kali ya? Nyogok berapa tuh? Masuk perguruan tinggi aja masih aja dapet jatah nih.” Lili bersenandung, ayam pun kalah.
“Kenapa sih Li, masih pagi ini teh. Jangan gitu atuh ga baik.” Ucap Leyyia pawang Lili.
“Iya nih rumornya si Yuna sama Kai dapet beasiswa ke Solo, biasalah duo bucin jalur langit.”
“Emang mereka mah pinter atuh Li! Jangan iri sama rezeki orang ah.”
“Sumpah ga asik banget ah! Eh BTW itu si berandalan kan?” Lili menunjuk laki-laki yang berjalan dengan terburu-buru seperti sedang membaca situasi.
“Oh itu, Alvaska.”
“Mau kemana tuh dia? Mau kabur lagi?”
“Udah ah Li jangan sibuk ngurusin hidup orang lain, nanti bisa-bisa kita lupa urus diri kita sendiri. Ayo ah kita ke kelas, keburu bel masuk.” Ajak Leyyia.


Lili selalu saja kebakaran jenggot ketika melihat orang lain selangkah lebih maju darinya. Tapi anak-anak yang lain tidak heran tentang rumor yang merebak tentang beasiswa itu. Tanpa beasiswa pun, Yuna dan Kai pasti akan masuk perguruan tinggi yang mereka dambakan. Sebab kualitas mereka sudah tampak walaupun dilihat sambil memejamkan mata.


“Eh Kai aku ga sabar deh sama pengumuman beasiswa nanti.”
“Hebat deh kamu, aku salut.” Kai mengacungkan dua jempol miliknya untuk Yuna.
“Apaan sih kai, berlebihan banget sumpah.”
“Oh iya, gimana kondisi emak sekarang? Sorry ya udah lama aku ga nengokin kesana.”
“Ya emak sekarang udah makin sehat, udah bisa masakin aku macem-macem. Yang terakhir, dia buatin aku martabak rasa coklat duren masa.”
“Hahaha ya syukur lah kalo emak udah kaya sedia kala. Oh iya nih, pulang sekolah ga kemana-mana kan? Bisa dong kita makan bentar. Katanya ada kafe baru di deket fly over yang lagi rame. Aku penasaran nih, mau kan?” Ajak Kai sedikit memaksa.
“Ayo aja sih.”
“Mantappp! Gas dong ya, yakali ngga.”

Sepulang sekolah 


Kafe instagrammable, hits dengan dekorasi ala-ala europe. Dengan cat berwarna pastel ditambah dengan berbagai ornamen yang nan elegan membuat siapapun yang melihatnya akan takjub dibuatnya.


Ketika Yuna dan Kai asyik mengobrol sembari menunggu pesanan, Yuna malah fokus dengan pria berseragam sama dengannya yang sedang mengawasi para pegawainya di sudut ruangan.


“Eh, Kai liat deh itu Alvaska bukan sih?” Bisik Yuna pada Kai yang sedang asyik memainkan tusuk gigi.
“Hah yang mana?” Kai mencari-cari
“Itu di sudut ruangan.”
“Oh iya bener loh, masa sih dia boss nya? Atau dia abis buat masalah di kafe ini?”


Objek yang sedang dibicarakan pun tersadar akan keberadaan Yuna dan Kai yang sedari tadi memperhatikannya. Dia lantas menoleh dan menyambangi meja nomor A3 itu.


“Permisi tuan, nyonya. Ada yang bisa dibantu? Sepertinya sedari tadi pemandangan kalian terganggu oleh kehadiran saya?” Mengangkat satu alisnya.
“Eh ngga kok! Sumpah! Cuma tadi rasa-rasanya kaya ga asing aja sama seragam yang kamu pake.” Jawab Yuna gelagapan.
“Iyalah gimana ga asing, orang kita satu sekolah. Kamu Yuna, dan itu Kai kan?” Tunjuk Alvaska memastikan.
“Dan kamu, berandalan si tukang bolos itu kan?” Sambil tertawa
“Iya nih aku juga jarang banget liat kamu ada di sekolah.” Pungkas Yuna.
“Iya sih bener, kalian ga salah ko.” Alvaska meledek dirinya sendiri.
“ Oh iya BTW ini kafe punya kamu?”
“Uhm, lebih tepatnya punya ayah aku. Tapi dia meninggal, satu minggu yang lalu karena komplikasi. Ya akhirnya aku yang harus kelola kafe ini karna gaada siapa-siapa lagi. Belakangan ini aku sering bolos ya karna harus nemenin ayah bolak-balik rumah sakit untuk cuci darah. Dan sesekali waktu jam istirahat aku sempetin untuk cek kafe ini. Aku ke sekolah cuma titip absen doang, gapapa sih kalo warga sekolah mikir aku nakal yang penting aku ga di kasianin karna kondisi aku yang berantakan. Yang penting satu-satunya peninggalan ayah, kafe ini bisa berkembang dan maju.”


Yuna dan Kai teregun mendengar cerita Alvaska, mereka tidak percaya Alvaska bisa terbuka untuk bercerita di pertemuan pertama mereka. Alvaska yang banyak orang kira berandalan tukang bolos nyatanya adalah tulang punggung untuk dirinya sendiri. Memang benar, kita tidak bisa langsung menilai seseorang hanya dari satu sisi saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun